Sejumlah
anak tampak riang bermain kejar-kejaran di sudut lorong-lorong perkampungan.
Sebagian yang lain tengah asyik bermain Ken Oh, (Senapan Bambu), dan yang lain
asyik bermain Loit Hau (Cungkil Kayu). Ditengah keriuhan, ada wajah lusuh yang
asyik sendirian di pojok, sebuah pondok yang berdaun pelepah, dan berdinding
gewang.
Di
kampung itu, terlihat aktifitas para petani sepulang menggarap kebunnya. Saling
menyapa, tradisi kekerabatan masyarakat di desa itu. Desa Oelnasi, nama kampung
itu. Terletak di Kecamatan Kupang Tengah Kabupaten Kupang. Bertani menjadi
harapan hidupnya. Walau rendahnya curah hujan, namun sedikit hasil pertanian
musim ini ditambah peliharaan ternak, sudah cukup untuk penuhi kebutuhan hidup.
Kondisi
pertanian dan peternakan di desa itu, bertahan dari tahun ke tahun. Kebutuhan
terpenuhi, namun tetap saja menyimpan sejuta persoalan. Sanitasi yang buruk,
asupan gizi yang kurang, serta rendahnya pemahaman masyarakat akan hidup bersih
dan sehat, berandil pada tingginya angka balita stunting di kampung itu.
Berdasarkan
Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) Kementerian Kesehatan, prevalensi balita
stunting di Nusa Tenggara Timur (NTT) pada tahun 2022, menempati posisi teratas
dengan angka balita stunting sebesar 35,3%. dari 34 provinsi di Indonesia.
Tingginya angka balita stunting di NTT, memicu semangat para Tenaga Pendamping
Professional (TPP), dan berkolaborasi dengan pemerintahan desa untuk menyatakan
perang melawan stunting, dengan menjadi intervensi dana desa sebagai senjata
ampuh penurunan angka stunting di tingkat desa.
Pernyataan
perang melawan stunting, bukan sekedar selogan pengelola pemerintah desa.
Sebagai bukti, keseriusan perang melawan stunting, Pemerintah Desa Oelnasi,
pada tahun 2023 mengalokasikan dana khusus untuk stunting sebesar Rp.
334.500.000. Besarnya pagu anggaran tersbut mengalami peningkatan dari tahun
sebelumnya, yakni pada tahun 2022 sebesar Rp. 232.200.000. Ada senyum, di saat
rapat. warga sangat berharap, uang sebanyak itu bisa menyelesaikan masalah
Kesehatan, terutama stunting di desa kami, tutur seorang warga.
Intervensi
dana desa, untuk menekan angka balita stunting masih menjadi program primadona
di kalangan masyarakat desa. Adanya intervensi dana desa, berandil besar untuk
menurunkan angka stunting pada skala local di tingkat pemerintahan Desa
Oelnasi. Penurunan angka stunting di tingkat desa, turut berandil penurunan
stunting di tingkat kabupaten, provinsi maupun pemerintah pusat. Hirarki
berjenjang, dalam program penuntasan stunting berskala nasional menjadi harapan
besar semua orang.
Stunting
adalah kondisi dimana tinggi badan anak lebih pendek dari anak lain seusianya
akibat kekurangan gizi yang berkepanjangan. Kondisi demikian menjadi momok yang
menakutkan. Jika tidak di perangi maka stunting menjadi masalah bangsa yang
pelik karena bersifat irreversible. Artinya, kondisi itu tidak dapat
diperbaiki, terutama setelah anak mencapai usia dua tahun. Untuk itu, upaya
pencegahan sebagai kunci utama dalam mengatasi stunting.
Upaya
penurunan stunting dilakukan melalui dua intervensi gizi, yaitu intervensi
spesifik dan intervensi sensitif. Intervensi spesifik merupakan kegiatan yang
langsung mengatasi penyebab terjadinya stunting dan umumnya diberikan oleh
sektor kesehatan seperti asupan makanan, pencegahan infeksi, status gizi ibu,
penyakit menular dan kesehatan lingkungan.
Sementara
itu, intervensi sensitif merupakan kegiatan yang berhubungan dengan penyebab
tidak langsung stunting yang umumnya berada di luar kewenangan Kementerian
Kesehatan. Dalam penanggulangan permasalahan gizi, intervensi sensitif memiliki
kontribusi sebesar 70 persen sementara intervensi spesifik menyumbang sekitar
30 persennya. Selain dua hal tersebut, diperlukan juga faktor pendukung yang
memungkinkan terjadinya penurunan stunting seperti komitmen politik dan
kebijakan, keterlibatan pemerintah dan lintas sektor serta kapasitas untuk
melaksanakan intervensi yang ada. Jika, tidak demkian, maka upaya penuntasan
stunting terdengar menepuk sebelah tangan. Sebanyak apapun program yang
diluncurkan, jika tidak mendapat dukungan lintas sector maka tidak memberikan
hasil yang maksimal.
Pemerintah
desa, bertanggungjawab untuk menekan angka balita stunting di desanya. Berarti,
dana desa dapat digunakan untuk menanggulangi stunting. Untuk memastikan
stunting menjadi isu prioritas dalam perencanaan di tingkat desa, kepala desa
merekrut Kader Pembangunan Manusia (KPM). Kader Pembangunan Manusia merupakan
kader masyarakat yang bertugas untuk memfasilitasi aksi konvergensi penurunan
stunting di tingkat desa. Pengertian konvergensi intervensi pada sasaran adalah
bahwa setiap ibu hamil, ibu menyusui, ibu nifas, dan anak usia 0-23 bulan
mendapatkan akses layanan atau intervensi yang diperlukan untuk penanganan
stunting secara terintegrasi.
Kader
Pembangunan Manusia mengajak peran serta atau partisipasi masyarakat dan
lembaga dalam proses perencanaan, pelaksanaan kegiatan dan pemantauan; serta
berkoordinasi dengan pelaku program dan lembaga lainnya seperti bidan desa,
petugas puskesmas lainnya (ahli gizi, perawat, sanitarian), guru PAUD dan
aparat desa. Semua pihak di desa itu, turut berandil berdasarkan tugas, dan
fungsinya masing-masing.
Intervensi
dana desa, khusus stunting, telah berjalan baik. Bak gayung bersambut. Dengan
semangat kebersamaan dan gotong royong, harapan akan, penuruan angka balita
stuting di desa Oelnasi dapat terwujud. Itulah program, kegagalan dan
keberhasilan di perlukan alat ukur, untuk menakarnya.
Untuk
menjawab dan mengetahui perkembangan kasus stunting dan capaian program
pencegahan dan penanganan stunting di Desa Oelnasi, maka diperlukan analisis
pengukuran balita sampai tingkat desa. Data balita stunting di Desa Oelnasi
saat ini, adalah dari hasil pengukuran dan penimbangan Bulan Februari 2023.
Jika dibandingkan dengan data hasil pengukuran dan penimbangan bulan Februari
2022.
Desa
Oelnasi merupakan bagian dari wilayah Kecamatan Kupang Tengah Kabupaten Kupang,
terdata 174 KK miskin dari jumlah penduduk 3.086 jiwa. Dengan adanya intervensi
dana desa, sehingga terjadi penurunan angka stunting di Desa Oelnasi, yakni,
pada 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) di tahun 2021 terdapat 8 balita yang
mengalami stunting. Pada Tahun 2022, mengalami kenaikan yakni terdapat 10
balita stunting. Namun dengan adanya intervensi dana desa untuk menekan laju
angka balita stunting maka, pada tahun 2023, yakni, 3 balita stunting. Dengan
demikian, secara drastis terjadi penurunan angka stunting di desa Oelnasi
Kecamatan Kupang Tengah Kabupaten Kupang. Keberhasilan program penurunan angka
balita stunting di desa Oelnasi, sebagai jawaban atas kerja keras yang sudah
diprogramkan dengan baik.
Capaian
keberhasilan penurunan angka balita stunting, tidak berhenti di situ. Masih ada
fator lainnya yang senantiasa menjadi bagian yang tak terpisah dari stunting,
yakni kemiskinan. Setelah di data, Desa Oelnasi terdapat 174 KK miskin.
Kemiskinan turut memberikan andil dalam peningkatan angka stunting.
Miskin
dapat diartikan sebagai sebuah ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar
hidupnya sendiri. Misalnya seperti makanan, tempat tinggal, pendidikan,
kesehatan, hingga pakaian. Kemiskinan adalah indikator ketidakmampuan keluarga
dalam mengatasi ekonomi untuk memperoleh kecukupan kebutuhan keluarga. Keluarga
yang miskin memiliki kemampuan daya beli rendah sehingga sulit memenuhi
kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, perumahan, pendidikan dan lain-lain.
Selain itu kemiskinan juga berdampak pada minimnya akses masyarakat dalam
pelayanan kesehatan. Oleh karena itu kemiskinan dianggap menjadi faktor penting
penyebab terjadinya stunting pada balita. Rumah tangga yang miskin tidak dapat
memenuhi asupan gizi untuk anaknya, sehingga anak berisiko menderita stunting.
Dengan
kondisi seperti itu, berakibat tumbuh kembang anak menjadi terhambat sehingga
menghasilkan sumber daya manusia yang tidak berkualitas. Sumber daya manusia
yang tidak berkualitas tidak dapat memenuhi kebutuhan ekonomi sehingga terjerat
dalam kemiskinan. Seperti itulah kira-kira gambaran mengenai stunting dan
pusaran kemiskinan.
Stunting
merupakan permasalahan yang bukan hanya jadi tanggung jawab satu sektor saja,
tetapi seluruh elemen negara wajib melakukan penanggulangan stunting baik
pencegahan maupun penanganan dampaknya. Pemerintah Kabupaten Kupang harus
melakukan kebijakan intervensi spesifik berupa pemenuhan dan pemantauan gizi
bagi ibu hamil dan balita, pemberian tablet tambah darah bagi remaja putri dan
ibu hamil serta pelayanan kesehatan lainnya seperti pelayanan imunisasi, begitu
juga intervensi sensitif telah dilakukan berupa penanganan Prasarana, Sarana
dan Utilitas Umum (PSU), pengadaan air bersih dan kelayakan sanitasi, serta
bantuan lainnya.
Namun,
kegiatan tersebut akan terlaksana dengan baik jika seluruh lapisan masyarakat
juga ikut aktif berpartisipasi. Salah satu cara yang dapat dilakukan yaitu
mengarahkan masyarakat untuk ikut aktif dalam mengawal gizi ibu dan bayi agar
dapat menekan angka balita stunting. Dengan demikian para Tenaga Pendamping
Professional (TPP), tetap mengawal program primadona, dengan komitmen melakukan
pengawalan, menintervensi dana desa untuk stunting, karena Intervensi dana desa
masih menjadi amunisi ampuh untuk menyatakan perang melawan stunting. Selamat
berjuang para Tenaga Pendamping Professional (TPP) bersama AMIN. Desa Bisa.
Penulis: Rahmatia Hanafi (TPP Kupang NTT)
0 Komentar