Matahari
terik di Desa, terhalang rimbunnya pepohonan yang menyisakan berkas tipis
walaupun rumah menghadap ke arah Timur. Burung berkicau tanda pagi telah datang
menghampiri dan siap untuk menghantarkan orang–orang ke rutinitas selanjutnya.
Ya, itulah tempat tinggal seorang Pendamping Desa yang berjuang meraih
cita-cita dan menjadi tulang punggung keluarga, Mart namanya. Terlahir dari
keluarga sederhana yang memiliki keterbatasan, berkebutuhan khusus tepatnya
tuna netra. Ada seorang ibu yang harus diperjuangkan, sehingga melamarlah
menjadi Pendamping Desa di tahun 2017.
Bermodalkan
pengalaman pemberdayaan yang minim, mengingat Mart baru memiliki dua pengalaman
bekerja. Sejak lulus Sekolah Menengah Atas langsung melamar pekerjaan di
sekolah swasta yang terletak tidak jauh dari tempat tinggal sebagai Tata Usaha.
Sambil bekerja Mart juga berupaya untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang
lebih tinggi. Mart juga pernah menjadi Perangkat Desa sehingga mengenal
Pendamping Lokal Desa yang mendampingi di Desa tempat Mart bekerja, namanya
Muji. Dari Mujilah Mart mengetahui ada lowongan pekerjaan yang menjanjikan
apabila lolos dalam beberapa tahapan tes. Rupanya Tuhan memberikan kesempatan
untuk berkarya di bidang pemberdayaan sehingga lolos dan diterima bekerja.
Tuk…tuk…tuk…
pintu diketuk dan terdengar teriakan “Mart…Mart… bangun ini sudah pagi,
memangnya kamu gak kerja?” “Iya bu” jawab Mart. “Mart kerja hari ini, sebentar
lagi siap-siap”. Begitulah rutinitas Mart setiap pagi, setelah dibangunkan oleh
ibunya. Mart siap-siap berangkat bekerja dan tidak lupa menyiapkan sarapan
bahkan makanan untuk santap siang ibunya. Bukan karena memiliki keterbatasan
ibunya lantas tidak bisa masak dan mengerjakan pekerjaan rumah lainnya, namun
Mart tahu betul bahwa memang selayaknya Martlah yang mengerjakan semua itu.
Tak
terasa bekerja sebagai Pendamping Desa sudah berjalan satu tahun, dan kala itu
Mart menikah. Tak lama kemudian Mart hamil, namun tidak menyurutkan semangat
dan niat Mart untuk mendampingi setiap proses dan kegiatan di Desa wilayah
Kecamatan Mart bekerja. Sampai pada suatu saat Mart diminta untuk mendampingi
Desa yang hendak menyiapkan administrasi dan pelaporan sebagai bahan
pemeriksaan dan pengawasan dari pihak BPKP.
Kring…kring…kring
ponsel Mart berbunyi, “Halo Bu..." sapa Mart dan terdengar suara
samar-samar dari seberang sana. Ternyata rekan Mart bekerja sebagai Pendamping
Lokal Desa yang menelpon dan memberitahu bahwa kegiatan pendampingan di Desa
kemungkinan sampai sore bahkan malam apabila Pemerintah Desa masih memerlukan
pendampingan. Dan Mart pun menyetujuinya. Pendamping Lokal Desa yang menelpon
Mart adalah Bu Titi, semangat kerja Bu Titi juga dapat diteladani walaupun
sudah mencapai usia kurang lebih 48 tahun beliau selalu siap sedia untuk
mendampingi Desa.
Akses
jalan ke desa yang dituju masih agak sulit, karena masih jalur merah atau tanah
merah yang baru sebagian kecil dilakukan perkerasan. Tak kala waktu itu Mart
tengah hamil tua dan harus sangat berhati-hati melewati jalan tersebut karena
licin apabila ada turun hujan. Namun hal demikian tak menyurutkan semangat
juang para pelaku di Desa, termasuk juga para Pendamping Desa yang siap sedia
mendampingi dalam keadaan apapun.
Dan
benar saja pendampingan di Desa rupanya tak cukup hanya mengandalkan jam kerja,
mengingat pada masa itu sumber daya manusia para pelaku di Desa juga masih
minim dan perlu ditingkatkan. Jam menunjukkan tepat pukul 22.00 WIB, masih
banyak pekerjaan yang harus dibenahi, namun Mart sudah terlalu penat dan capek.
“Bu Titi, ayo kita pulang, besok kita sambung kembali pendampingannya, ini
sudah larut malam”. Mart mulai mengajak Bu Titi pulang karena sudah benar-benar
merasa gerah dan kelelahan, ditambah lagi dalam keadaan hamil tua.
Begitulah
rutinitas setiap hari Mart dan rekan Pendamping Lokal Desa lainnya. Hingga pada
saatnya Mart hanya menunggu hari kelahiran anaknya, namun karena sudah memasuki
bulan Oktober dan masanya Desa mulai menyusun APBDesa, Mart belum mengambil
cuti. Pada suatu hari sepulangnya dari pendampingan di Desa, Mart langsung
menuju rumah mertuanya karena ada acara kelurga, namun tak disangka Mart
tiba-tiba merasa bahwa ia akan melahirkan. Dan benar saja, setelah selesai
acara keluarga berlangsung, Mart langsung dibawa ke Rumah Sakit untuk melakukan
pemeriksaan. Tak lama kemuadian Mart pun akhirnya dirawat untuk mendapatkan
pengawasan dari tenaga kesehatan untuk persiapan kelahiran anak pertamanya.
Tepat
pukul 06.00 WIB, Mart melahirkan anak perempuanya, mirisnya berat badan bayi
yang dilahirkan Mart tidak sesuai standar berat badan bayi seharusnya yang
disebabkan faktor kelelahan dan kurang asupan pada saat hamil, itu menurut
Dokter.
Namun
Mart tetap bersyukur walaupun bayinya dikategorikan kurus, namun tetap sehat.
Seiring berjalanya waktu dan pada masa itu lagi gencar-gencarnya Penyuluhan
Pencegahan dan Penanganan Stunting di Desa, sehingga teman-teman Mart memberi
nama panggilan untuk bayi yang baru dilahirkan. “Mart, kita beri nama Tanting
saja ya nama anakmu” Hemmm….Mart menghela napas panjang lalu menjawab “Enak
saja sampai diberi nama Tanting yang berarti Stunting ya?” teman- teman Mart
terkekeh tertawa melihat ekspesi Mart yang tidak senang diusili teman-temannya.
Di lubuk
hati yang paling dalam Mart juga memikirkan hal yang sama seperti halnya
diutarakan teman-teman Mart bekerja. Mart juga sebagai Pendamping Desa selalu
mensosialisasikan terkait permasalahan Pencegahan dan Penanganan Stunting di
Desa, namun Mart menyadari ternyata permasalahan inilah yang sedang dialami
oleh Mart sendiri. Setelah dua bulan cuti, Mart mulai kembali beraktivitas
seperti biasa dan mulai sering meninggalkan bayinya bersama nenek di rumah,
sehingga hanya pada siang hari kembali ke rumah untuk memberikan ASI kepada
bayinya kemudian kembali bekerja lagi.
Setiap kegiatan Posyandu yang ada di Desa tempat Mart tinggal, Mart selalu menyempatkan diri untuk menimbang dan mengukur bayinya, namun pada setiap bulannya bayi Mart kadang-kadang naik sedikit timbangan dan kadang juga tetap. Sehingga pada usia bayi Mart belum mencapai dua tahun, Mart mendapatkan bantuan Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) dari Puskesmas. Hati ibu mana yang tak miris dan merasa gagal menjadi seorang ibu karena kurang dalam memberikan asupan gizi pada saat hamil hingga perkembangan bayinya kurang maksimal.
Walaupun demikian Mart tetap memberikan motivasi kepada orang tua yang bernasib
sama seperti yang dialami Mart. “Ibu–ibu jangan malu membawa anaknya ke
Posyandu walaupun anak-anak kita masuk dalam berbagai kategori, ada yang pendek,
kurus, gizi kurang dan lainnya, namun kita harus tetap berupaya agar
perkembangan otak dan daya tanggapnya tidak ketinggalan dari anak seusianya”,
hanya itu yang bisa Mart ucapkan untuk dapat saling menguatkan dan memberi
motivasi.
Seiring
berjalanya waktu, usia anaknya Mart juga semakin bertambah, Mart sering membawa
anaknya bekerja. Hujan dan panas tak menyurutkan niat Mart untuk tetap melakoni
pekerjaanya. Terkadang pulang bekerja sore, malam bahkan larut malam dan si
bayi pun tetap tenang dalam gendongan dan dekapan sang bunda. Dari berbagai
Desa yang Mart dampingi, ada juga yang memberikan sindiran secara halus sambil
berguarau karena Mart terlampau sering memfasilitasi dan mendampingi Desa
dengan menggendong anak. “Bu Mart kita buatkan ayunan saja untuk anaknya”, “ Bu
Mart kita adakan Posyandu biar rame”, Bu Mart kita dirikan PAUD di sini",
namun kata-kata demikian tidak membuat Mart tersinggung dan menyudahi
pekerjaanya. Sesekali Mart juga mengajak suaminya yang lagi cuti dari pekerjaan
untuk menemani, dan Mart juga meninggalkan anaknya bersama nenek di rumah pada
saat anaknya kurang sehat.
Sebagai
seorang istri, Mart juga sering berselisih paham dangan suaminya yang meminta
Mart berhenti dari pekerjaannya. Namun Mart tak menghiraukan hal itu, karena
Mart berpikir bahwa pekerjaan sebagai Pendamping Desa bukanlah mudah untuk
mendapatkannya. Dan dari pekerjaan ini, Mart juga mendapatkan banyak pengalaman
serta dapat menambah penghasilan keluarga. Sehingga, tidak terlalu bergantung
hanya pada penghasilan suami.
Pada
waktu itu ibunya Mart meninggal karena sakit, Mart sempat bimbang. “Apakah aku
harus berhenti bekerja” pikir Mart. Namun Mart berpikir ulang terkait niatnya
berhenti bekerja, karena anaknya sudah semakin besar dan mulai bisa dititipkan
di TPA bahkan masuk PAUD. Teman-teman Mart juga memberikan dukungan dan masukan
agar Mart tetap bekerja karena kebutuhan hidup bukanlah semakin menurun
melainkan semakin meningkat.
“Mah…mamah”
terdengar terikan anaknya Mart dari dalam kamar. “Iya nak, ada apa?” tanya Mart
sambil berteriak juga dari dapur. “Dede mau sekolah” tambah anaknya Mart sambil
memeluk dan menghampiri Mart. “Sekolah?” tanya Mart kaget, karena Mart tak
menyangka anaknya yang baru berusia 3 tahun 6 bulan sudah mulai mengenal
sekolah. “Iya Mah, Dede mau sekolah biar bisa dititip sama ibu guru”. Jawaban
anaknya membuat hati Mart juga perih dan sakit sambil bertanya dalam hati,
apakah selama ini anaknya terlalu capek dibawa bekerja sehingga pertumbuhan
anaknya agak bermasalah. “Ya Tuhan, mungkin anakku tak bisa mengungkapkan
perasaannya bahwa dia capek ikut bekerja setiap hari, makanya minta dititip”
gumam Mart.
Pada
akhinya Mart mengabulkan permintaan anaknya untuk didaftarkan sekolah sekaligus
dititipkan di TPA, namun hal itu tidak berjalan lama. Anaknya Mart rupanya
merasa lebih senang ikut bekerja dari pada di TPA. Pada suatu hari, anaknya
Mart mengajak berhenti membelikan makanan terlebih dahulu sebelum berangkat
bekerja “Mah, kita membeli jajanan dulu ya sebelum kerja untuk bekal Dede” ujar
anaknya, Mart mengelak karena ada kegiatan yang harus segera dan waktunya sudah
mepet sekali. “Nak, kita membeli jajanannya nanti saja sepulang kerja ya,
soalnya kita gak punya uang” ujar Mart pula. Anaknya pun tak menerima alasan
Mart, “Masa sih Mamah gak punya uang untuk membeli jajanan, kita berdua kerja
terus tiap hari kan cari uang Mah”, kata-kata yang keluar dari mulut kecil
anakanya tak pernah terlintas dipikiran Mart dan kemudian berhenti di mini
market untuk berbelanja. Pendamping Cilik milik Mart ini sungguh sangat lucu
dan selalu setia mendampingi Mart kemanapun dan kapanpun Mart harus berangkat
bekerja sejak bayi sampai saat ini sudah berusia 5 tahun.
Inilah
kisah perjuangan seorang perempuan yang bekerja sebagai Pendamping Desa, Mart
harus bisa membagi waktu sebagai seorang ibu, seorang istri dan tentunya
seorang yang menunjukkan profesional bekerja dalam keadaan apapun. Disaat anak
sakit, suami tidak bisa langsung libur harus mengurus anak sendiri. Namun hal
demikian dapat Mart lewati karena memiliki teman-teman tim kerja yang kompak,
pengertian dan saling mendukung dalam situasi dan kondisi apapun.
Tak terasa perjalanan panjang Mart bekerja di Bidang Pemberdayaan Masyarakat yaitu selaku Pendamping Desa memasuki tahun ke enam. Banyak pengalaman yang Mart dapatkan, yang tidak Mart dapatkan di bangku sekolah atau di pekerjaan sebelumnya. Ada banyak karakter dari masing-masing pelaku di Desa yang harus Mart pahami dan sikapi. Para pelaku di Desa beranggapan Pendamping Desa adalah malaikat yang memiliki seluruh ilmu pengetahuan dan keterampilan. Sebagai Pendamping Desa dituntut harus serba bisa, walau itu diluar tupoksi.
Terkadang
merasa lucu sendiri, harus mau menjadi teman curhat, menampung keluh kesah,
tempat konsultasi seperti halnya UGD yang buka 24 jam. Karena itulah Pendamping
Desa harus selalu mengasah kemampuan dan menambah serta meningkatkan kapasitas
diri agar para pelaku di Desa juga semakin mengakui keberadaan Pendamping Desa.
Bukan beranggapan bahwa Pendamping Desa hanya Peminta Data, tetapi merasakan
hasil dari proses pendampingan dan fasilitasi di Desa adalah nyata.
Penulis:
Dewi Sri Martati Lusinah, S.Pd (Pendamping Desa Kec. Dusun Timur, Kab.
Barito Timur, Prov. Kalimantan Tengah)
0 Komentar