“Sayang, besok kita ke Semarang ya”, ucap pakne prabot, suamiku sepulang dari
Balai Desa tempatnya mengabdi. “Ada apa ke Semarang, yang?”, jawabku antusias sambil mengulurkan segelas air putih. “Kamu
diminta nglengkapi berkas ke
Dispermades Provinsi, tadi Pak Kades yang bilang. Katanya ditelpon sama
Pendampingnya Mungkin, nanyain wargane
jenengan (menanyakan warga Anda) ada
yang namanya Lily Aliansi ngga, yang
daftar jadi pendamping Desa, katanya ditelpon nomore wes ra aktif (nomornya
sudah tidak aktif)”, jawab pakne prabot
panjang kali lebar yang langsung aku jawab dengan “Alhamdulillaah”
Ya, itulah awalnya, kabar baik setelah menunggu kurang
lebih dua tahun, daftar di tahun 2017, lulus tes tulis, menjadi cadangan dan akhirnya
mendapat kabar pemberkasan di pertengahan Juli 2019. Senang sudah pasti karena penantian
panjang telah terjawab di saat yang bisa kubilang tepat. Anakku yang paling
kecil sudah masuk TK dan sudah bisa ditinggal. Alhamdulillaah, memang Allaah sebaik-baik penentu dan yang Maha
Mengetahui keadaan hambaNya.
Singkat cerita, setelah proses pembekalan, per tanggal
1 Agustus 2019 aku diberi tugas bergabung di TPP Kecamatan Dukun sebagai
Pendamping Desa Pemberdayaan (PDP), kebetulan di angkatanku ada 1 Pendamping
Lokal Desa (PLD) laki-laki yang penempatannya sama. Sempat grogi juga karena
aku satu-satunya perempuan. Sudah ada 1 PD, 1 PDTI dan 3 PLD yang semuanya
laki-laki, jadi total aku bekerjasama dengan 6 laki-laki dalam 1 tim. Selain
itu aku juga belum mengenal daerah Dukun dengan baik, meski sudah 12 tahun menetap
di Magelang, tapi jam terbangku sebagai istri Kadus baru sebatas kecamatan
Mungkid saja.
Dukun adalah nama salah satu kecamatan di Kabupaten
Magelang yang terletak di lereng Gunung Merapi. Kecamatan Dukun berbatasan
dengan Kecamatan Muntilan, Kecamatan Sawangan, Kecamatan Srumbung dan Kabupaten
Boyolali. Kecamatan Dukun terdiri dari 15 Desa, yakni Ketunggeng, Wates,
Ngadipuro, Banyudono dan Banyubiru yang dekat dengan Muntilan, serta Dukun,
Kalibening, Ngargomulyo, Sumber, Mangunsoko, Sewukan, Sengi, Paten, Krinjing,
dan Keningar yang terletak di lereng Merapi.
Awal perkenalan
dengan teman satu tim dan pihak Kecamatan serta 15 Desa dampingan berjalan
lancar walaupun sempat minta antar suami, terutama waktu kunjungan ke Desa
Keningar, Krinjing, Paten dan Sengi yang notabene terletak di lereng Merapi dan
akses jalan berkelok. Hampir semua jalan utama ke desa dampingan sudah bagus, namun
kadang harus ekstra hati-hati bila berpapasan dengan truk muatan batu atau
pasir apalagi di jalan yang sempit.
Setiap hari aku harus menempuh perjalanan setidaknya
dua puluh menit untuk bisa sampai ke Kantor Kecamatan Dukun, bisa lebih kalo
langsung ke desa lereng Merapi. Sebagai ibu dari tiga putra, awalnya sempat
kerepotan karena harus menyiapkan keperluan suami dan anak, namun seiring
waktu, alhamdulillaah hal tersebut
bisa teratasi. Apalagi bila teringat motivasiku ketika melamar pekerjaan sebagai
Pendamping Desa: “Aku ingin berdaya dan memberdayakan masyarakat”, semangatku
pun selalu muncul kembali.
Untuk menjadi berdaya aku sadar masih harus banyak
belajar, apalagi untuk dapat memberdayakan masyarakat, tentu tidak semudah
membalik telapak tangan. Apalagi menghadapi orang-orang baru yang notabene
belum begitu mengenal karakter dan lingkungan mereka. Dalam hal ini, proses
adaptasi dan belajar memahami orang lain sangat diperlukan.
Kebetulan pada awal aku bergabung, Kecamatan Dukun
ditunjuk menjadi salah satu kecamatan yang membentuk kawasan pedesaan. Kawasan pedesaan ini terdiri dari 7 Desa di
Kecamatan Dukun, yaitu antara lain: Desa Banyubiru, Desa Dukun, Desa
Kalibening, Desa Ngargomulyo, Desa Sewukan, Desa Sengi, dan Desa Sumber.
Sebagai langkah awal pembentukan Kawasan Pedesaan, 7
Desa tersebut membentuk Bumdesma (Badan Usaha Milik Bersama). Proses awal
pembentukan Bumdesma diperlukan banyak berkas, di antaranya tentu surat
Permakades (Persetujuan Bersama Kepala Desa) yang mendasari berdirinya Bumdesma
tersebut. Aku diberi mandat oleh TA Kabupaten Magelang untuk meminta
tandatangan 7 Kepala Desa dan diberi waktu 3 hari karena akan segera dikirim ke
Bappeda Kabupaten Magelang. Wow, tugas pertama yang aduhai menurutku karena
kebetulan Kepala Desa sedang mempersiapkan pencalonan mereka di Pilkades akhir
tahun 2019, yang artinya tidak selalu standby
di Balai Desa.
Desa pertama yang aku tuju adalah Sewukan, kebetulan
posisi Kepala Desa diPJ oleh Kepala Seksi Pemberdayaan Masyarakat (Kasi PM)
Kecamatan, karena Kades sudah selesai masa jabatannya, dan alhamdulillah penandatanganan
berkas Permakades lancar karena proses pembentukan Bumdesma adalah salah satu
tugas pokok Kasi PM Kecamatan.
Setelah itu
berturut-turut Desa Sengi, Sumber, Kalibening, Ngargomulyo, Dukun dan
Banyubiru. Tidak semua selesai dalam satu kali datang, namun akhirnya dalam
waktu 3 hari surat Permakades selesai ditandatangai oleh 7 Kades, Kasi PM,
Camat dan selanjutnya diserahkan ke Bappeda Kabupaten.
Setelah berkas pendirian awal Bumdesma selesai,
dilanjut dengan berkas pembentukan Kawasan Pedesaan. Tahap ini pun tak kalah
rumit prosesnya, mulai dari menghimpun data masing-masing desa, dari potensi sumber
daya alam maupun sumber daya manusia. Aku pun tak luput dari tugas menghimpun
data tersebut. Kebetulan di pertengahan Agustus tahun 2019 Kabupaten Magelang
baru saja me-launching aplikasi Among
Rasa (Aplikasi Monografi Kelurahan dan Desa) yang isinya data desa secara
detil. Kebetulan pula aku yang ikut pelatihan dan menjadi fasilitator bagi staf
operator Desa. Tentu ini berguna juga untuk mendampingi pembentukan Kawasan
Pedesaan, sekali merengkuh dayung, dua-tiga pulau terlampaui. Sekali
mendampingi desa, dua pekerjaan terpenuhi: input aplikasi Among Rasa dan memperoleh
data desa yang dibutuhkan. Setelah melewati banyak proses dalam penyelesaian
berkas, akhirnya di pertengahan tahun 2020 Kawasan Pedesaan di Kecamatan Dukun
resmi terbentuk dan diberi nama Kawasan Pedesaan Merapi Edupark.
Pemberian nama Merapi Edupark tentu tak lepas dari
letaknya yang berada di lereng Gunung Merapi, dan Edupark dari perpaduan kata
edukasi dan park (yang berarti
taman), yang apabila dijabarkan menjadi taman edukasi di lereng Merapi. Hal ini
sesuai dengan potensi 7 Desa anggotanya: Desa Sengi dengan situs Candi Asu,
Desa Kalibening dengan situs pemandian kuno, Desa Sewukan dengan Pasar Sayur
Soka, Desa Sumber dengan kesenian dan toleransi beragamanya, Desa Ngargomulyo
dengan keindahan sungai dan kerajinan batu, Desa Dukun dengan kelompok seninya
dan Desa Banyubiru dengan situs wisata religi Gunung Gono. Selain itu, ketujuh
Desa sama-sama memiliki potensi hasil pertanian yaitu sayur-mayur, produk
kerajinan dari batu serta mempunyai keindahan alam pedesaan lereng gunung yang
mempesona. Semua potensi tersebut ditawarkan oleh Kawasan Pedesaan melalui
wisata edukasi susur sungai, tracking
(bisa menggunakan sepeda atau ATV), maupun live-in
(untuk lebih mengenal budaya dan keindahan alam lereng Merapi). Rencananya
semuanya dikemas dalam satu paket, tapi tidak menutup kemungkinan apabila calon
pengunjung hanya menginginkan salah satunya saja.
Pada awalnya ide tersebut diapresiasi dengan antusias,
baik oleh BKAD (Badan Kerjasama Antar Desa), tujuh Kepala Desa dan pengurus
Bumdesma selaku pelaku Kawasan Pedesaan. Semua sepakat dengan produk usaha
wisata edukasi. Namun karena pandemi Covid-19, ada beberapa kebijakan dari
pemerintah pusat yang mengharuskan bahwa Kawasan Pedesaan mempunyai unit usaha perdagangan
sembako sehingga ketika dana anggaran untuk kawasan turun, sebagian dana
dialokasikan untuk pembelian sembako.
Sudah tentu adanya kebijakan tersebut sedikit banyak
merubah rencana anggaran yang sudah disepakati, namun setelah dilakukan
sosialisasi dan fasilitasi akhirnya unit usaha perdagangan dan wisata edukasi
bisa sama-sama jalan meski tertatih karena kondisi pandemi covid 19 melumpuhkan
hampir semua sendi kehidupan.
Seiring berjalannya waktu, unit usaha perdagangan
ternyata mengalami kesulitan untuk berkembang karena harga yang fluktuatif (apalagi
di masa pandemic Covid-19). Sedangkan unit usaha wisata pelan namun pasti, bisa
berjalan, mulai dari persewaan tenda camping, paket wisata maupun persewaan ATV
dan sepeda.
Menjadi salah satu Pendamping Desa yang mempunyai
lokasi tugas di daerah rawan bencana gunung berapi tidaklah hal yang mudah,
selain selalu mengingatkan Desa untuk menganggarkan dana kebencanaan atau gawat
darurat, kami pun harus ikut waspada apabila sewaktu–waktu terjadi erupsi. Hal
ini berkaitan dengan mengkondisikan warga untuk evakuasi dan memastikan semua
warga desa tidak kurang suatu apa, karena posisi tenaga pendamping adalah
sebagai mitra desa dalam kondisi apapun.
Pada tahun 2020, selagi wabah Covid–19 sedang di puncak
dan dinyatakan menjadi pandemi nasional, kebetulan Gunung Merapi mengalami
erupsi dan berada di level Waspada. Dampaknya, beberapa warga yang tinggal di
sekitar lereng Gunung Merapi harus dievakuasi, antara lain sebagian warga Desa
Krinjing, Keningar, Paten, Sengi dan Ngargomulyo. Hal ini tentu membuat panik baik warga yang
dievakuasi maupun Pemerintah Desa Sahabat (Sister Village) karena musim pandemi
yang mengharuskan untuk jaga jarak.
Pada awalnya ada beberapa warga yang dievakuasi
terindikasi terkena wabah Covid- 19, dan langsung dibawa ke rumah sakit. Hal
ini membuat situasi agak sulit baik bagi kedua Pemdes (Desa pengungsi dan Desa
tujuan/Sister Village), namun alhamdulillaah hal tersebut dapat diselesaikan
dengan komunikasi yang terjalin sangat baik.
Kebijakan–kebijakan Pemerintah Pusat selama masa
Pandemi harus disosialisaikan ke Pemerintah Desa dengan baik agar dapat
dilaksanakan sesuai dengan apa yang menjadi tujuan Pemerintah Pusat. Mulai dari
program pemberian Bantuan Langsung Tunai Dana Desa (BLT DD), anggaran
Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM-Mikro), maupun Program
Ketahanan Pangan, harus dilaksanakan Desa. Hal ini sesuai dengan Perpres 104
Tahun 2021.
Memang pada awalnya Pemerintah Desa keberatan dengan
adanya peraturan yang mengatur prosentase penggunaan Dana Desa. Hal ini
merupakan tugas pendamping untuk mensosialisasi, memfasilitasi dan monitoring
pelaksanaan peraturan tersebut. Mulai dari menjelaskan bahwa kegiatan–kegiatan
tersebut adalah upaya Pemerintah Pusat untuk melindungi semua warga Negara dari
wabah Covid-19, kemudian mendampingi penganggarannya dan pendataan warga
penerima manfaat BLT DD serta memfasilitasi jalannya Musyawarah Desa Khusus
penetapan KPM BLT DD.
Tak terasa sudah tiga tahun aku mendampingi Desa–Desa
di Kecamatan Dukun. Bukan waktu yang lama dibanding teman–teman pendamping yang
lain. Banyak hal yang pastinya menambah wawasan dan pengetahuanku. Banyak pula
permasalahan yang harus disikapi dengan bijak. Namun yang pasti, selagi kita
berusaha, insyaAllaah tidak ada yang
percuma, karena hasil tidak akan membohongi usaha. Demikian pula dengan pendampingan
yang aku lakukan, memotivasi semangat, baik untukku maupun untuk orang lain
adalah sebagian dari kunci keberhasilan agar apa yang kita lakukan tidak kandas
ditengah jalan. Ingat pepatah Jawa “Sopo
temen bakal tinemu” (siapa yang berusaha akan mendapatkan hasil). Wallahu ‘alam bishawab.
Penulis: Lily
Aliansi
0 Komentar