Jam dinding sudah menunjukkan pukul 10.30 WIB, dalam
ruangan yang tidak begitu luas warga mulai resah, ditambah lagi terik matahari
yang membuat suasana semakin panas. Terdengar suara bisik- bisik dari peserta
musyawarah yang semakin lama semakin berisik. Hari itu sedang berlangsung
musyawarah desa khusus terkait penentuan KPM penerima BLT Desa Tahun 2023 Desa
Arga Indah 1.
Setelah mendengarkan pemaparan dari Kepala Desa
terkait Peraturan Menteri Keuangan (PMK) RI Nomor 201/ PMK.07/2022 tentang
Pengelolaan Dana Desa Tahun 2023 yang didalamnya mengatur bahwa BLT Desa Tahun
2023 maksimal 25%. Peserta musyawarah yang hadir mulai ribut, karena mereka
tahu dengan pasti, pada tahun 2022 jumlah KPM Desa Arga Indah 1 mencapai 72
KPM, lebih dari 40% dari total anggaran Dana Desa terserap hanya untuk BLT Desa
. Ku edarkan pandangku keseluruh ruangan kulihat ekspresi yang hadir pada saat
itu, tak sedikit tergambar wajah-wajah kecewa dan pasrah bila mereka tidak
terpilih menjadi penerima BLT Desa lagi.
Di tengah suasana yang semakin panas, pembawa acara
memberitahukan acara selanjutnya arahan dan pemaparan dari Pendamping Desa.
Seketika mikrofon sudah berpindah ke tanganku. Segera kubangkit dari tempat
duduk. “Bismillahirohmanirrohim, Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,”
ucap ku dengan semangat, cukup membuat peserta musyawarah sontak dan segera
menjawab salamku. Sambil tersenyum kulanjutkan “Tanpa memperpanjang mukadimah,
yang saya hormati seluruh Bapak, Ibu, Saudara dan Saudari yang hadir dalam musyawarah
hari ini tanpa terkecuali.” Terasa suasana sudah mulai kondusif kembali. “Bapak
Ibu, sebelum saya menjelaskan terkait peraturan terbaru, saya ada tiga
pertanyaan yang harus dijawab! yang pertama apa itu miskin dan kemiskinan
ekstrem?”. Sengaja kulempar pertanyaan untuk memulai sesiku.
Terlihat beberapa wajah yang mulai berpikir, mataku
tertuju pada sosok seorang bapak tua yang duduk di baris paling depan seolah
sedang berpikir keras. “Kira-kira menurut Pak De, apa itu Miskin?” tanyaku
padanya. Sambil sedikit menundukan kepalanya beliau menjawab “Saya tidak tahu
Bu, saya orang bodoh, saya tidak sekolah!”. Deg, jantungku terhenyak tak
menyangka dengan jawaban yang kuterima.
Ada rasa bersalah dihatiku, kulanjutkan saja agar
tak menambah rasa bersalahku “Pak De jangan bilang begitu, Pak De punya anak
kan? Sudah besar semua kan? Berarti Pak De orang hebat, meski tidak sekolah,
Pak De berhasil mendidik anak- anak Pak De!” kulihat matanya berbinar kembali.
Ku putuskan untuk menjawab sendiri “Jadi saya jawab ya! Bapak Ibu, miskin
adalah ketidakmampuan seseorang dalam memenuhi kebutuhan dasar hidup yaitu
pangan, sandang dan papan, sedangkan kemiskinan ekstrem berarti kondisi kemiskinan
yang benar-benar memprihatinkan, contohnya cari uang hari ini, untuk makan hari
ini dan belum tentu cukup untuk hari ini!”.
“Pertanyaan kedua ya, apa masalah terbesar ketika
turunnya bantuan dari pemerintah di Indonesia?”. “Tidak tepat sasaran Bu!”
pertanyaanku lansung disambar oleh seorang ibu muda berkerudung kuning yang
sedari tadi duduk di sudut ruangan dengan semangat. “Betul sekali! Kira-kira
kenapa ya?” kubalas dengan pertanyaan lagi. “alah Bu, yang dapat bantuan itu
gak semuanya orang susah, rata-rata punya orang dalam atau gak saudaranya
pejabat. Coba Ibu ke kantor pos kalo lagi pencairan bansos, itu yang datang pakai
gelang sama kalung emas Bu! Mana besar-besar lagi apa gak punya malu ya!” jawab
ibu yang lain dengan sedikit julid. Sedangkan yang lain mulai mengeluarkan
opininya masing-masing, bagus umpan diskusiku ditangkap dengan baik.
Ku tepuk tanganku sedikit agar suasana tidak
kembali ribut. Lalu mereka kembali mendengarkanku, “Jadi benar ya yang
disampaikan Bapak Ibu tadi, masalah terbesarnya adalah tidak tepat sasaran. Ini
terjadi karena saat tahu akan ada bantuan, rata-rata masyarakat Indonesia
bermental miskin! tidak jujur saat disurvey, semuanya mengaku miskin. Tujuannya
apa? Supaya dapat bantuan! Padahal mereka sadar dengan kemampuan ekonomi
mereka, tapi karena mental miskin tadi maka hilang hati nuraninya!” sedikit
kunaikan nada suaraku. Mereka yang tadinya saling mengghibah, sekarang terdiam.
“Pertanyaan terakhir, Bapak Ibu pernah bercermin?
Coba sekarang Bapak Ibu bayangkan, sedang berdiri di depan cermin yang besar
sehingga dari atas kepala sampai kaki terlihat semua. Kemudian sambil berkaca
Bapak Ibu tanyakan pada diri sendiri dan jawab dengan sejujur- jujurnya.
Pernyataannya, apakah saya termasuk dalam kategori kemiskinan ekstrem?, apakah
saya benar-benar layak dapat BLT Desa? Coba Bapak Ibu hilangkan dulu ego dan
mindset bahwa saya harus mendapatkan BLT Desa, buang mental miskin! Bapak Ibu ingat
apa yang sudah Bapak Ibu miliki selama ini, ada banyak hal yang harus kita
syukuri.” suasana kembali hening, kuberi waktu sejenak untuk mereka berfikir.
Tiba-tiba seseorang mengangkat tangannya, ternyata
seorang bapak-bapak dari raut wajahnya berusia sekitar 60 tahunan memecahkan
keheningan “Bu, saya tidak usah dapat BLT, saya bukan termasuk orang miskin,
Bu!” ujarnya tegas. Disambung lagi seorang ibu paruh baya “Saya juga Pak Kades,
Insyaallah penghasilan suami saya masih cukup!”. “Saya juga Bu, saya masih
muda, walau kerja serabutan, saya masih kuat cari nafkah!” sambung yang
lainnya. Seketika suasana musyawarah kembali ramai.
Kemudian Pak Imam berdiri dari tempat duduknya,
yang sedari tadi hanya duduk manis sambil memperhatikan pemaparanku “Sudah,
sudah jangan ribut! Bapak Ibu harap tenang, mari kita dengarkan dulu arahan
dari Ibu Pendamping Desa, Pak Kades dan Bapak Ketua BPD. Tujuan kita
bermusyawarah ini mencari mufakat bersama, menyepakati siapa-siapa saja yang
berhak dan benar-benar layak mendapatkan BLT Desa. Agar bantuan ini tepat
sasaran!” ujar Pak Imam memberikan wejangannya sambil memberi isyarat kepadaku
agar melanjutan kembali pemaparanku.
“Terima kasih Pak Imam, baiklah Bapak Ibu saya
lanjutkan lagi ya! Jadi sekarang kita atan membahas tentang kriteria calon
keluarga penerima manfaat BLT Desa berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK)
RI Nomor 201/ PMK.07/2022, yang terkandung dalam pasal 36 ayat 1, menyebutkan
bahwa calon keluarga penerima manfaat BLT Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal
35 huruf a diprioritaskan keluarga miskin yang berdomisili di Desa bersangkutan
dan terdaftar dalam keluarga desil 1 data pensasaran percepatan penghapusan
kemiskinan ekstrem” Lanjutku.
“Sedangkan pada pasal 36 ayat 3 menyebutkan dalam
hal desa tidak terdapat data penduduk miskin yang terdaftar dalam keluarga
desil 1 sampai dengan desil 4 data pensasaran percepatan penghapusan kemiskinan
ekstrem, desa dapat menetapkan calon keluarga penerima manfaat BLT Desa
berdasarkan kriteria sebagai berikut!.”
“Yang pertama keluarga yang kehilangan mata
pencaharian, kedua mempunyai anggota keluarga yang rentan sakit menahun/kronis
dan/ atau difabel, selanjutnya yang ketiga tidak menerima bantuan sosial
program keluarga harapan dan yang terakhir adalah rumah tangga dengan anggota
rumah tangga tunggal lanjut usia. Jadi itulah yang menjadi patokan kita dalam
memilih calon KPM BLT Desa tahun 2023” pungkasku. Sesekali ku perhatikan
sebagian dari peserta musyawarah memanggut-manggutkan kepalanya menandakan
ucapanku cukup mereka pahami. Setelah kujelaskan kriteria calon penerima
manfaat BLT Desa, segera mikrofon kuserahkan kepada Bapak Kepala Desa untuk
memimpin sesi selanjutnya.
“Terima kasih banyak Ibu Pendamping yang sudah
menjelaskan secara detail kepada kita semua. Baiklah Bapak Ibu warga Desa Arga
Indah 1 yang saya cintai, pada kesempatan ini saya menyampaikan beberapa hal,
yang pertama saya dan Bapak Ketua BPD sudah melakukan diskusi sebelumnya, kami
berdua juga mengajak para kepala dusun untuk mendata kembali siapa-siapa saja
warga masyarakat kita yang kira-kira layak menjadi KPM BLT Desa Tahun 2023.
Tapi ini hanya data sementara, belum final dan data ini tidak akan final jika
tidak ada persetujuan dari seluruh warga desa Desa Arga Indah 1. Jadi kita akan
menilai secara bersama- sama setiap nama yang telah didata, dan kita cocokan
apakah mereka masuk atau tidak dalam kategori yang sudah dijelaskan oleh Ibu
Pendamping Desa tadi dan jika ada nama warga yang dirasa layak tetapi tidak ada
dalam daftar, silakan Bapak Ibu sampaikan maka kita akan menilai serta
memutuskan bersama.” Ujar Kepala Desa memulai diskusi.
“Yang kedua, saya berharap agar warga masyarakat
tidak menaruh prasangka buruk terhadap kami selaku pemerintah dalam penetapan
KPM, ini murni hasil pemikiran dan keputusan kita bersama. Sesuai tujuan dari
musyawarah adalah mencapai mufakat. Jangan sampai setelah ini ada terdengar
bahwa pemilihan KPM BLT Desa adalah akal-akalan dari pemerintah Desa. Baiklah
Bapak Ibu kita mulai menyebutkan daftar nama calon KPM BLT Desa tahun 2023.
Saya mohon kepada Bapak Ketua BPD agar dapat menyebutkan satu persatu nama yang
sudah didata dan silahkan peserta musyawarah memberikan penilaian dan
pendapatnya!” Lanjut beliau.
Tak butuh waktu lama Bapak Kepala Desa dan ketua
BPD pun menyebutkan satu persatu nama calon KPM, dan setiap nama yang
disebutkan dimintai pendapat dan masukan dari peserta musyawarah yang ada.
Warga terlihat antusias dan sangat selektif dalam memutuskan. Ada juga
nama-nama baru yang dihadirkan, salah satunya yaitu Ibu Darmi yang merupakan
seorang janda yang memiliki penyakit menahun.
Namun setelah diselidiki lebih jauh ternyata Ibu
Darmi merupakan salah satu penerima Bantuan Sosial BNPT yang secara rutin
diterimanya. Tetapi warga masih merasa prihatin mengingat kondisinya, mereka
berpendapat bahwa Bansos BNPT saja tidak cukup untuk memenuhi biaya sehari-hari
dan pengobatan rutin Bu Darmi. Meski demikian mereka juga tidak bisa memaksakan
kehendak agar Bu Darmi menjadi salah satu KPM BLT Desa, sehingga mereka sepakat
akan memberikan bantuan secara mandiri yang nantinya akan dikoordinir oleh
salah seorang warga yang ditunjuk yang akan mengumpulkan bantuan untuk Bu Darmi
secara sukarela tetapi hal ini tidak bersifat memaksa.
Tepat Pukul 12.05 WIB musyawarah desa telah
mencapai keputusan final. Dari hasil musyawarah ditetapkan sebanyak 20 KPM BLT
Desa untuk Tahun 2023. Musyawarah yang awalnya memanas diselesaikan dengan
kepala dingin dan kelapangan hati masyarakat. Dipenghujung acara aku meminta
waktu sedikit kepada pembawa acara untuk menyampaikan sedikit kata penutup.
“Bapak, Ibu dan seluruh masyarakat Desa Arga Indah
1, saya ucapkan ribuan terima kasih, hari ini saya sangat bangga sekali
terhadap Bapak Ibu semuanya, karena tidak bermental miskin, mampu menurunkan
ego masing-masing, melapangkan hati dan menciptakan hal-hal yang lebih positif
untuk kepentingan bersama. Saya yakin dan percaya kedepannya masyarakat desa
ini akan lebih maju, lebih baik ekonominya dan lebih baik disegala bidang. Dan
satu hal lagi yang perlu dicatat, hari ini merupakan sejarah untuk Desa Arga Indah
1, karena dalam satu hari kita telah sukses melahirkan 52 orang kaya baru di
Desa Arga Indah 1. Mari kita beri aplaus untuk kita semua!”. Gemuruh suara
tepuk tangan memenuhi ruangan rapat hingga terdengar sampai keluar. Semua orang
yang hadir terlihat puas dengan hasil mufakat bersama hari itu.
Sebelum acara ditutup Pak Imam memimpin do`a untuk
kemaslahatan warga masyarakat desa yang diaminkan seluruh peserta yang hadir.
Musyawarah ditutup oleh pembawa acara. Diiringi langkah pamit dan saling
berjabat tangan dari peserta musyawarah.
Ini adalah salah satu musyawarah terbaik yang
pernah aku alami. Aku tuliskan pengalamanku ini dari kaki bukit Gunung Bungkuk,
tempat dimana aku ditugaskan. Sejatinya tidak ada yang terlalu sulit jika kita
saling membersamai, meski belum sempurna setidaknya kehadiran kita
ditengah-tengah masyarakat dapat memberikan hal-hal yang lebih positif. Bukan
untuk saling menggurui, tetapi untuk saling melengkapi. Melalui tulisan ini
kutitipkan salam untuk seluruh Pendamping Desa dimanapun berada, salam hormat
dariku, Ririn Okta Rini Pendamping Desa Kecamatan Pagar Jati Kabupaten Bengkulu
Tengah Provinsi Bengkulu.
Penulis: Ririn Okta Rini, ST (PLD Kec. Pagar Jati Kab.
Bengkulu Tengah Provinsi Bengkulu)
0 Komentar