Inovasi Desa



Pengalaman menjadi pendamping desa Kementrian Desa dan PDTT (Pembangunan daerah Tertinggal dan Transmigrasi) RI sangat menarik untuk saya tuliskan disini. Berbicara desa, banyak hal jika ditulis pada catatan kerja harian penulis sebagai pendamping desa, sekaligus bukti bekerja administratif seorang pendamping desa untuk menjalankan amanat UU Desa Nomor 6 Tahun 2014 menuju desa yang lebih maju dengan inovasi desa yang berkualitas dan manfaat.

Kami akan bercerita, proses perencanaan dan berapa lama pendamping desa live in di desa, berikut kami akan menulisklan pengalaman hasil live in dan riset penulis selama 8 bulan menjadi PLD, atau tepatnya Desember 2022. Proses live in, diawali dengan mencatat potensi-potensi yang mendukung inovasi. Inovasi desa diantaranya Desa Sokatengah yang berbasis pertanian dan ladang pegunungan berupa tanaman hias mendorong desa wisata, Desa Carul berbasis pertanian dan ladang pegunungan punya ide festival Kitiran (permainan baling-baling bambu), Desa Cawitali berbasis pertanian dan ladang pegunungan mempunyai produk air mineral untuk mendukung BUMDES, Desa Pagerkasih berbasis pertanian dan ladang pegunungan mempunyai ide gagasan inovasi peternakan mendorong bahan pangan untuk mendukung angka perbaikan stunting.

Dari 4 desa, penulis fokus pada Desa Carul dari waktu pengalaman 8 bulan ini pendamping desa, kami bersama pemerintah Desa Carul kerjasama dengan jaringan lembaga dan organisasi kebudayaan luar Desa Carul, outputnya berhasil mendorong inovasi desa dengan festival kitiran. Pemerintdah Desa Carul 35.000 juta rupiah melalui Musrebangdesa, festival kitiran dipandang perlu sebuah permainan tradisional kitiran ini menjadi sebuah hal yang sudah turun temurun sejak jaman Belanda masuk atau tepatnya jaman Majapahit.

Sejarah kitiran, berawal dari hobi dan nilai seni, hobi memasang kitiran turun-temurun warga Carul dan sekitarnya. Kemudian, diadakan festival Kitiran Desa Carul mendapatkan antusias warga. Permainan Kitiran, awalnya sebagai hiburan warga mayoritas petani desa Carul setelah bekerja, Kitiran ini menjadi pilihan beberapa pemuda karangtaruna dan dorongan para orang tua (sesepuh desa) yang kemudian disampaikan kepada pemerintah desa.

Berikut ini catatan harian penulis 27 Juni 2023, pengalaman penulis inovasi desa pada festival kitiran Desa Carul, di jauh lereng pegunungan 1 km suara terdengar, Thoar.. Thoar..thoar .. thoar di selingi angin, hung.... hung  hung. Suara kitiran berbunyi semakin keras jika angin lebih kecang, suara itu disambut wajah ceria warga desa tua dan muda, anak anak. Sementara terlihat bambu tali untuk baling-baling kitiran. Kitiran siang hari berbunyi suara keras bahkan jika malam hari kitiran mengeluarkan api memutar angin digunung Tukung Desa Carul Kecamatan Bumijawa Kabupaten Tegal.

Siang itu, terik matahari panas walaupun didaerah dingin. Terlihat ratusan kitiran dari bambu itu berbunyi dan berputar dengan kencang di pegunungan Tukung, kawasan lereng Gunung Selamat. Salah satu warga RT 01 RW 1 Desa Carul, menuturkan, "Baling-baling kitiran panjangnya 4 meter sampai 7 meter dari kayu jati, kayu surya, kayu waru dengan mengeluarkan suara keras keluar api dari kayu dan bambu beradu. Bahkan dahulu waktu saya kecil baling-baling kitiran panjangnya 8 meter, kalau angin kencang antara jam 13.00 sampai malam hari.

"Kitiran sebagai simbol kitiran 8 meteran, keturunan sampai sekarang kakek saya dulu yang memulai sampai sekarang saya generasi keempat akan lestarikan budaya kitiran." Konon ada, cerita sejarah Belanda datang yang meninggal kitiran besar penjajah itu tentara datang sudah standby ditembak di depan kitiran. Kalau di negara Jepang atau Belanda kitiran digerakan pakai mesin penggerak, kalau di sini alami dengan angin."

Pengamatan penulis dilokasi mengurangi kecepatan angin kencang diatas ketinggian 800 Mpdl dipasang para penghobi kitiran. Untuk menghentikan dengan air atau oli. Lanjut Ruslani, sekitar tahun 1950 sudah ada kitiran jaman dahulu nenek moyang desa ini, awalnya hiburan dan ada nilai tanda makna kemerdekaan setelah di jajah kolonial.

Siang itu sekitar pukul 11.00, acara pembukaan festival kitiran dibuka langsung Bupati Tegal yang diwakili Mokhamad Uwes Qoroni, Kepala Dinas Porapar Kabupaten Tegal, Mokhamad Uwes Qoroni dalam pembukaan festival kitiran kepada wartawan mengatakan, "Festival ini akan menjadi festival tahunan dengan lomba kitiran dengan peserta desa sekitar Desa Carul. Festival selanjutnya berupaya menambah pendukung dan desa wisata dengan kuliner makanan khas, kesenian, serta infrastruktur masuk lokasi wisata. Kami optimis akan menjadi sebuah desa wisata.

Hadir pula dukungan inovasi desa dari Ki Haryo Entus Susmono Ketua Dewan Kebudayaan Kabupaten Tegal bersama pengurus dan komunitas seni dan budaya dilokasi memberikan pantun dan disambut warga dengan meriah. Ki Haryo panggilan akrabnya berharap keberadaan festival kitiran ada nilai kebudayaan yang bisa mendatangkan berkah dan rejeki bagi warga disini, dilanjutkan dengan sambutan panitia dan Kepala Desa Carul.

Terlihat hadir juga tamu undangan perwakilan Gubernur Jawa Tengah diwakili oleh Ely dari Dinsos Provinsi Dispermades, Dinas Kebudyaan, Dewan Kebudyaan Kabupaten, Dewan Kesenian Kabupaten Tegal, Karangtaruna Kabupaten Tegal dan pendamping lokal desa. Sore harinya pukul 16.00 diadakan tradisi kebudayaan baritan di Desa Carul yang merupakan juga rangkaian acara tiap tahun itu.

M. Agus sekretaris Desa Carul dan sekaligus panitia festival kitiran mengatakan, kami akan terus melakukan tahapan teknis, alhamdulilah acara berjalan dengan persiapan 1 tahun dalam penganggaran dan teknis festival kitiran selama dua minggu, tentunya kegiatan ini didukung oleh pemerintah Desa Carul dan swadaya pemuda dan masyarakat sehingga kegiatan festifal kitiran ini berjalan lancar dan dukungan dewan kebudayaan, karangtaruna dan penggiat budaya, pemerintah Kabupaten Tegal, Gubernur Jawa Tengah dan tentunya para wartawan yang andrun inovasi desa berbasis budaya itu.

Berbicara desa, kita bisa berbicara aspek desa ada bidang pertanian, ekonomi, sosial budaya dan sejarah, serta kebudayaan desa itu, ternyata pada waktu itu kitiran menjadi satu kata untuk menyatukan aspek aspek-aspek desa tadi. Festival Kitiran direncanakan diadakan 1 tahun sekali menjadi pilihan inovasi, namun juga tetap dukungan faktor pendukung tradisi bernama kebudayaan warga desa bernama baritan. Baritan sebagai pondasi modal inovasi, untuk memunculkan inovasi ada kitiran sebagai subyek inovasi.

Harapanya festival kitiran yang dipondasi kebudayaan dengan baritan akan menjadi sebuah inovasi desa untuk menjadi warna tersendiri atau identitas desa. Inovasi desa dengan “Festival Kitiran” ini, berdampak pada dikenalnya desa dikancah luas, festival kitiran cermin dari pada pelestarian budaya nenek moyang dahulu, adanya tempat hiburan. Menemukan identitas jati diri kitiran menjadi identitas atau jatidiri desa.

Walaupun berhasil, inovasi Desa Carul ini masih perlu ditata, dimonitoring, evaluasi dan tindaklanjut yang berkenlanjutan. Karena banyak inovasi desa, misal desa wisata berhenti di tengah jalan pada akhirnya berhenti atau mengalami kematian inovasi. Berhenti inovasi desa desa wisata ini disebabkan perencaaan diawal kurang matang dan kurang dukungan dari semua stakeholder desa, masyarakat desa dan pihak luar desa untuk mendukung inovasi itu sendiri.

Penulis juga merasa masih banyak kekurangan dalam menggerakkan inovasi desa berupa festival kitiran. Penulis di desa selain Carul kami menemukan kesulitan-kesulitan dalam pendampingan. Kemungkinan karena selain perencanaan, pendamping desa karena factor live in dan riset belum dikuasai, serta faktor kedekatan emosinal pendamping desa dengan pihak desa sebagai stakeholder pembangunan desa, dan kurangnya faktor lain. Sehingga dalam menggerakan ide atau konsep desa itu belum bisa berjalan secara apa yang menjadi gagasan inovasi desa tidak bisa berjalan atau kematinan inovasi desa.

Penulis ada hambatan dalam pendampingan desa di desa dampingan lain, atau hampir putus asa berhenti dan mengalami kematian ide inovasi desa. karena sulitnya gagasan atau karena kurangnya dukungan atau faktor kepercayaan kami pendamping, kami sedang melakukan tahapan evaluasi diri sebagai pendamping selama 8 bulan ini. Penulis juga sebagai pendamping menyadari, banyak hal-hal yang perlu dirumuskan Kembali untuk menjadi bekal bekerja di desa, tanpa harus menyerah dan putus asa.

Kenapa demikian?, inovasi desa tidak harus dipaksakan menurut versi pendamping, namun juga harus meneliti lebih jauh sikap desa dampingan dan sikap pemerintah desa sebagai tolok ukur keberhasilan inovasi desa itu. Penulis juga bertanya?, apakah perlu dan tidak perlu agar keberhasilan inovasi desa tidak mengalami kematian. Namun pengalaman penulis selama bergulat dengan desa.

Penulis, belajar dari inovasi festival kitiran Desa Carul, Kecamatan Bumijawawa Kabupaten Tegal. Inovasi desa berhasil jika menyesuaikan dengan kondisi dan keadaan masyarakat, serta menganalisa peluang atau kekuatan serta hambatan untuk segera kita temukan. Ide gagasan pendamping desa jangan sampai pada kematian inovasi desa ini agar tidak adanya salah langkah sebagai pendamping desa untuk memilih tujuan inovasi desa, cara melakukan inovasi desa, pelaksanaan inovasi desa serta bagaimana konsep inovasi desa diterima dan disetujui dan didukung penuh oleh masyarakat.

Namun, penulis sebagai pendamping tidak berhenti, tidak berhenti mengatasi dengan memecahkan bersama dengan tim kerja pendamping desa. Ada peluang besar, pastinya mendukung inovasi desa sebuah keharusan seorang pendamping desa harus melakukan sebuah gebrakan. Jika pendamping desa melakukan hal yang kecil, tetapi pasti dan bermakna bagi dukungan inovasi desa, ini hal yang baik dan ditunggu oleh amanat UU desa. Desa dan masyarakat desa sisi lain butuh gagasan-gagasan dan ide-ide kedepan untuk memajukan desa, tanpa harus menggalang akar sejarah kebudayaan desa, tanpa harus menghilangkan tradisi budaya dan adat desa, tanpa harus memaksakan diri untuk berjalannya inovasi desa.

Penulis, memegang prinsip pegangan bagi seorang pendamping desa, agar tidak terjadi mengalami kematian inovasi desa, sebagai berikut langkah inovasi desa. Pertama, Proses live in (hidup bersama masyarakat) atau, berbaur bermasyarakat, bagi pendamping ini awal kunci yang tepat untuk diterima oleh pemerintah desa dan masyarakat desa. Hal itu juga menguji sikap-sikap kita asli kita sebagai pendamping desa yang bisa diterima oleh kalangan masyarakat yang majemuk. Kedua, menemukan pendukung inovasi desa, namun jika proses live in dilakukan terus menerus dan sungguh kemajemukan atau perbedaan sifat, karakter atau perbedaan yang ada di masyarakat akan menjadikan sebuah kekuatan, kekuatan yang disini pastinya mendorong tujuanya inovasi desa.

Ketiga, Pemetaan desa. Dengan persoalan live in akan menemukan peta persoalan dan solusi plan a dan plan b, atau plan c. Pemetaan desa, sebagai alat pendamping desa tidak harus memaksanakan pilihan inovasi. Keempat, belajar dengan daerah lain yang bisa mendukung inovasi itu, sehingga ada rantai jaringan inovasi desa itu. Kelima, membangun kekuatan jaringan dengan pihak yang mendukung atau menemukan sesuai visi inovasi desa.

Demikian pengalaman inovasi desa, selama 8 bulan kami sebagai pendamping desa (Sokatengah, Carul, Cawitali dan Pagerkasih) Kecamatan Bumijawa, Kabupaten Tegal Jawa Tengah dan pengalaman pendampingan sebelum menjadi pendamping desa. Saat ini penulis relokasi saja per 1 september 2023, penulis selama 2 minggu sedang memahami desa dampingan, desa-desa itu diantaranya Desa Kedungwungu, Desa Mokaha, Desa Penyalahan dan Desa Sitail.

Pada tanggal 1 september 2023 ini hasil live in dan riset penulis di 4 Desa dampingan baru, penulis ini terletak di Kecamatan Jatinegara, Kabupaten Tegal Jawa Tengah. Rencana inovasi desa di Desa Kedungwungu awalnya gagasan infrastukltur gagasan warga desa yang didampingi adanya museum kebudayaan. Namun, desa Mokaha adanya ide inovasi desa penanaman jambu mendukung wisata arena balap religi dukuh Tlaga Jaya dan makam Mbah Fatah, ide inovasi desa. Desa Penyalahan inovasi produk bambu mendukung kuliner wisata makam Mbah Patih dan Desa Sitail gagasan ide inovasi desa bumi perkemahan.

Semoga perencanaan penulis tersebut bisa mendampingi pemerintah desa dan masyarakat desa untuk melakukan inovasi desa pemerintah clean and good governance, desa mandiri, mendorong SDGS, meneruskan cita-cita kemerdakaan bangsa ini dan terakhir mengimplementasikan UU Desa Nomor 6 Tahun 2014. Semoga, salam kemenangan desa di era 4,0 menuju 5.0.



PenulisEko Wahyudi (PLD Kecamatan Jatinegara Kabupaten Tegal)

Posting Komentar

0 Komentar