Aceh, sebuah
wilayah provinsi paling barat diujung Pulau Sumatera dengan sejuta kesan dan
kental dengan adat istiadat budaya yang religius dan dengan penduduk yang
sangat ramah, bersahaja dan welcome terhadap siapapun pendatang dari
manapun dan etnis apapun sebuah. Aceh juga dikenal dengan negeri yang dijuluki
dengan nama “Seuramo Mekkah” (Serambi Mekkah). Alam yang Indah kehidupan
masyarakat yang religius Islami dan tentu saja semua itu sangat asing diawalnya
bagi seorang pemuda yang biasa dipangil Apan, dia seseorang yang lahir dan
dibesarkan disebuah wilayah yang rata–rata penduduknya saat berbicara terkadang
selalu terkesan keras dan apa adanya.
Pelabuhan
Belawan Kota Medan Provinsi Sumatera Utara, dari sanalah Apan berasal
dilahirkan serta mengecap pendidikan sekolah dasar (SD) hingga ke jenjang
menengah pertama (SMP) semenjak SD hingga SMP Apan yang berasal dari pesisir
negeri yang menjadi hiruk pikuknya kegiatan bongkar muat dermaga pelabuhan Belawan
Kota Medan ini selalu memimpikan suatu masa akan bisa pergi ke sebuah Negeri
Kincir Angin dengan bercita-cita menjadi seorang Pelaut dan berlayar, ya
mungkin menjadi seorang anak buah kapal (ABK) dan ingin suatu saat bisa
menginjak kan kakinya disana.
Menghirup
aroma salju atau berlari di taman ribuan bunga tulip yang indah pada saat musim
semi tentunya dengan sejuta keindahan negeri yang pernah menjajah Indonesia
selama hampir lebih kurang tiga setengah abad lamanya tak pernah ada terbesit
didalam angannya, bahwa suatu saat dia akan bekerja menjadi seorang Pendamping
Desa mengabdikan diri menjadi agen perubahan bagi masyarakat di Desa dan
sekarang nasib membawanya kedaerah Aceh Barat Daya Provinsi Aceh untuk bekerja
menjadi Pendamping Desa yang bertugas di Kecamatan Blangpidie dengan mengawal dua
puluh Desa yang ada dalam Kecamatan Blangpidie dalam Payung Kementerian Desa,
Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia.
Apan
adalah seorang laki–laki dengan tipikal terkesan agak tertutup mungkin lebih
pasnya disebut “Introvert” oleh istilah kawula muda zaman sekarang ya
awalnya demikian karena latar belakang lingkungan dimana dia dilahirkan dan
dibesarkan hingga menginjak usia remaja karena ia lahir tumbuh dan berkembang
dari keluarga yang notabene berada didaerah pesisir laut. Dan ditambah lagi
semenjak tamat SMP Apan harus hijrah meninggalkan kota kelahirannya ikut sang kakak
yang baru lulus dan telah bekerja menjadi seorang Bidan Desa dan telah menjadi
PNS di Kota Lhokseumawe kala itu masih masuk dalam daerah yang bernama Aceh
Utara demi melanjutkan cita-cita dan sekolah kejenjang SMU. Karena keadaan
ekonomi keluarga yang pas-pasan dan inisiatif sang kakak yang khawatir akan
tumbuh kembang sang adik karena berada dilingkungan yang keras dan masuk dalam
zona merah dalam hal kriminalitas dan peredaran obat-obat terlarang ketika itu.
Kemudian Apan mesti hijrah dan berangkat untuk melanjutkan pendidikan ke
jenjang SMU, pinta sang kakak kepada kedua orang tua mereka.
Setelah
Apan tamat dibangku SMU, kemudian dia mendapatkan undangan untuk mengikuti
seleksi calon mahasiswa baru dibeberapa kampus baik di Banda Aceh dan diluar
Aceh. Apan sangat tertarik dengan dunia medis karena selama ia tinggal dan
ditampung sang kakak yang seorang Bidan Desa dia mulai tertarik dengan dunia
medis dan mulai melupakan cita-cita masa remajanya menjadi seorang Pelaut. Untuk
itu dia mencoba mengambil undangan untuk mengikuti seleksi Calon Mahasiswa Baru
disalah satu kampus yang terkenal di Kota Banda Aceh.
Universitas
Syah Kuala (UNSYIAH) Fakultas Kedokteran, tapi lagi-lagi terkendala dengan
biaya dan atas saran nasehat sang kakak lagi-lagi dia mesti mengalah dan
memupus keinginannya untuk menjadi seorang Dokter karena keadaan ekonomi saat
itu tidak mendukung. Sang kakak tidak mampu menanggung semua biaya kuliah, yang
tentu saja tidak sedikit karena sang kakak yang saat itu barus berstatus dan
diangkat sebagai seorang PNS dengan golongan ruang II/B dengan pendapatan yang
masih tergolong kecil. Saat itu sang kakak pasti tak kan mampu untuk menanggung
segala biaya perkuliahan kedokteran sang adik kelak. Kalaupun sang adik lulus
menjadi mahasiswa kedokteran mesti diawalnya mudah karena didapat dengan
menjadi undangan seleksi tapi yang pasti kedepannya pasti membutuhkan biaya
yang sangat besar dan hanya mampu dikecap oleh mereka-mereka yang berstatus
berekonomi mapan.
Akhirnya
Apan mendengar saran nasehat sang kakak untuk kuliah diseputaran Kota
Lhokseumawe, selain dekat juga tidak memerlukan biaya yang mahal tetapi cepat
selesai dan agar bisa segera bekerja. Kakak Apan pun bertanya “Apan mendingan
coba tes deh untuk daftar di Kampus Politeknik Negeri Lhokseumawe tapi terserah
Apan mengambil jurusan yang Apan minati” pinta sang kakak, lama Apan merenungi
saran sang kakak dan dalam hatinya bergumam ”hemhh..apa aku harus kuliah atau
balik kanan saja alias pulang kembali ke Kota Belawan Medan” gumamnya dalam
hati. Akhirnya dengan semangat dan tekad yang bulat Apan mulai mengikuti Tes
Calon Mahasiswa baru di Kampus terdekat tersebut dengan mengambil Jurusan
Teknik Sipil untuk jenjang Diploma Tiga (D3) dan lulus diterima menjadi mahasiswa
baru untuk tahun ajaran 2000 dan pada tahun 2003 Apan Lulus dengan menyandang
Predikat “Sangat Memuaskan” dan meraih IPK 3.30 skala.4.00 tentu saja dengan
gelar Ahli Madya (A.Md) dan kini Apan telah menjadi seorang Sarjana Muda Teknik
Sipil.
Begitu
tamat kuliah pada tahun 2003 Apan memulai bekerja di salah satu Biro Konsultan
Teknik Sipil bidang Supervisi dan Pengawasan di kota Lhokseumawe. Sembari
bekerja dan Apan tidak berpuas pada ilmu dan gelar yang disandangnya dan dia
sambil bekerja sambil mengikuti Kuliah Lanjutan dari jenjang Diploma Tiga (D3)
ke jenjang Strata Satu (S1) dengan mengikuti kuliah jarak jauh disalah satu
kampus swasta yang ada di Kota Banda Aceh. Hingga akirnya Apan selesai dan di
tahun 2005 dia mendapatkan gelar Sarjana Teknik (S.T). Dapat menempuh kuliah di
Jurusan Teknik Sipil mulai dari jenjang Diploma hingga Strata Satu dan bekerja
di Biro Jasa Konsultan dan Kontraktor mulai dari perusahaan lokal hingga level
nasional dan hari-hari diisi dengan gambar, perhitungan rab desain dan laporan
progres membuat Apan semakin lupa akan cita-cita dimasa dulu saat remaja ya
untuk menjadi seorang Pelaut ataupun seorang Dokter.
Apan
semakin terbiasa dengan kehidupan dunia proyek dan lapangan dan sedikit demi
sedikit menjadi seorang dengan kepribadian yang semakin terbuka dan mulai tidak
begitu tertutup atau Introvert istilah milenial sekarang. Karena mulai bekerja
walau dengan lingkungan yang keras dan kelompok-kelompok orang seperti tukang, pemborong
dan para mandor yang lazim ditemui diproyek, walau masih agak sedikit tertutup
atau sikap yang kaku dan tidak pandai untuk berborak apalagi bercanda perlahan
pekerjaan itu seakan menjadi profesi bagi Apan. Namun nasib berkata lain
sampailah pada saat diawal tahun 2007, saat Apan mulai memutuskan untuk balik
ke Aceh dan bekerja disatu Badan Rehab-Rekons (BRR) pasca Tsunami Aceh-Nias dan
mulai peruntungannya menjadi seorang Tim Teknis pada Satker di Instansi
berskala NGO masa itu.
Dari BRR,
Apan kemudian melanjutkan pekerjaan di program REKOMPAK untuk proyek Rehab
Rumah dan Sarana Lingkungan sampai dengan akhir tahun 2008. Kemudian di tahun
2009, Apan mulai terjun ke bidang program pemberdayaan dengan menjadi seorang
Fasilitator Teknik dtingkat Kecamatan pada program PNPM-MPd dan mulai
bercengkrama dengan kegiatan-kegiatan masyarakat ditingkat Desa. Dari sini Apan
mulai terkikis apa yang dulu disebut dengan istilah Introvert atau tertutup dan
kaku kini dia berubah menjadi seorang yang diwajibkan mesti humble dan
bersahaja kepada masyarakat tempat dimana dia bertugas dan menjadi seorang
Fasilitator Teknik (FT). Di kecamatan yang bertugas mendampingi, tinggal
bersama mereka dan bersama-sama dengan mereka dimulai dari tahap perencanaan,
pembangunan, pelestarian hingga pengkaderan masyarakat Desa.
Kemudian
pada tahun 2015 saat program PNPM Mpd berakhir, dan lagi-lagi Apan mencoba
peruntungannya untuk ikut seleksi menjadi seorang Pendamping Desa pada saat itu
generasi pertama dengan posisi Pendamping Desa Teknik Infrastruktur (PDTI). Dan
Apan lulus serta diterima menjadi seorang pendamping desa dengan posisi sebagai
PDTI dan kontrak dimulai pada bulan Januari tahun 2016, bekerja menjadi seorang
Pendamping Desa dengan sistem kontrak per tahun demi tahun dan terus mengabdi
hingga sekarang.
Mimpi–mimpi
Apan yang dahulu seakan sirna sudah untuk dapat menjadi seorang Pelaut apalagi
seorang Dokter, kini sudah berganti menjadi seorang pendamping desa yang
bekerja mengabdikan diri buat masyarakat desa dan memberikan sumbangsih ilmu
dan tenaga untuk membangun desa yang lebih maju, karena membangun Indonesia
mestilah dimulai dari Desa. Dan disanalah akar rumput dengan segala
permasalahan dan solusi yang dihadapi baik dari segi potensi sumber daya
alamnya dan sumber daya manusianya pada akhirnya hanya ALLAH SWT saja
sebaik-baik perencana dan penentu arah kemana nasib seseorang akan benar-benar
berlabuh.
Menjadi
seorang Pendamping Desa ada kebahagian tersendiri yang tak bisa diukur dari
sudut materi dan tak mampu diucapkan dengan kata-kata. Bagi Apan dia melihat
senyum atau riang gembira orang-orang desa yang bahagia saat bersepeda dan
berkendara dijalanan desa yang mulus telah diaspal, saluran irigasi mereka
teraliri air dan jalan-jalan disetiap sudut desa sudah terang benderang karena
jaringan lampu sudah terpasang dan sumber daya manusianya perangkat desanya
sudah terampil dan mahir membuat laporan dan pertanggung jawaban di desanya.
Ya, sejak
dalam kurun waktu tahun 2019 sampai tahun 2023 setidaknya ada 3 desa dalam Kecamatan
Blangpidie tempat Apan bertugas sudah berstatus menjadi Desa Mandiri dan 6 Desa
berstatus Maju dan 11 Desa berstatus Berkembang, tidak ada lagi desa yang
berstatus yang tertinggal yang sebelumnya dahulu ada 1 Desa pada tahun 2018. Apan
bergumam dalam hatinya ”yaaa, inilah pekerjaan ku saat ini dan rezeki yang amat
aku syukuri karena menjadi seoraang Pendamping Desa, belum tentu semua orang
bisa dan bekerja sekaligus menjadi ladang amal ibadah yang aku harapkan kelak
karena ilmu yang bermanfaat yang aku sampaikan kepada setiap orang mudah-mudahan
menjadi ladang amal yang diridhoi ALLAH SWT dan menjadi penerang dialam kubur
dan menjadi peringan langkah ku saat dititian shiroth kelak”.
Namun
diantara cita-cita Apan yang telah sirna dimasa lalu, saat remaja masih
tertinggal satu lagi dan sampai sekarang yang masih tetap berkobar dihati Apan
dan dibenaknya walau kini Apan bekerja menjadi seorang Pendamping Desa. Namun
cita-citanya tak pernah padam agar suatu aat dia bisa menginjakan kaki nya di
Negeri Kincir Angin dengan segala panorama Desa disana dan keindahan alam
perdesaan disana. Ya walaupun menjadi Pendamping Desa mungkin bagi Apan adalah
sebuah Profesi yang tak pernah dicita-citakan sebelumnya.
Penulis: Affan
Arafat
0 Komentar