Kata Pak Tukang

 


Sang baskara nampak masih malu-malu menyusupkan sinarnya diantara dedaunan dan pohon. Embun perlahan menggeliat naik ke angkasa dan menyisakan hawa dingin di pagi itu. Lampu-lampu temaram di sudut rumah mulai padam, rupanya para penghuninya sudah mulai bersiap untuk berkarya menjemput rejeki dari Sang Maha Kuasa. Cicit burung, kokok ayam, suara kambing dan sapi menambah riuhnya suasana khas pedesaan. Desa Selaras, sebuah desa padat penduduk yang dikepalai oleh seorang kepala desa, Pak Rahman namanya. Desa yang memiliki lahan pertanian yang luas juga potensi peternakan yang bagus itu, memang begitu indah dengan alamnya yang luar biasa mempesona.

Hari itu nampaknya akan menjadi hari yang sibuk di kantor desa karena rencananya selain kegiatan rutin juga akan ada kunjungan lapangan bersama dengan para pendamping desa. Rencana kegiatan itu telah mereka sepakati waktu pelaksanaannya dari seminggu yang lalu. Pemerintah desa yang nantinya difasilitasi oleh para pendamping desa akan melakukan monitoring kegiatan yang telah selesai, sebelum akhirnya nanti dilakukan serah terima pekerjaan. Pak Rahman sudah mulai sibuk sejak habis Subuh tadi. Memberi makan ternak, mengelap motor trail kesayangannya, hingga menyiapkan pakaian dinasnya. Waktu tiba-tiba sudah menunjukkan pukul 06.55. Setelah memakai sepatu, Pak Rahman tergesa-gesa menghabiskan secangkir kopinya yang mulai dingin dan segera menaiki sepeda motornya.

“Lho pak kok buru-buru banget? Mbok pelan-pelan saja gitu lho. Yang hati-hati. Jangan grusa-grusu.” tegur Bu Rahman dari dalam rumah.

“Iya bu, bapak mau membicarakan hal serius dulu sama Pak Sekdes takutnya nanti malah nggak sempat karena keburu apel. Oh ya bu, nanti jangan lupa masak yang banyak ya untuk tamu kita.”

“Iya pak tenang saja. Ibu sudah belanja banyak untuk masak nanti. Memangnya selain pendamping desa, ada siapa lagi to pak?”

“Sama teman-teman perangkat desa saja kok bu.”

“Oh begitu, lha terus kata bapak pekerjaan di Dusun Sedayu yang ada sesuatu itu gimana pak? Apa sudah beres?”

“Makanya ini bapak mau ngobrol dulu sama Pak Sekdes ya tentang hal itu bu. Ya sudah bapak mau berangkat dulu. Aduh nggak sempat ini.  Sudah ya bu. Assalamualaikum.”

“Waalaikumsalam.”

***

Setelah apel pagi dan rapat internal dengan para pemerintah desa lainnya, Pak Rahman memasuki ruangannya sambil terus memandangi layar telepon pintarnya. Sesekali melihat keluar kantor, nampak beberapa warga antre menunggu di depan ruang pelayanan. Pemerintah desa yang bertugas di pelayanan dengan sigap melayani warga, beberapa lainnya telah tenggelam dalam tumpukan kertas laporan pertanggungjawaban dan fokus dengan laptop masing-masing. Suara printer beradu dengan alunan musik dangdut sayup-sayup dari pengeras suara di pojok ruangan, sekedar untuk sedikit mengurangi stress. Pak Tono, sekretaris desa, berjalan menuju ke ruangan Pak Rahman lalu mengetuk pintu dan masuk disusul oleh Pak Barkah, Kaur Perencanaan.

“Apakah teman-teman pendamping desa sudah dihubungi untuk memastikan kegiatan hari ini Pak Tono?” tanya Pak Rahman.

“Sudah pak, tadi pagi saya sudah menghubungi Mas Fandi dan Mbak Trias untuk memastikan dan mereka bisa hadir. Mungkin masih perjalanan pak, desa kita kan paling jauh diantara desa yang lain.”

“Ya benar, kita tunggu saja kalau begitu. Pak Barkah, Pak Tono, sebenarnya ada yang mau saya bicarakan dahulu sebelum para pendamping desa datang. Terkait pekerjaan kita yang di Dusun Sendang.”

“Pak Rahman, untuk itu bapak tenang saja. Pasti para pendamping desa bisa memakluminya dan pasti itu tidak akan menjadi masalah.” jawab Pak Tono.

“Tapi pak sebenarnya saya ragu kalau para pendamping akan memakluminya. Bagaimana kalau mereka akan mempermasalahkan ini? Jujur saja saya khawatir sekali pak.” ujar Pak Barkah yang sedari tadi terlihat gelisah.

“Pak Barkah, apa yang dikatakan Pak Tono ada benarnya. Saya juga yakin bahwa pendamping desa akan memaklumi setelah nanti kita jelaskan alasannya. Tapi ya itupun kalau mereka bertanya lho ya, kalau tidak ya sudah kita diam saja.”

“Tapi pak, apakah tidak sebaiknya kita jelaskan langsung saja pak untuk mencari solusinya bersama-sama? Daripada nanti kita diam dan malah menjadi masalah di kemudian hari, misalnya waktu ada pemeriksaan dari Inspektorat.”

“Pak, sudah tenang saja. Yakin saja kalau tidak akan terjadi masalah apapun.” Pak Rahman meyakinkan.

Tak lama kemudian terdengar dengungan suara tiga sepeda motor memasuki halaman kantor desa. Benar saja Trias, Ipung, dan Fandi Pendamping Desa serta Nanda Pendamping Lokal Desa sudah datang. Setelah memarkir sepeda motor, mereka kemudian bersalaman dengan para pemerintah desa lalu berjalan menuju ruangan Pak Rahman. Terdengar mereka berbincang ringan dan sesekali tertawa bersama menandakan semakin asyiknya obrolan mereka. Ditemani kopi dan sepiring gorengan, mereka membahas berbagai hal. Mulai dari membicarakan hewan ternak, hasil pertanian, hingga membicarakan rencana pembangunan di desa dan berbagai peristiwa yang terjadi di negeri ini.

“Jadi begini mbak, mas, hari ini seperti rencana kita seminggu yang lalu bahwa kita akan melakukan kunjungan ke lapangan untuk monitoring kegiatan pembangunan desa sebelum nantinya dilakukan serah terima pekerjaan. Lokasi yang akan kita kunjungi nanti ada tiga. Dua diantaranya adalah pekerjaan rabat jalan di Dusun Sedayu dan Dusun Serayu. Sedangkan yang satunya adalah pekerjaan tembok penahan tanah di Dusun Sendang.” Jelas Pak Rahman.

“Baik pak Inshaallah kita siap untuk memfasilitasi, nanti kita kunjungi mulai dari lokasi yang paling jauh saja pak.” Jawab Trias.

“Ya mbak begitu juga nggak masalah. Hmm bagaimana mbak dan mas pendamping, apa kita bisa berangkat menuju lokasi sekarang atau mungkin masih ingin istirahat dulu?” tanya Pak Tono.

“Iya pak kita berangkat sekarang saja tidak apa-apa. Daripada nanti malah kesiangan karena lokasinya ada tiga kan pak, jadi biar bisa segera selesai. Apalagi sekarang kalau siang itu matahari rasanya nembus kulit pak. Nanti kita makin gosong. Hahaha.”, jawab Fandi dan disambut tawa oleh semua orang di ruangan itu.

“Baiklah mas kalau begitu. Oh ya Pak Barkah, jangan lupa siapkan meteran serta peralatan lain, kita segera berangkat.” pinta Pak Rahman.

“Iya pak semua sudah siap kita langsung berangkat saja. Mbak Trias, nanti sama saya saja naik motornya karena untuk menuju lokasi selain jauh juga jalannya agak susah. Kasihan mbak Trias kalau bawa motor sendiri”

“Wah Alhamdulillah baiklah Pak Barkah terima kasih banyak. Semoga tidak merepotkan.”

“Ah, tentu saja tidak merepotkan sama sekali mbak.”

Mereka pun segera bergegas menuju lokasi dengan Pak Barkah yang berada di posisi paling depan sebagai penunjuk jalan. Setelah melewati jalan desa selama sekitar lima belas menit, rombongan sepeda motor itu mulai berbelok melewati jalan lingkungan dengan akses jalan rabat yang mulai banyak lubangnya. Tak lama kemudian, sampailah mereka pada lokasi pekerjaan pertama yang akan dilakukan monitoring. Lokasi pertama monitoring ini adalah lokasi pekerjaan rabat jalan yang ada di Dusun Sedayu.

Pekerjaan rabat jalan ini merupakan akses menuju lahan pertanian warga. Diharapkan dengan dibangunnya jalan ini dan ditingkatkan dari yang semula jalan tanah menjadi jalan rabat, maka kendaraan roda empat mampu melaluinya untuk mengangkut hasil pertanian dengan mudah meskipun sedang hujan. Sebelumnya jalan ini akan sangat sulit untuk dilalui kendaraan bermotor apalagi jika sedang hujan. Berjalan kaki saja akan mudah tergelincir, sehingga warga kesulitan mengangkut hasil panen mereka. Tentu dengan dibangunnya jalan rabat disini, warga merasa gembira dan sangat terbantu karena mereka tidak perlu berjalan kaki dengan susah payah untuk memikul panen mereka. Sangat melelahkan.

Pak Tono dan Trias segera mengeluarkan lembaran kertas untuk mencatat hasil monitoring itu. Yang lainnya mulai berjalan dengan membentangkan meteran dan mengukur dimensi jalan yang telah dibangun sambil mengecek pada gambar desain. Pak Tono dan Trias pun sibuk mencatat hasil pengukuran serta beberapa hal penting lainnya. Setelah pengukuran itu selesai, mereka duduk di bawah pohon untuk bersama-sama mencocokkan hasil monitoring dengan desainnya.

“Baiklah saya izin menyampaikan hasil pengukuran di lokasi pertama ini ya pak. Berdasarkan pengukuran dan juga setelah tadi kita hitung bersama, untuk volume pekerjaan ini sudah memenuhi dari desain rencana ya pak. Hanya saja untuk prasasti penanda kegiatan belum terpasang. Disini saya lihat anggaran untuk prasasti penandanya ada, jadi harus dipasang segera.” Ujar Trias.

“Iya mbak. Rencananya hari ini akan dipasang oleh tukangnya, untuk lokasi lainnya juga seperti itu mbak tinggal pasang prasasti penanda. Kemungkinan nanti siang baru akan dipasang.” Jawab Pak Barkah.

“Oh iya pak kalau begitu.”

“Selain itu apakah ada lagi mbak dan mas yang menjadi koreksi? Sehingga kami perlu melakukan perbaikan?” tanya Pak Tono.

“Sejauh ini untuk pekerjaan di lapangan cukup baik pak. Nanti bisa kita lanjutkan untuk fasilitasi penyusunan laporan pertanggungjawabannya juga sekaligus kita koreksi bersama-sama pak.” Jawab Ipung.

“Oh iya satu lagi pak, untuk foto dokumentasinya jangan lupa pada setiap tahapan pekerjaan ya pak. Karena meskipun hanya sepele berupa foto, tapi seringkali tidak ada karena mungkin lupa didokumentasikan.” Sahut Nanda.

“Iya mas siap, untuk itu sudah kami lengkapi.” Jawab Pak Barkah.

“Baiklah kalau disini sudah selesai, bagaimana jika kita lanjutkan ke lokasi kedua? Perjalanannya sekitar sepuluh menit dari sini.” Ujar Pak Rahman.

“Iya mari pak kita lanjutkan perjalanan.” Jawab Fandi.

Mereka segera menuju lokasi kedua yaitu pekerjaan rabat jalan di Dusun Serayu. Jalan ini sama seperti di lokasi pertama, menghubungkan akses pertanian warga. Kondisinya pun hampir sama, jika turun hujan maka jalanan akan menjadi licin sehingga warga kesulitan mengangkut hasil panen mereka. Jika sudah begitu, warga terpaksa jalan memutar yang jaraknya sangat jauh untuk mencapai jalan raya. Maka tak heran jika warga banyak yang mengeluh karena kesulitan yang mereka hadapi menjadikan biaya untuk operasional mereka melambung tinggi, sedangkan harga jual hasil panen mereka tidak menentu. Tak jarang warga mengalami kerugian.

Adanya Dana Desa ini yang bisa digunakan untuk pembangunan akses jalan pertanian warga, tentu sangat membantu dan bermanfaat bagi warga seperti di Desa Selaras ini. Konturnya yang sebagian besar adalah perbukitan dan pegunungan, menjadikan Desa Selaras ini masih banyak terdapat jalan berupa tanah yang sangat licin dan susah ketika hujan. Terbukti, ketika masih tahap perencanaan saja warga sudah sangat antusias ketika mengetahui akses menuju lahan pertanian mereka akan dilakukan pembangunan. Warga seakan tak sabar. Apalagi ketika pembangunan ini sudah selesai, warga sangat senang karena sangat memudahkan mobilisasi hasil panen mereka. Mereka bisa menghemat untuk biaya mobilisasi, tentu manfaat yang tidak bisa terelakkan. Bahagia bukan kepalang.

Sesampainya di lokasi kedua, mereka segera melakukan pengukuran dan mencocokkan dengan desain. Pak Tono dan Trias mencatat, sedangkan yang lain membawa meteran dan mengukur dimensi jalan. Hasil monitoring di lokasi kedua ini pun sudah cukup baik. Seperti di lokasi pertama, tidak ada kendala. Matahari semakin merangkak naik, sinarnya mulai terasa mencubit kulit. Bekal air minum yang mereka bawa hanya tinggal setengah. Setelah istirahat sebentar di sebuah gubuk dan berbincang-bincang, mereka pun memutuskan untuk melanjutkan perjalanan menuju lokasi terakhir.

Sekitar lima belas menit menuju lokasi terakhir, jalan yang dilalui menanjak cukup tajam. Namun di sepanjang jalan, mereka disuguhi pemandangan yang mampu memanjakan mata. Sawah-sawah terasering nampak menghijau, sungai mengalir jernih, hutan yang rimbun, langit begitu cerah dan berwarna biru menambah sempurnanya panorama. Perjalanan kali ini terasa lebih lama, sepeda motor tidak bisa melaju kencang karena medan yang curam dan banyak jalan berlubang.

Akhirnya sampai juga mereka di Dusun Sendang, di lokasi ketiga yaitu pembangunan tembok penahan tanah. Angin semilir menerpa wajah mereka yang tampak mulai berpeluh. Setelah turun dari sepeda motor, Trias melihat sekeliling sebentar. Kemudian kembali lagi bergerombol dengan yang lainnya, ikut menyimak sedikit perbincangan antara Pak Rahman yang sedang menjelaskan sesuatu. Tembok penahan tanah ini dibangun untuk melindungi tebing di sisi kanan jalan yang sering longsor jika hujan. Sehingga jalan bisa tertutup total dan warga memilih menggunakan jalan alternatif lain yang lumayan jauh dan melewati jalan desa lain daripada menunggu sampai jalan itu selesai dibersihkan dari longsoran. Bahkan kadang batu besar atau pohon juga ikut memenuhi jalan karena terbawa tanah longsor. Tentu hal itu membutuhkan waktu yang tidak sebentar untuk membersihkan longsoran, apalagi posisinya berada di tanjakan.

“Kita langsung mulai mengukur atau bagaimana mas, mbak?” Tanya Pak Rahman.

“Sebelumnya saya ingin melihat dokumentasi saat penggalian tanah untuk pondasi dan pemasangan pasangan batu pondasinya pak yang diberi meteran untuk menunjukkan dimensi pondasinya. Apakah sudah sesuai atau belum.” Ujar Trias.

“Wah, anu mbak kalau itu nggak ada. Kemarin lupa untuk foto saat penggalian dan pemasangannya. Jadi gimana ya mbak?” Pak Barkah menanggapi.

“Sebenarnya foto seperti itu akan sangat membantu pak. Seingat saya waktu tahap perencanaan dan ketika kami ikut hadir di awal pelaksanaan pekerjaan ini, kami mengingatkan untuk setiap tahapan pekerjaan agar didokumentasikan ya pak? Misalnya penggalian tanah itu kemudian diberi meteran untuk menunjukkan kedalamannya telah sesuai dengan desain atau belum kemudian difoto. Itu akan sangat berguna pak sebagai salah satu dokumen pendukung yang memperkuat bahwa kegiatan ini telah dilaksanakan dengan tepat.” Timpal Fandi.

“Ya mas benar, tapi masalahnya kami lupa mas dan sudah terlanjur selesai kami baru ingat.” Pak Tono ikut menjelaskan.

“Lalu bagaimana ya mas sebaiknya?” tanya Pak Barkah.

“Kita gali ya pak untuk memastikan kedalamannya sudah sesuai atau belum.” Jawab Ipung dan Nanda hampir bersamaan.

Mereka pun menggali dan mencocokkan dengan desain rencana. Ternyata untuk lokasi ketiga kali ini ada sedikit kendala. Dimensi yang telah direncanakan tidak sesuai dengan yang dilaksanakan di lapangan dan tidak ada koordinasi sebelumnya jika akan ada perubahan. Setelah mereka selesai mengukur dan menghitung, hasilnya ada selisih volume. Pekerjaan yang telah selesai itu ternyata ada kekurangan volume jika dibandingkan dengan desain rencana.

Lama sekali mereka duduk di bawah pohon membicarakan tentang hasil monitoring di lokasi terakhir ini. Sementara sang surya menyeringai ke bumi dengan ganasnya menambah peluh di tubuh mereka. Tak terasa waktu telah memasuki Dhuhur. Sayup-sayup suara adzan dari masjid mulai terdengar. Akhirnya Pak Rahman mengajak semuanya untuk istriahat dan shalat di rumahnya, apalagi Bu Rahman memang sudah memasak untuk menjamu mereka.

***

Selesai shalat dan makan siang, mereka berkumpul di ruang tamu Pak Rahman. Berbincang ringan sebelum akhirnya kembali membahas pekerjaan di Dusun Sendang. Cukup lama mereka membahasnya. Pak Rahman menjelaskan tentang alasan yang sebenarnya mengapa sampai terjadi seperti itu. Kedalaman pondasi yang telah didesain adalah 80 cm, sedangkan yang dikerjakan di lokasi hanya 50 cm. Usut punya usut, berdasarkan penjelasan yang diberikan oleh Pak Rahman bahwa pembangunan tembok penahan tanah itu dibuat demikian karena mengikuti arahan dan perkataan tukang. Kata tukang yang mengerjakan ukuran yang terpasang itu sudah cukup kuat. Jadi untuk apa membuat sampai 80 cm, biasanya sedalam 50 cm saja sudah cukup. Akhirnya para pekerja pun mengikuti apa yang disampaikan tukang itu.

Sebenarnya Pak Barkah tidak setuju dengan hal itu karena sebelumnya telah didesain demikian pasti telah direncanakan pula kemampuan dari strukturnya. Jadi lebih baik mengikuti apa yang sudah menjadi desain rencananya. Namun, Pak Tono dan Pak Rahman menolak dan memilih untuk mengikuti arahan tukang itu karena sangat percaya dengan tukang yang telah bekerja selama puluhan tahun itu.

Padahal ketika tahap perencanaan dulu, mereka telah melakukan survei bersama-sama untuk mengetahui kedalaman tanah keras sebagai pijakan pondasi yang akan mereka bangun. Dan dari survei mereka, dengan cara yang sederhana yaitu menggunakan linggis dan cangkul mereka menemukan tanah yang lumayan keras pada kedalaman 80 cm. Jika mereka membangun pondasi hanya pada kedalaman 50 cm, tanah itu masih lembek dan ada kemungkinan akan mudah tergerus.

Ketika tahap pengerjaan dan para pendamping datang untuk ikut memfasilitasi monitoring pelaksanaan kegiatan, rencana pengerjaannya masih sesuai dengan desain rencana sehingga tidak ada masalah. Tetapi tiba-tiba di tengah-tengah pengerjaan, tukang itu menyarankan demikian. Tanpa adanya koordinasi lebih lanjut jika akan ada perubahan, serta merta Pak Rahman dan Pak Tono langsung menyetujui meskipun Pak Barkah sempat menyanggah. Tetapi mereka tetap tidak mengindahkan. Mereka baru memikirkan hal itu masak-masak ketika pekerjaan telah selesai. Kini, mereka menjadi bingung dan gelisah. Akhirnya mereka meminta pendapat kepada para pendamping, saran maupun solusi untuk mengatasinya.

Para pendamping menghela napas panjang. Trias dan Fandi berpandangan, mereka seolah tak mampu berkata apa-apa. Begitupun Ipung dan Nanda, serentak tertunduk. Pak Barkah hanya diam sejak tadi, mungkin ia merasa bersalah atau takut. Entahlah. Sementara Pak Rahman dan Pak Tono terus mendesak para pendamping untuk memberikan solusi. Matahari memang masih beringas di siang itu. Langit cerah tanpa awan. Biru dan bersih. Namun, ada mendung hitam bergelayut di benak para pendamping desa. Mendung hitam yang membawa bayang-bayang tentang tembok penahan tanah di Dusun Sendang yang mereka kunjungi tadi. Ah, semuanya terasa gelap. Terasa suram.

***



Penulis: Endah Kusuma Putri

Posting Komentar

0 Komentar