Pandangan Sinis Berbuah Manis

 


Dulu dipertentangkan sekarang diidolakan, kiranya kalimat tersebut cocok untuk menggambarkan kondisi Sarana Air Bersih (SAB) di Desa Pante Baroe Buket Panyang Kecamatan Peusangan Siblah Krueng   Kabupaten Bireuen, yang dibangun dengan dana Desa TA 2023., ternyata hasil kerja keras berakhir dengan happy ending.

Selama ini perencanaan desa belum sepenuhnya menggunakan hasil analisis data SDGs sebagai pijakan dalam perencanaan pembangunan, sehingga perencanaan pembangunan berpusat pada pembangunan insfrastruktur umum desa seperti jalan desa, gedung serbaguna dan pembukaan jalan baru. Hal-hal yang bersifat marginal namun menjadi prioritas nasional melalui perwujudan SDGs desa belum tersentuh secara maksimal. Ini juga menjadi faktor belum terpenuhinya akses air bersih di desa Pante Baroe Buket Panyang selama ini, padahal jika melihat dashboard SDGs dari Kementrian Desa, nilai dari SDGs layak air bersih dan sanitasi Desa Pante Baroe Buket Panyang berada pada angka 46,42, artinya belum semua Rumah Tangga yang mempunyai akses terhadap air bersih, disamping itu juga masih ada kekurangan fasilitas sanitasi dan pelestarian lingkungan dan pemukiman warga.

Permasaalahan air bersih memang masalah klasik di Desa Pante Baroe Buket Panyang yang notabene memiliki sumber mata air sungai yang melimpah, hal ini terbukti` dengan banyaknya perusahaan air minum yang mengambil sumber air dari sungai Krueng Tingkeum atau sering disebut Krueng Peusangan yang melintas Desa Pante Baroe, namun entah mengapa “ibarat tikus mati di lumbung padi” masyarakat Desa Pante Baroe Buket Panyang sendiri kesulitan memenuhi kebutuhan air bersih untuk keperluan sehari-hari, padahal kabupaten- kabupaten di pesisir Aceh sebahagian besar mengandalkan sumber mata air dari sungai-sungai yang mengaliri dari hulu di kabupaten Aceh Tengah dan melintasi Desa Pante Baroe Buket Panyang di Kabupaten Bireuen, baik untuk kebutuhan air irigasi maupun untuk dikonsumsi.

Hal ini memantik penduduk Desa Pante Baroe Buket Panyang untuk membuat Sarana Air Bersih di Desanya, berbagai upaya sudah dilakukan oleh pemerintah Desa termasuk melakukan Fokus Discussion Group (FGD) dengan pihak ketiga yaitu PDAM Tirta Peusangan, namun usaha tersebut belum membuahkan hasil.

Namun berdasarkan hasil musyawarah maka dibuatlah usulan SAB untuk kegiatan Dana Desa TA 2023, setelah melewati proses panjang maka dalam musrenbang Desa Tahun 2013 usulan SAB memperoleh prioritas dengan alokasi dana Rp 30,000,000,- dengan volume 18 titik.

Masyarakat Desa Pante Baroe Buket Panyang begitu sumringah mendengar kabar SABnya akan didanai dengan Dana Desa pada waktu itu, para pengusul yang ikut dalam musrenbang Desa merasa bak pahlawan karena berhasil memperjuangkan kepentingan masyarakatnya. “Siapa dulu wakilnya yang ikut musrenbang....” celoteh pak Zulfikar (salah seorang utusan) kepada kawannya seakan ingin menjustifikasi kepahlawanannya dalam musrenbang. Ya semua bak pahlawan, masyarakat bersuka cita menyambut rahmat yang tidak disangka-sangka.

Setelah melalui proses tahapan maka dimulailah pengerjaan SAB tersebut, masyarakat begitu antusias menjadi tenaga kerja, namun setelah pengerjaan sekitar tiga puluh persen terjadilah kejadian yang tak disangka-sangka, karena kesalahan teknis pipa yang mengaliri air sumbat, praktis air yang mengalir bak tetesan keringat para pekerja yang sedang mengerjakan SAB tersebut. Semua pelaku yang terlibat dalam kegiatan buang badan, para pahlawan kesiangan dalam musrenbangpun satu persatu berguguran, seakan tidak ada yang bertanggung jawab, parahnya lagi ketika Pendamping Desa turun ke lokasi kegiatan, tidak ada TPK yang bisa ditemui. “manis di awal pahit diakhir” desah salah seorang Pendamping Desa lirih.

Namun berkat pendekatan persuasif oleh Pendamping Desa semangat TPK bisa pulih kembali terutama Pak Misrizal (Ketua TPK), dia begitu semangat menyelesaikan tugas yang menjadi tanggung jawabnya, namun permasaalahan tidak berhenti disitu, ketika mau dibuat terminal untuk memudahkan pendistribusian air, masyarakat yang dulunya bersedia menghibahkan tanahnya secara sukarela menarik kembali ucapannya, “percuma kita kasih tempat untuk pembuatan terminal kalau airnya tidak mengalir” kata salah seorang masyarakat dengan sinis. “Untuk apa buat bak besar-besar kalau yang ditampung air hujan” celutuk yang lainnya dengan nyinyir.

Hal ini cukup membuat pak Misrizal dan Pendamping Desa di kecamatan frustasi, namun berkat lobi keluarga yang dilakukan pak Misrizal, maka didapatlah 5 titik tempat pembuatan terminal. Tibalah saat pengetesan air, seakan membenarkan celotehan masyarakat sinis diatas, air yang keluar benar-benar seperti cucuran keringat di dahinya pak Misrizal, semua yang hadir pada saat pengetesan tertegun, namun pak Misrizal tidak patah arang, dengan peralatan yang dibawanya dibukalah penyambung pipa bak penangkap, hati pak Iskandar terkesiap, rupanya ternyata dalam pipa ada tangan jahil yang memasukkan buah kepang. Ternyata disamping menghadapi kendala alam juga ada kendala sosial yang harus diselesaikan.

Kendala tidak berhenti disitu, pada waktu pengetesan dititik tujuh ratus lima puluh meter terjadilah masaalah yang tidak diharapkan, memang di titik tersebut letaknya agak menanjak, sehingga tekanan air berkurang, Pak Misrizal terus menggoyang-goyang pipa dan melepas pasang penyambung pipa, namun air yang keluar tak lebih besar dari cucuran keringat didahinya, Pak Misrizal patah arang, masyarakat sekitar cuma menonton pertunjukan tak menarik tersebut, padahal air bersih yang sedang dibangun diperuntukkan untuk masyarakat disekitar area pengetesan, “ituuu lah kayak anjing tak membutuhkan tulang” ucap pak Misrizalr lirih, padahal dia tak bisa menggunakan air tersebut karena rumahnya berada jauh didusun lain.. Hal ini cukup membuat Pendamping Desa terseret ke dalam kubangan masaalah yang tak berujung.

Pak Misrizal memang ulet, tiap ada pengetesan air selalu menelepon Pendamping, baik Pendamping Desa (PD) di tingkat kecamatan maupun Pendamping Lokal Desa (PLD) termasuk Tenaga Ahli untuk ikut menyaksikan, walaupun kadang hasilnya tak sesuai harapan tapi dia terus berusaha, penyambung pipa yang bocor diperbaikinya, galian pipa yang kurang dalam digalinya kembali. Hati penulis terenyuh menyaksikan kegigihan pak Misrizal membela kepentingan warga desanya, sedang masyarakat yang notabene calon pemanfaat air bersih tersebut bergeming, bahkan ada yang nyelutuk dalam bahasa Aceh pak Misrizal sudah “pungo” (gila red), namun pak Misrizal tak pernah menanggapinya, “maklum masyarakat Pante Baroe Buket Panyang masih awam’’ mungkin begitu desah pak Iskandar dalam hatinya. Memang “pejuang” sejati tidak membutuhkan pengakuan dari siapapun.

Pernah juga terbersit dalam hati penulis kalau hari-harinya dihabiskan untuk pengetesan air bersih bagaimana pak Misrizal menghidupi anak isterinya?, namun hal tersebut terbantahkan ketika penulis menerima ajakan makan siang di rumah beliau, hati penulis tertegun ketika memasuki rumah paling besar di deretan rumah tersebut, dengan mobil avanza keluaran terbaru sebagai kendaraan sudah cukup menggambarkan kondisi social Pak Misrizal di desanya. Fasilitas rumah yang memadai, dengan sumur bor yang dibuat untuk memenuhi kebutuhan air keluarganya, Pak Misrizal sudah tidak membutuhkan bantuan apapun dari orang lain. Hal ini berbanding terbalik dengan masyarakat disekitarnya

Selang beberapa hari kemudian tiba-tiba HP penulis (Tenaga Ahli) berdering, ternyata diseberang sana pak Misrizal berdecak riang, katanya air dalam bak penangkap sudah penuh. Penulis bergegas mendatangani lokasi bak penampung, ternyata benar bak penampung sudah penuh, usut punya usut pipa yang tersumbat terbuka kembali, “waktu membereskan semuanya” kata hati penulis girang, penulis teringat salah satu firman Tuhan “wal aakhiru khairul lakaminal uula”( hasil akhir itu lebih baik dari pada permulaan).

Sekarang masyarakat berebut air yang melimpah tersebut, masyarakat yang dulunya tidak mau memberikan lahan untuk tempat pembuatan terminal sekarang sudah membuat sendiri, hampir sepanjang aliran SAB tsb masing-masing rumah sudah mempunyai terminal sendiri, benar-benar hasil akhir yang tak disangka-sangka. Ketika acara serah terima kegiatan tidak ada masyarakat yang komplain, semua serasa sembuh dari dahaga panjang, bahkan sekarang Kepala Desa Pante Baroe Buket Panyang ingin mencalonkan kembali menjadi Kepala Desa untuk periode kedua dengan kesuksesan SAB tersebut sebagai bahan kampanyenya.

Sekarang seakan semua merasa jadi pahlawan, bahkan kehadiran Pendamping dalam kesuksesan tersebut nyaris tak terlihat, namun sebagai fasilitator para Pendamping tidak berkecil hati, karena fasilitator yang baik adalah orang yang berbicara sedikit, apabila pekerjaan selesai, tujuan tercapai, semua orang akan mengatakan “kami yang mengerjakannya sendiri”.



Penulis: Saifuddin Abbas (TAPM Kabupaten Bireuen)

Posting Komentar

0 Komentar