Tepat
pada tahun 2017 saya mencoba peruntungan saya dengan mendaftar sebagai
Pendamping Lokal Desa pada instansi Kementerian Desa dan PDTT dan Alhamdulillah
tepatnya bulan September 2017 dinyatakan lulus dan mengikuti Pelatihan
Peningkatan Kapasitas bagi Tenaga Pendamping Profesional (TPP) di ibukota
Provinsi Kota Makassar di Hotel Claro Makassar.
Setelah
mengikuti pelatihan langsung ditempatkan atau penempatan lokasi kerja sudah
ditentukan yaitu di Kecamatan Tomoni Timur dan mendampingi empat desa yaitu
desa Purwosari, desa Kertoraharjo, desa Margomulyo dan desa Pattengko.
Mengawali Tugas saya sebagai seorang PLD terus terang sangat terasa berat
dikarenakan desa tersebut adalah desa yang sangat tabu bagi saya karena saya
tinggal dikecamatan wotu dan tidak pernah mengenal dan berkunjung ke desa yang
ada dikecamatan Tomoni Timur, saya baru berkunjung ke empat desa tersebut
ketika saya mulai menjadi seorang PLD, tapi dengan semangat baru yang menggebu
gebu perasaan itu harus terkalahkan dan kujalani,selama mendampingi didesa
tersebut ada berbagai karakteristik desa yang saya ketahui, mulai dari agama ,
suku, dan budaya mereka.
Di desa
Purwosari Mayoritas suku jawa,di Desa Pattengko Mayoritas suku Toraja,Desa
Kertoraharjo mayoritas suku Bali dan didesa Margomulyo Mayoritas Suku Jawa
meskipun didesa dampingan ini masih ada suku lain, dalam mendampingi keempat
desa ini rasanya masih kurang ilmu terkait pendampinan dan untungnya di desa
dampingan ini pemerintah desa tidak terlalu menuntut akan hal itu dan mengerti
akan keadaan kami yang baru menjadi seorang Pendamping Desa dan mau belajar
bersama sama, mereka menerima kami apa adanya dan sangat welcome dengan
kehadiran saya di sana.
Perlu
diketahui bahwa pada saat kami bertugas di Kecamatan Tomoni Timur. Kami satu
Tim TPP, 2 orang PLD,1 orang PDP, dan 1 orang PDTI jadi kami berempat dalam Tim
TPP Kecamatan Tomoni Timur, untungnya kami selalu solid dalam menjalankan tugas
apa yang tidak saya ketahui sering dibantu oleh teman satu tim. Selama bertugas
disana kami belum mengalami kendala terberat dikarenakan kurang lebih setahun
kami di Relokasi ke lokasi tugas baru,saya direlokasi ke kecamatan Wotu dan
teman yang lain ada direlokasi dikecamatan Burau dan Kecamatan Kalaena.
Berawal
dari hasil relokasi saya ditempatkan di Kecamatan Wotu mendampingi empat desa
yaitu desa Rinjani, desa Kalaena, Desa Bahari, Desa Tabaroge. Di desa inilah
saya mendampingi selama kurang lebih empat tahun lamanya, banyak suka dukanya.
Tapi sebelumnya saya memperkenalkan dulu sedikit terkait suku dan potensi yang
ada didesa dampingan yang baru ini. Desa Rinjani merupakan desa yang paling
dekat dari rumah tempat tinggal atau dekat dari kantor kecamatan, keempat desa
dampingan desa Rinjani lah yang paling terdekat meskipun jaraknya dari
kecamatan sekitar 14,0 Km, dibanding dengan desa dampingan yang lain yang
sangat jauh Desa Rinjani mempunyai berbagai suku kalau boleh dikata seperti
Indonesia mini dikarenakan ada berbagai suku yaitu suku Bugis, suku Toraja, suku
Bali, suku Lombok, dan suku Jawa.
Berbagai
karakteristik yang ditemukan didesa ini baik karakteristik dari Pemerintah
Desanya maupun dari masyarakatnya.Dalam kegiatan bermusyawarah tingkat
kehadiran dari masyarakat sangatlah tinggi,masyarakat disana jika diundang akan
hadir terkecuali dimasa panen dan menanam tingkat kehadiran bermusyawarah
sangat kurang dikarenakan potensi dan mata pencaharian yang ada di desa Rinjani
didapatkan dari alam yaitu pertanian dan perkebunan.pada saat bermusyawarah
mereka kritis mengemukakan suatu pendapat, usulan, dan alasan. Mereka cerdas
melihat kekurangan dan kebutuhan yang ada di desa termasuk dalam pembangunan
didesa.
Dalam
bermusyawarah kadang ditemui juga adu pendapat diantara peserta musyawarah, mungkin
tujuannya baik tetapi dikarenakan aksen bicara agak keras disana ditemui
berbagai suku jadi mereka berbeda dalam aksen gaya bahasa. Ada keras dan kasar
dan ada pula yang lembut dan pelan, terkadang kami sebagai seorang pendamping
desa kaget mendengar dan melihat ketika mereka sedang berbicara dikegiatan
musyawarah. Karakteristik Pemerintah Desa juga seperti itu mereka memiliki
keduanya, seperti contoh yang dapat saya lihat karakteristik seorang Kepala
Desa Rinjani sangat tegas dalam memberikan arahan kepada aparat desanya, sangat
susah untuk memberikan pendapat kepada beliau.
Saya
selaku seorang PLD disana mencari Ruang atau tempat dimana suasana hati bapak
kepala desa dalam keadaan nyaman dan tenang disertai candaan disitulah saya
mulai melakukan pendekatan berupa koordinasi dan diskusi terkait kegiatan yang
akan dilakukan didesa. Selain tegas beliau juga sibuk dengan urusan kantor,
utamanya dalam pelayanan masyarakat, beliau tidak tinggal diam dan langsung
menemui warganya, karakteristik yang dimiliki seorang kepala desa seperti ini
ada plus minesnya.
Beralih
ke desa Dampingan yang kedua yaitu Desa Kalaena, jarak Desa Kalaena dari
kecamatan sekitar 17.0 Km. Desa Kalaena mayoritas penduduknya suku bugis Luwu
dan mata pencaharian mereka adalah berkebun dan bertani. Potensi perkebunan
yang banyak dihasilkan yaitu tanaman palawija seperti jagung dan sayur sayuran
juga kelapa sawit. Karakteristik yang tercermin dalam masyarakat dalam kegiatan
partisipasi bermusyawarah sangatlah minim, warga yang datang bermusyawarah
orangnya itu saja,saya hampir mengenali semua peserta musyawarahnya dikarenakan
yang hadir itu itu saja, tingkat keinginan bermusyawarah di Aula Kantor sangat
minim terkecuali mereka didatangi di sekitar rumahnya atau tempat tinggalnya.
Karakteristik
seorang Kepala Desa Kalaena sangat welcome dengan masyarakatnya dan juga kami
sebagai Tim Pendamping Kecamatan Wotu, apabila saya ingin menemui untuk
koordinasi beliau langsung bersedia dan beliau mau diajak untuk berdiskusi
menyampaikan info terkini terkait regulasi atau aturan yang berlaku. Akan
tetapi beliau tidak semata-mata mempercayakan kepada aparat nya terkait
pengadaan barang, beliau lebih aktif sendiri dalam mengurus hal itu. Aparat
Desa Kalaena yang lain kami temui selama ini juga baik, sekretaris desa nya
seorang perempuan. Nah berbicara watak dari sekretaris desanya menurutku masih
kurang baik sebagai seorang pelayan dari masyarakatnya, dia sangat kurang ramah
terhadap kami seorang pendamping dan terhadap teman teman kerja di kantornya, perilakunya
gampang berubah kadang baik dan juga tiba-tiba menjadi orang yang super cuek,
dan juga Ketua BPD Desa Kalaena yang paling sulit untuk diajak bersama
koordinasi terkait hal hal yang menyangkut tupoksi BPD, beliau langsung menghindar
dan mempunyai sikap tempramen yang tinggi.
Pernah
suatu ketika saya bersama para anggota BPD membicarakan hal ini terkait Tupoksi
BPD utamanya Ketua BPD sebagai pimpinan dari kegiatan musyawarah, anggota BPD
menyarankan agar saya bisa megutarakan hal ini kepada ketua BPD. Saya mencoba
mendekati tetapi beliau mengeles dan mengatakan “ada wakil ketua BPD yang biasa
melakukannya”. Dan suatu hari kami melakukan musyawarah di desa saya mencari
beliau tetapi sayangnya beliau tidak hadir, itulah karakteristik dari seorang
ketua BPD Desa Kalaena, beliau sangat aktif berbicara diluar forum tetapi
jikalau diminta untuk berbicara didepan forum masih kurang aktif dan berani, padahal
beliau sangat pemberani di mata warga Desa Kalaena dan Aparat Desa Kalaena.
Beralih
ke desa dampingan ketiga yaitu Desa Bahari, Desa Bahari berjarak 20.0 Km dari
kantor Kecamatan Wotu. Mayoritas penduduk di Desa Bahari bersuku Bugis, hampir
99 persen suku bugis asli, ada juga bugis bone, soppeng, pinrang, dan wajo. Dan
memiliki banyak potensi dari alam yaitu tambak, perkebunan kelapa, pertanian, persawahan
dan lain sebagainya. Desa ini kaya akan potensi alamnya dan mata pencaharian
masyarakatnya sebagai petani, pedagang, dan tambak ikan dan udang.
Selama
mendampingi desa ini sangat nyaman dikarenakan pemerintah desa dan
masyarakatnya ramah dan menghargai orang baru atau orang luar yang bertamu di
desa ini, terus terang saya tidak pernah kelaparan apabila sedang bertugas
didesa ini, kami sering makan bersama dikantor yang sering tersedia bahan
makanan baik pemerintah desa yang bawa kekantor maupun warga setempat yang
memberikan. Apabila ada warga yang panen ikan dan udang sering mereka membawa
ke kantor untuk diolah bersama dan dijadikan santapan makan siang.
Kemudian
karakteristik Kepala Desa, BPD dan aparatnya menyenangkan mereka sangat
menghormati tamu yang datang begitupun dengan kami sebagai pendamping desa
sering diajak berdiskusi, curhat terkait dengan kegiatan maupun masalah yang
ada didesa. Mereka melibatkan kami dalam segala hal, mereka suka memberi hasil
dari potensi yang ada di desa. Saya sering membawa pulang oleh-oleh berupa
makanan seperti pisang, ubi, pepaya, ikan, udang dan lain sebagainya. Dan
karakteristik Kepala Desa Bahari orangnya gampang diajak bercanda, beliau juga
tidak pernah mempersulit aparat desanya juga rajin datang dikantor. Tapi
karakteristik dari masyarakat Desa Bahari sangat pemalu dan partisipasi dalam
bermusyawarah sangat kurang, dalam mengikuti musyawarah sangat pasif, mereka
tidak kritis malu mengutarakan pendapat mereka didepan forum.
Pernah
suatu ketika dalam kegiatan bermusyawarah saya selaku PLD turun langsung dari
forum untuk mengajak para ibu-ibu untuk menyuarakan pendapatnya dengan cara
saya dekati langsung dan memberikan mic ketangannya untuk berbicara, alhasil
ibu itu bersuara juga mengeluarkan usulan yang diinginkan. Dalam hati saya
tertawa juga melihat tingkah saya seperti itu seakan akan memaksa ibu-ibu untuk
bersuara.
Kita
beralih ke desa dampingan yang keempat yaitu Desa Tabaroge, dari keempat desa
dampingan inilah desa yang terjauh sekitar 22.0 Km. Akses jalan menuju ke
kantor desanya masih ada jalan berkerikil dan tanah, jika hujan jalanan jadi
becek. Berbicara tentang karakteristik masyarakatnya sangat ramah dan mayorittas
suku di Desa Tabaroge adalah suku Bugis hampir sama dengan Desa Bahari yang
kebetulan tetangga desa.
Potensi
yang ada di desa Tabaroge juga hampir sama dengan Desa Bahari yaitu adanya
perkebunan kelapa sawit, kelapa, tambak ikan dan udang, padi dan lain
sebagainya. Karakter dari Kepala Desa, BPD dan Aparat Desa nya mereka sopan dan
sabar dikarenakan desa ini agak terpencil dan akses masuk kekantor desa agak
sulit jadi mereka jarang menerima tamu dari luar. Jadi kalau sudah jam
istirahat mereka pulang dan hanya satu atau dua orang lagi yang masuk kantor dan
karakter kepala desanya pendiam, baik tidak mempersulit pekerjaan aparat
desanya dan suka bermasyarakat. Menurut pandangan saya beliau dicintai oleh
masyarakatnya karena suka menolong masyarakatnya.
Pada
dasarnya karaktersistik dari beberapa desa dampingan memiliki kelebihan dan
kekurangan tinggal bagaimana menyikapinya. Saya selaku pendamping lokal desa
bisa beradaptasi di dalamnya, tidak menutup kemungkinan adanya suka dan duka, tapi
semua itu bisa teratasi dan saya sangat bersyukur bisa menjadi seorang
Pendamping Lokal Desa. Dari sinilah saya banyak belajar beradaptasi dengan
orang baru, belajar bersama pemerintah desa dan berkolaborasi dalam membangun
desa.
Penulis:
Tenri Masse
0 Komentar