Gemuruh
suara air terjun Malela terdengar nyaring dari bukit seberang sana, udara
dingin menyelinap masuk dari sela-sela bilik bambu sebuah rumah panggung yang
terletak persis di depan mushola di kampung tersebut. Penghuninya nampak telah
bangun dan bersiap memulai aktivitas walau matahari belum sedikit pun
menampakan wajahnya.
Seorang
Ibu setengah baya sedang menyalakan tungku untuk memasak air dan apapun yang
bisa dimakan saat itu sebagai sarapan pagi untuk keluarganya sebelum memulai
ativitasnya masing-masing, disampingnya telah siap keranjang belanjaan dan
seidkit hasil kebun yang akan dia bawa ke pasar pusat kota Kecamatan siang ini.
Sebut
Saja Hanarani biasa beliau disapa, beliau adalah salah satu warga Desa Cicadas
yang merupakan bagian wilayah Kecamatan Rongga Kabupaten Bandung Barat. Desa
ini berbatasan langsung dengan 2 Kabupaten tetangga yakni Kabupaten Cianjur dan
Kabupaten Bandung. Jarak dari Ibukota Kecamatan ke Balai Desa Cicadas sekitar
45 KM dengan melewati perbukitan, persawahan dan perkebunan serta kondisi jalan
yang rusak dan sagat sulit dilalui terutama di musim hujan.
Teh
Hanarani sangat giat dan terkenal rajin di kampungnya, beliau aktif
kegiatan-kegiatan yang ada di Desanya. Dari mulai pengajian-pengajian,
Posyandu, PKK dan masih banyak kegiatan lainnya yang dia ikuti. Didalam program
P3MD-Kemendes -PDTT dia menjadi Kader Pembangunan Manusia (KPM) Desa Cicadas
Aktif
dalam setiap kegiatan bukan tidak merepotkan untuk dirinya, karena beliau
menjadi salah satu penopang hidup keluarganya selain suaminya yang menjadi
buruh tani, ditambah lagi dengan medan yang sangat sulit apalagi dijalani oleh
seorang perempuan, kampungnya memang sangat terpecil dan akses menuju kesana
sangat parah.
Keinginan
yang kuat untuk bisa mengubah kebiasaan sehat hidup masyarakat serta perbaikan
pelayanan kesehatan dan pendidikan masyarakatlah yang membuat beliau gigih dan
bersemangat menjalani semuanya. Memang beliau tidak begitu faham akan istilah
perbaikan infrastruktur, Pelayanan Pengelolaan kebutuhan layanan Kesehatan atau
istilah lain yang sering beliau dengar dalam setiap pertemuan yang beliau
hadiri. Yang ada di benaknya hanyalah “kumaha carana sangkan jalan mulus,
barudak bisa sakola, uubar gampang sarta ibu-ibu teu ngadaraweung dina
golodog”. (Bagaimana Caranya agar Jalan Bagus, anak-anak bisa sekolah, berobat
mudah, asupan gizi anak balita dan ibu hami terpenuhi, ibu-ibu tidak diam diri)
Beliau
tidak pernah absen dalam setiap kegiatan
yang dilaksanakan di Desanya maupun di tempat lain, bersama dengan
pelaku lainnya beliau naik turun bukit mengendarai sepeda motor tuanya,
meninggalkan suami dan anak-anaknya, menempuh jalan berkilometer yang terjal
hanya untuk menghadiri kegiatan Konvergensi stunting yang dilaksanakan di Ibu
Kota Kecamatan atau di Desa lainnya. Tidak jarang beliau harus menginap di
teman atau Saudaranya ketika Acara yang beliau ikuti berlangsung sampai larut
malam atau hujan deras mengguyur, karena dalam situasi seperti itu sangat sulit
untuk bisa pulang kerumahnya. Semua rintangan beliau lalui dengan penuh suka
cita, dibenaknya hanya ada satu kata “Perubahan”.
Setelah
mengikuti dan ikut terlibat langsung dalam Program P3MD kementerian Desa PDTT
khususnya konvergensi stunting sebagai KPM , Teh Hanarani tahu dan merasakan
betul manfaat dari program tersebut, beliau sadar bahwa perubahan yang selama
ini dharapkan dirinya dan masyarakat di kampungnya tidak bisa tercapai hanya
dengan berangan-angan dan hanya mengharapkan pemberian pemerintah atau pihak
lain, harapan yang selama ini digantungkannya di langit di atas bukit tempat
mereka tinggal akan tercapai ketika mereka terjun langsung menggapai cita-cita
tersebut dengan memanfaatkan potensi yang ada di sekitar mereka.
Kegelisahan
yang ada dalam benak teh Hanarani
terdorong karena masih belum optimalnya pelayanaan kesehatan ibu dan
anak, layanan gizi ibu hamil dan anak,
pendidikan anak usia dini, layanan sanitasi air, layanan posyandu remaja dan
pasangan usia subur, layanan jaminan sosial bagi ibu dan anak serta pemanfaatan
pekarang rumah yang di abaikan oleh
ibu-ibu di desa
Terbersit
ide inovatif sebagai sebuah alternatif
mengurai persoalan belum optimalnya 7 paket layanan didesa,maka dengan
dampingan pendamping desa,teh Hanarani memulai dengan inspirasi diri : jika aku
tahu mereka tidak tahu, maka aku harus memberi tahu mereka, jika mereka tahu
aku tidak tahu, maka aku harus belajar dan bertanya sama mereka, jika aku tahu,
mereka tahu maka persoalan akan terbuka, jika aku tidak tahu dan mereka tidak
tahu, maka aku tidak akan terjebak dalam misteri ketidaktahuan.
Dengan
kekuatan tekaddan prinsip bergerak pelan namun pasti,teh Hanarani memulia dari
membangun kesamaan berflikir dan bersikap dengan ibu-ibu dalam linkup kecil di
posyandu tentang masalah yang ada nampak dan terasa, selanjutnya memanfaatkan
Rumah Desa sehat sebagai media diskusi terarah dalam ruang lingkup wilayah
dusun dan terus mengawal ide dan gagasan kegiatan beliau perjuangkan di media rembuk stunting
Desa dan bersikukuh berargument di
musrenbangdesa karena Kegiatan-kegiatan yang berorientasi pada
konvergensi pencegahan stunting adalah amanat undang-undang dan menjadi program
nasional.
Sedikit
demi sedikit harapan beliau akan pembenahan warga kini tercapai telah banyak
infrastruktur melalui program P3MD-Kemendes PDTT yang dibenahi, telah banyak
Ibu-ibu mendapatkan bantuan modal untuk peningkatan usaha membantu suaminya,
anak-anak pergi ke sekolah sudah tidak terkendala dengan jalan yang licin dan
becek, ibu hamil, bayi dan balita telah mendapatkan pelayanan kesehatan minimal
sebulan sekali melalui Posyandu.
Harapan
yang berpuluh tahun menggantung kini mulai menjelma menjadi kenyataan, semangat
akan adanya perubahan kini semakin bergelora, kini tidak hanya sendiri, beliau
mulai mengajak saudara dan teman-teman terdekatnya untuk ikut aktif dalam
setiap kegiatan pembaharuan kesadaran bahwa” Cegah stunting itu Penting” jangan
dianggap tidak penting.
“Sanes
ngarawu ku siku atanapi ngudag-ngudag kalangkang heulang, tangtos kin di
akhir bakal aya manfaatna, naon anu ku
teteh ayeuna dilakukeun teu kahontal, teu ku Teteh, pasti ku Anak Incu Teteh
bakal kaalaman ” kata beliau mengakhiri kisah perjalanannya menjadi KPM selama
ini, sambil mandang kampungnya di bukit seberang tempat beliau berladang.
“Muhun
Teh, ari ku nikreuh bari ngeureuyeuh mah, sanajan bari bareuh, gunung oge bakal
aya dina sahandapeun mumuncangan”. Kataku dalam hati sambil memandang Teh
Hanarani yang sedang menanam singkong membantu suaminya dengan memamfaatkan
pekarangan rumahnya, dalam helaan nafas beliau berkata “aku ada dimanfaatkan,
aku tak ada harus dirindukan”
Penulis: Ujang Aliyudin
0 Komentar