Oleh: Pujianto
Pagar
Dewa adalah sebuah dataran wilayah yang secara geografis terletak pada 104,0o -
105,018o Bujur Timur dan 402,0o - 404,6o Lintang Selatan serta 20 meter diatas
permukaan laut dengan kawasan pemukiman penduduknya berpusat di daerah aliran
sungai Tulang Bawang pada titik percabangan sungai Way Kanan dan sungai Way
Kiri, dan merupakan bagian Kabupaten Tulang Bawang Barat, Provinsi Lampung.
Pagar
Dewa karena letaknya yang terpencil menyendiri dari kawasan pemukiman lainya
menjadikannya sebagai Tiyuh Tua dengan berbagai warisan kebudayaan, potensi
alam, serta hikayat dan cerita sejarah leluhur masih terpendam bahkan mulai
terlupakan.
Dana
Desa sejak pertama kali di turunkan tahun 2005 digunakan untuk berbagai
kebutuhan pembangunan desa baik pemberdayaan masyarakat, peningkatan
perkonomian maupun pembangunan imfrastruktur desa. Pendamping Desa Teknik
Infrastruktur secara khusus bertugas mendampingi proses pembangunan sarana dan
prasarana desa sejak dari perencanaa, pelaksanaan sampai pertanggungjawabannya.
Dengan
semangat pembangunan dan filosofi melestarikan kearifan lokal Pendamping Desa
Teknik Infrastruktur mengajak Pemerintahan Desa bersama tokoh masyarakat dan tokoh
adat mencari informasi tentang potensi desa yang dapat dijadikan karakteristik,
ciri khas, keunikan dan nilai plus yang diharapkan dapat memperkenalkan
keberadaan dan menjadi daya tarik wilayah ini, sehingga dimasa mendatang dapat
menjadi daya tarik dan target kunjungan wisatawan baik domestik maupun manca
negara. Dari sinilah diperoleh banyak informasi tentang sejarah masa lalu Bumi
Pagar Dewa yang diantaranya adalah Legenda Putri Balau, Sejarah Tebing Suluh,
Budaya Canang, Legenda Galah Bambu Kuning, Hikayat Jimou Pager Dewo Mengan
Jimou, Sejarah Umbul Bedaro, Legenda Lembah Bakhem, Hikayat Kapal Meneng dan
masih banyak lagi cerita rakyat Pagar Dewa yang bahkan generasi muda saat ini
tidak mengetahuinya.
Melihat
kondisi ini Pendamping Desa Teknik Infrastruktur merasa terpanggil untuk
sedikit demi sedikit berperan aktif, supaya anak-anak dan generasi muda Pagar
Dewa saat ini dapat menumbuhkan rasa memiliki bahkan mincintai alam bumi
leluhur mereka ini dengan cara mengetahui, mengenang dan tidak melupakan serta
dapat menceritakan berbagai riwayat bersejarah yang ada di bumi Pagar Dewa.
Diawali
pada pertengahan tahun 2019 Pendamping Desa Teknik Infrastruktur berkomunikasi
dengan Kepalo Tiyuh Bujung Dewa yaitu Bapak Sapri (Tiyuh = Desa), mengupas dan
menggali berbagai sejarah tentang alam bumi Pagar Dewa, dan pada saat dengan
mempertimbangkan berbagai hal diantaranya situasi tiyuh yang minim ruang
terbuka publik, tidak ada tempat wisata, lokasi, dana, masuknya berbagai budaya
dari luar, dan anak-anak Pagar Dewa yang tidak mengetahui sejarah tanah leluhur
ini, maka diperoleh ide untuk mewujudkan salah satu legenda bumi Pagar Dewa
dengan tujuan supaya para generasi muda merasa penasaran, mencari tahu,
bertanya, dan akhirnya mengerti, mengingat dan dapat bercerita kepada dunia
luar tentang legenda ini, yaitu “Kapal Meneng”.
Selanjutnya
dalam tahapan invetigasi lebih dalam tentang legenda “Kapal Meneng” ini Bapak Sapri sebagai Kepalo Tiyuh menuturkan
bahwa dahulu saat beliau masih dalam usia anak anak sekitar tahun 1980 an di
dalam wilayah Pagar Dewa, di tengah-tengah bentangan lahan diantara daerah
aliran sungai Way Kanan dan sungai Way Kiri, 2,5 km kearah barat dari pintu
gerbang gapura tiyuh Pagar Dewa terdapat sebuah dataran berukuran sekitar 20 m
x 75 m berbentuk seperti dimensi sebuah kapal besar. Bapak Sapri menyatakan
bahwa berdasarkan cerita dari ayahnya dan kakeknya yang diturunkan dari kakek
buyutnya, pada dataran berbentuk kapal tersebut awalnya tertancap kayu sokong
diameter 30 cm dan tinggi 3 m yang diperkirakan sebagai tiang layar sebuah
kapal besar, sehingga para tetua warga Pagar Dewa memperkirakan dan mempercayai
bahwa pada jaman dahulu kala dataran itu adalah sebuah kapal dagang bangsa
asing, bisa dari China, Portugis atau bangsa lainya yang berlabuh di dermaga
perdagangan kerajaan Tulang Bawang, karena dari cerita sejarah rakyat Pagar
Dewa yang lain diketahui bahwa sungai Tulang Bawang ini (sebagian warga
menyebutnya sungai Cakat) bermuara di Laut Jawa (yang berada di bagian timur
Kabupaten Tulang Bawang), dan pada jaman dahulu kala menjadi jalur transportasi
yang sangat ramai sehingga banyak bangsa asing menggunakan kapal besar
berdatangan ke wilayah Pagar Dewa ini untuk keperluan perdagangan.
Pada
kesempatan yang lain Bapak Heman SP sebagai Ketua Adat Marga Tegamo’an
menyatakan bahwa Kapal Meneng ini sebutan untuk sebuah dataran di umbul Lekhou
berbentuk kapal besar, pada saat Bapak Herman SP masih anak-anak sekitar tahun
1960an relief Kapal Meneng ini masih sanagat jelas bentuknya. Menurut cerita
yang diturunkan sejak dari kakek buyutnya pada zaman dahulu kala, sekitar zaman
Kaisar Kubilai Khan dari kekaisaran Momgol dipercaya bahwa bumi Pagar Dewa ini
merupakan pusat kerajaan Tulang Bawang, karena begitu ramainya populasi warga
di wilayah ini maka berdatanganlah para saudagar dan pedagang besar untuk
keperluan perdagangan dengan menggunakan kapal karena sarana tranportasi pada
saat itu hanya memanfaatkan sungai Tulang Bawang yang bermuara di Laut Jawa.
Seiring berjalanya waktu hubungan dagang ini meningkat ketahapan saling
menerima sehingga terjadi pernikahan antara keluarga bangsawan pribumi dengan
kaum pendatang para pedagang. Pada suatu saat akan dilaksanakan perayaan besar
oleh warga pribumi, datanglah keluarga dari Negeri Cina dengan menggunakan
kapal besar membawa segara perkakas peralatan rumah tangga seperti guci,
peralatan makan dan lainya yang terbuat dari bahan keramik porseln untuk
keluarga di tanah Pagar Dewa ini. Setelah kapal ini masuk dan berlabuh terjadi
sebuah kondisi sehingga kapal ini kandas tidak dapat bergerak mundur sehingga
kapal ini hanya diam di tempat ini dan sampai saat ini beriring berjalanya
waktu dengan berbagai kejadian alam kapal ini tinggal berwujud gundukan dataran
yang dimensinya menyerupai kapal bahkan mulai hilang bekasnya karena posisinya
yang termasuk dalam hak guna usaha PT. Permesta Abadi yang bergerak dalam usaha
perkebunan sawit yang dalam aktifitasnya beberapa kali menemukan peralatan
rumah tangga yang terbuat bahan keramik dan porslin.
Tahapan
selanjutnya untuk memanifestasikan legenda “Kapal Meneng” ini maka pada saat
dilaksanakan musyawarah tiyuh pada bulan september tahun 2019 untuk penyusunan
RKP tahun 2020, pembangunan “Monumen Kapal Meneng” diusulkan untuk masuk APBT
2020. “Monumen Kapal Meneng” ini sekalian pembangunanya dengan taman tiyuh
dengan nama kegiatan “Taman Kapal Meneng”. Setelah itu bersama Bapak Sapri
mendesign taman tiyuh dengan ikon utamanya adalah Kapal Meneng.
Pembangunan “Taman Kapal Meneng” ini dimulai bulan juni tahun 2020 sampai tahun 2021. Hal ini menarik perhatian warga sekitar Tiyuh Bujung Dewa untuk datang melihatnya. Pada saat orang- orang dan anak-anak bertanya apakah kapal meneng ini? maka para orang tua Pagar Dewa menceritakan Legenda Kapal Meneng ini sebagai bagian sejarah masa lalu tentang Bumi Pagar Dewa ini. Terwujudnya manifestasi “Taman Kapal Meneng” ini menjadi ikon kebanggaan warga Tiyuh Bujung Dewa, bahkan menjadi tempat tujuan masyarakat sekitar untuk sekedar singgah dan refresing bersama keluarga. Hal ini berdampak positif dalam peningkatan perekonomian warga setempat, kareana dengan berdatanganya para pengunjung maka beberapa warga Tiyuh Bujung Dewa memanfaatkan situasi ini dengan melakukan aktifitas berjualan minuman dan makanan ringan.
Inilah salah satu cerita rakyat Pagar Dewa, semoga hal ini dapat bermanfaat bagi masyarakat, generasi muda dan pihak-pihak yang berkepentingan. Penulis akan terus melakukan aktivitas observasi, investigasi, exploraasi bahkan manivestasi tentang sejarah Bumi Pagar Dewa supaya tetap lestari ditengah himpitan perkembangan zaman. Penulis mengharapkan kritik dan saran untuk lebih baiknya karya tulis yang dihasilkan dimasa mendatang.
0 Komentar