“Ssst...diam!”
desis Ayah. Aku terdiam dalam kebingungan. Bertanya-tanya, kenapa ayah
menyuruhku diam. Siang itu kami pergi memancing di sungai dekat kebun kami.
Sejak dua hari yang lalu kami menginap di kebun. Untuk lauk makan, Ayah biasa
memancing atau “meramet jangko” di sungai. Itu bahasa Aceh, terjemahannya,
menjerat ikan jangko atau ikan manis. Kami memancing dan menangguk udang di
alur sungai. Sepulang dari sungai itulah, di tengah jalan Ayah menghentikan
langkah dan bersembunyi di rimbunnya semak.
Melihat
sikap Ayah, aku terdiam, segera ikut bersembunyi. Bukan main terkejutku,
ternyata di setapak di depan kami ada Nenek. Besar! Dia berjalan perlahan, tak
tergesa, penuh percaya diri. Terkesima, takjub sekaligus takut, aku bergeser ke
balik punggung Ayah, sambil mencengkeram lengannya.
Untuk
pertama kali dalam hidupku aku menyaksikan Nenek (panggilan rakyat Aceh Barat
Daya untuk harimau) dengan mata kepalaku sendiri. Biasanya aku hanya melihat
Nenek dari gambar, atau di layar televisi. Kali ini berbeda!. Harimau itu
berjalan begitu anggun, gagah, seolah berkata, “Akulah Sang Raja! Semua
penghuni hutan tunduk serta patuh padaku.”
Rasa
takjub, kagum bercampur hormat dan takut campur aduk dalam dada. Itulah
pengalaman pertama selaligus terakhirku bertemu harimau di habitat aslinya.
Bertahun-tahun setelah itu barulah aku tahu bahwa harimau Sumatera adalah hewan
yang dilindungi. Bukan saja karena kelangkaannya, tapi karena harimau adalah
satu dari empat satwa kunci Sumatera.
Tahun
2017 November lewatlah di beranda akun media sosialku, sebuah pengumuman
tentang bea siswa seri pelatihan Women Media Champion PEREMPUAN PEDULI LEUSER.
Sebuah rangkaian pelatihan selama lima bulan, yang diselenggarakan sebuah ORNOP
lokal bekerjasama dengan sebuah badan asing.
Aku
mengirimkan lamaran, dan ternyata diterima! Sungguh bahagia, dan setengah tak
menyangka, bakal dipertemukan dengan 24 perempuan luar biasa dari berbagai
latar belakang, yang berasal dari lima Kabupaten/Kota se-Aceh. Beberapa
mewakili kabupaten yang berada di Kawasan Ekosistem Leuser. Yaitu Aceh
Tenggara, Gayo Lues, Aceh Selatan, Aceh Barat Daya (ABDYA), dan Banda Aceh
sebagai sentra kegiatan, hingga saat ini.
Dalam
seri pelatihan tentang lingkungan ini kami mendapat kelas-kelas yang diampu
oleh ahlinya. Mataku benar-benar dibuat melek, wawasanku terbuka lebar tentang
banyak hal yang tidak kuketahui sebelumnya, terutama tentang lingkungan.
Ternyata
tidak hanya harimau yang merupakan satwa kunci Sumatera. Namun masih ada badak,
orang utan dan gajah. Merekalah kunci penyangga kelestarian Leuser, yang
merupakan benteng terakhir keempat satwa indah ini di Sumatera. Hanya di Leuser
kita dapat menemukan keempat satwa ini bersama-sama di satu wilayah. Sehingga
ada istilah diantara kami "Apalah artinya Leuser tanpa mereka".
Empat
satwa kunci Sumatera tersebar di beberapa kabupaten. Abdya dihuni harimau dan
orang utan, Aceh Selatan menjadi tempat hidup gajah, orang utan dan harimau.
Sementara di Aceh Tenggara dan Gayo Lues hidup pula orang utan, harimau dan
badak.
Di
pelatihan ini aku belajar bahwa menjaga lingkungam dapat di lakukan dengan cara
sederhana. Misalnya dengan membiasakan diri memilah dan membuang sampah pada
tempatnya, membawa air minum dalam tempat sendiri kemana pun pergi. Sederhana,
namun jika dilakukan dengan serius maka dampaknya akan cukup besar.
Aku juga
jadi memahami kebiasaan hewan-hewan ini. Gajah misalnya, dia mampu mengingat
jalur lintasannya di hutan. Dia juga mengingat orang yang menyayangi atau orang
yg memusuhinya. Gajah dan orangutan juga disebut para petani hutan, penyebar
benih. Karena ketika mereka memakan buah- buahan, bijinya yang ikut tertelan
kelak akan dibuang melalui tinja, di tempat lain. Dari biji itu kelak akan
tumbuh pohon baru.
Badak
yang suka berkubang untuk menurunkan suhu tubuh, harimau yang pandai berenang
dan gajah yang tinggi besar itu ternyata suka bermanja. Kubuktikan ini ketika
mengunjungi CRU gajah di Trumon, Aceh Selatan. Saat itu, seekor bayi gajah,
Intan namanya, menunjukkan kelucuannya bermanja-manja pada mahout (pawang) nya.
Dia juga bermanja padaku, yang membuat hatiku berbunga-bunga.
Suatu
magrib, aku mendapat sebuah kenangan tak terlupakan. Saat itu, selesai shalat
aku membaca Al Quran. Secara tidak sengaja, tanganku membuka surah Ar Rum ayat
41 dan 42. Dikatakan dalam ayat-ayat itu bahwa kerusakan di bumi dan di laut
disebabkan tangan manusia. Allah SWT telah mengtakan bahwa manusia bisa jadi
perusak! Dan ternyata masih banyak lagi surah-surah tentang lingkungan dalam
Al-Quran.
Seketika,
pikiranku mengembara ke masa pelatihan. Begitu banyak ilmu yang kudapat. Ilmu
fotografi, videografi, menulis dan strategi kampanye di media sosial. Namun
yang paling berkesan adalah, aku dipertemukan dengan teman-teman sefrekwensi,
yang kini sudah seperti keluarga sendiri.
Dalam
serial pelatihan itu, kami mendapat program living in, atau tinggal selama
beberapa hari di beberapa beberapa desa yang termasuk dalam lingkungan Kawasan
Ekosistem Leuser (KEL). Kelompokku mendapat tempat di Manggamat, Kecamatan
Kluet, Aceh Selatan. Daerah yang terkenal dengan pertambangan emasnya.
Manggamat
ini alamnya benar-benar gegara pertambangan, ditambah polusi udara yang hebat,
karena rutin dilewati truk pengangkut material pertbangan. Di area sungai dan
pertambangan terdapat lubang-lubang sisa galian, menganga lebar seperti mulut
raksasa lapar. Jika ini dibiarkan saja maka Manggamat benar akan kiamat!
Namun
sikap warga terhadap polusi logam berat yang dihasilkan tambang tradisional
terlihat santai dan seperti tak peduli. Di rumah salah satu warga yang
penambang tradisional, mesin glondong (mesin pemecah batu sekaligus mesin
pemilah batu dengan emas) miliknya diletakkan dipekarangan rumah, dekat sumur
yang digunakan oleh sekeluarga.
“Pak!
Tidak takut sumurnya tercemar?” tanyaku ketika aku dan kelompokku berkunjung ke
rumah penambang ini dan melihat mesin glondongnya. “Tidak, sumurnya tidak kena
apa-apa,” enteng saja jawab si bapak. Kami cuma bisa melongo. Kira semua tahu
bahaya merkuri, yang dalam hal ini digunakan untuk mencuci emas hingga terpisah
dari batu. Terpapar merkuri dapat menyebabkan cacat pada janin dalam kandungan,
gangguan neurosis dan banyak lagi. Kami benar-benar prohatin, apalagi si bapak
memiliki bayi.
Aku dan
teman-teman pelan-pelan berusaha menerangkan betapa berbahayanya merkuri. Namun
suami-istri penambang tradisional itu anteng-anteng saja menanggapinya. Hari
itu kami semua satu kelompok sulit tidur dan tidak enak makan karena selalu
teringat bapak penambang tadi dan keluarganya.
Di rumah
yang kami tempati selama live in, kami melihat ada sesuatu di pekarangan
samping rumah. Seperti ada beberapa benda yang ditutup sarnet, jala hitam
pelindung tanaman dari sinar matahari. Saat kami dekati, ternyata itu adalah
sejumlah bibit pala.
Malamnya,
Sheila temanku bertanya kepada bapak pemilik rumah, "Pak itu bibit pala
darimana?” “Oh itu dari Dinas Pertanian. Itu bibit, namanya "pala
sambungan",” sahut bapak pemilik rumah. Pala sambungan? Serempak kami
bertanya sembari saling menatap satu sama lain, tidak mengerti. Lalu Pak
Heboris, pemilik rumah, menjelaskan pada kami, apa itu pala sambungan.
Dimasa
lalu, Aceh Selatan pernah menjadi primadona perdagangan pala. Namun, kini
perdagangan pala di Aceh Selatan telah lama lesu, akibat pohon pala banyak yang
diserang hama. Pala sambungan adalah terobosan yang dilakukan Dinas Pertanian
Aceh Selatan, agar tanaman pala dapat kembali berproduksi dengan baik. Teknik
pala sambungan ini, secara sederhana, adalah menyambungkan dua batang pohon
pala menjadi satu.
Teknik
Penyambungan pada tanaman pala yaitu teknik pengembangbiakan vegetatif pada
tanaman pala dengan cara penyambungan (grafting) yang dilakukan setelah tanaman
dewasa. Teknik tersebut digunakan untuk memperbaiki tanaman pala dewasa yang
tidak produktif atau tidak berbuah. Tanaman tidak produktif ini biasanya
tanaman dewasa berkelamin jantan. Teknik penyambungan ini bertujuan untuk
membuat tanaman berkelamin jantan dapat berbuah sehingga tidak merugikan bagi
para petani.
Sesuai
dengan manfaat dari penyambungan untuk memperbaiki sifat tanaman antara lain
yang pertama adalah memperbaiki kualitas dan kuantitas hasil tanaman,
dihasilkan gabungan tanaman baru yang mempunyai keunggulan dari segi perakaran
dan produksinya, juga dapat mempercepat waktu berbunga dan berbuah (tanaman
berumur genjah) serta menghasilkan tanaman yang sifat berbuahnya sama dengan
induknya.
Kemudian
yang ketiga bisa dengan mengatur proporsi tanaman agar memberikan hasil yang
lebih baik, tindakan ini dilakukan khususnya pada tanaman pala dewasa yang
tidak produktif. Ketiga adalah peremajaan tanpa menebang pohon tua, sehingga
tidak memerlukan bibit baru dan menghemat biaya eksploitasi. Peremajaan total
berlaku sebaliknya.
Penyambungan
atau enten (grafting) adalah penggabungan dua bagian tanaman yang berlainan
sedemikian rupa sehingga merupakan satu kesatuan yang utuh dan tumbuh sebagai
satu tanaman setelah terjadi regenerasi jaringan pada bekas luka sambungan atau
tautannya. Bagian bawah (yang mempunyai perakaran) yang menerima sambungan
disebut batang bawah (rootstock atau understock) atau sering disebut stock.
Bagian tanaman yang disambungkan atau disebut batang atas (scion) dan merupakan
sepotong batang yang mempunyai lebih dari satu mata tunas (entres), baik itu
berupa tunas pucuk atau tunas samping.
Dalam
melalukan teknik sambung pucuk (grafting) supaya tingkat keberhasilannya tinggi
yaitu memiliki syarat pada batang atas dan bawah yang akan digunakan. Syarat
batang bawah untuk sambungan menggunakan batang tunas air yaitu batang yang
masih hijau dan arah tumbuh keatas. Selain itu juga batang bawah Berdiameter
3-5 mm batang dalam fase pertumbuhan yang optimum (tingkat kesuburannya baik),
kambiumnya aktif, sehingga memudahkan dalam pengupasan dan proses merekatnya
mata tempel kebatang bawah.
Syarat
batang atas untuk sambungan atas antara lain: batang atas atau entres yang akan
disambungkan pada batang bawah diambil dari pohon induk yang sehat dan tidak
terserang hama dan penyakit. Pengambilan entres ini dilakukan dengan
menggunakan gunting setek atau silet yang tajam (agar diperoleh potongan yang
halus dan tidak mengalami kerusakan) dan bersih (agar entres tidak
terkontaminasi oleh penyakit).
Entres
yang akan diambil sebaiknya dalam keadaan dorman (istirahat) pucuknya serta
tidak terlalu tua dan juga tidak terlalu muda (setengah berkayu). Panjangnya
kurang lebih 10 cm dari ujung pucuk, dengan diameter sedikit lebih kecil atau
sama besar dengan diameter batang bawahnya. Entres dalam keadaan dorman ini
bila dipijat dengan dua jari tangan akan terasa padat, tetapi dengan mudah bisa
dipotong dengan pisau silet. Selain itu bila dilengkungkan keadaannya tidak
lentur tetapi sudah cukup tegar.
Entres
sebaiknya dipilih dari bagian cabang yang terkena sinar matahari penuh (tidak
ternaungi) sehingga memungkinkan cabang memiliki mata tunas yang tumbuh sehat
dan subur. Bila pada waktunya pengambilan entres, keadaan pucuknya sedang
tumbuh tunas baru (trubus) atau sedang berdaun muda, maka bagian pucuk muda ini
dibuang dan bagian pangkalnya sepanjang 5-10 cm dapat digunakan sebagai entres.
Pada
tanaman pala bila entres yang digunakan berasal dari cabang yang tumbuh tegak
lurus, maka bibit sambungannya akan tumbuh tegak dengan percabangan ke semua
arah atau simetris. Namun bila diambil dari cabang yang lain, pertumbuhan
bibitnya akan mengarah ke samping, berbentuk seperti kipas. Bentuk ini
berangsur-angsur hilang bila tanaman dewasa.
Begitulah
Pak Heboris menjelaskan panjang lebar. Kenangan masa live in itu masih sangat
jelas terpatri dalam ingatan. Sekarang aku berdiri di hadapan bapak-bapak dan
ibu-ibu warga deasa sebagai Pendamping Lokal Desa (PLD), menjelaskan
menjelaskan tentang desa PROKLIM (Desa Pro iklim) kepada masyarakat di sebuah
desa di Kawasan Ekosistem Leuser (KEL). Kujelaskan juga tentang pala sambungan,
dan bahwa ternyata tanaman durian yang merupakan pohon kebanggaan masyarakat
Aceh Barat Daya dan Aceh Selatan, dapat dijadikan bibit sambungan juga.
Ternyata
semua ilmu yang didapat di pelatihan dulu sangat berguna, dan dapat
diaplikasikan sekarang sebagai pendamping teruta sistem pola sambung pada
tanaman. Aku selalu mengucapkan alhamdulillah, karena Pak Geuchiek (KADES) dan
semua perangkat desa sangat mendukung program proklim. Walau demikian, tetap
saja butuh waktu yang sangat panjang untuk menjelaskan program PROKLIM ini agar
masyarakat mengerti dan mau menerimanya Disetiap pertemuan tak lelah-lelajnya
aku menjelaskan segala sesuatu terkait PROKLIM.
Berkat
pendampingan tersebut, melalui Bu Dewi dari Dinas Lingkungan Hidup dan
Kebersihan (DLHK) yang selalu membina kita sekaligus menjadi mentor kita, desa
Panton Raya yang kudampingi berhasil mendapatkan bantuan WC 15 Unit bagi warga
desa.
Februari
2023, penempatan tugasku dipindahkan. Sempat bingung dan bimbang memikirkan
bagaimana nasib desa Panton Raya dengan sekian banyak program lanjutannya, aku
sadar bahwa kalau hendak berbakti pada masyakarakat harus selalu siap, walau
ditempatkan di mana pun, dan walau harus memulai kembali dari nol sekali pun.
Akhirnya
aku ambil keputusan, akan tetap membantu Desa dalam program PROKLIM. Saat ini
desa sedang kami usulkan ke PT ASTRA untuk bisa menjadi Desa Binaan. Menurut Bu
Dewi dari DLHK, dengan menjadi Desa Binaan PT ASTRA akan bayak manfaat yang
didapatkan desa, salah satunya akan mendapat pelatihan peningkatan kapasitas di
bidang lingkungan dan lain-lain.
Ini
adalah hal baru untukku. Aku mesti juga belar tentang lingkungan agar dapat
menjelaskan kepada masyarakat. Mengubah pola pikir lama masyarakat tidaklah
mudah, butuh ketekunan dan kesabaran. Menurutku, bicara soal pemberdayaan
adalah bicara tentang seni, seni komunikasi yaitu bagaimana kita berkomunikasi
dengan masyarakat yang terdiri dari berbagai macam karakter dan latar
pendidikan, mulai orang tua, dewasa dan anak-anak.
Memang
aku belum bisa mengubah semua kebiasaan warga desa yang rata-rata berprofesi
sebagai pembalak liar. Tapi minimal sudah ada yang mau mendengarkan himbauanku.
Nyatanya ada beberapa pemuda yang semula adalah pembalak liar, sekarang mereka
sudah alih profesi.
Sebenarnya
banyak sekali program yang akan dijalan kan di desa Panton Raya. Misalnya
bagaimana mengemnbangkan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dengan menjadikan desa
Panton Raya menjadi Desa Wisata yang berintegarasi dengan Masyarakat. Sungai
Krueng Beukah yang melintasi Desa Panton Labu akan kita jadikan sarana event
olahraga arung jeram.
Sedangkan
aliran iragasi akan kami jadilan wisata river boarding. Selain itu ada banyak
lokasi perkemahan yang sangat bagus di puncak bukit menuju Gunung Kila,
menawarkan pemandangan yang menawan. Namun apa daya, “surat keramat” telah
keluar, dan aku pun harus pindah tugas ke Desa yang baru/ Harus mulai dari awal
lagi, harus mulai dengan pendekatan dan sejuta penjelasan lagi. Semoga Desa
Panton Raya tetap akan melanjut kan cita-cita mensejahterakan warganya.
Penulis: Khairiyah (PLD Aceh Barat Daya)
0 Komentar