Bagaimana
rasanya tinggal di tepian sungai yang hutannya masih alami dengan sinyal yang
sulit dan akses jalan tidak layak? Tanyaku pada Pak Udin seorang perangkat
desa. Sudah berdamai dengan keadaan jawabnya sambil tersenyum. Sebagai seorang
pendamping desa hatiku tentu sedih mendengar jawabannya karena desa ini yang
sudah kuanggap sebagai rumahku seolah tidak terjamah oleh hiruk pikuknya
peradaban di luar desa.
Pak Udin
adalah sahabatku “gelega” atau dalam bahasa melayu ngobrol menghabiskan hari
setelah aktifitas pendampinganku di desa ini. Beliau pria paruh baya yang
sederhana, ulet, banyak ide dan sedikit humoris membuatku tidak bosan
berdiskusi banyak hal dari yang masuk akal sampai yang tidak masuk akal tentang
impian kami untuk desa ini. Aku mengagumi beliau karena di mataku beliau adalah
representasi orang desa seutuhnya yang setiap aku hadir pendampingan selalu
tidak pernah absen mengajakku ke rumahnya yang terbuat dari kayu khas rumah
desa walaupun hanya untuk sekedar menikmati seduhan secangkir kopi buatannya
yang menyiratkan makna bahwa beliau sangat menghormati tamu yang datang.
Kondisi
desa ini sungguh menyedihkan. Mulai dari jalan poros masuk desa yang sempit
yang ditumbuhi banyak ilalang, listrik yang belum ada, sinyal yang sulit
membuat desa ini tidak banyak dikunjungi orang. Hanya orang asli desa ini atau
orang yang mau memancing saja yang hilir mudik ke desa ini. Yang benar benar
membuat hatiku sedih bukan karena keadaanya saja yang memperihatinkan tetapi
banyak warga desa lain yang memandang seolah desa ini adalah desa yang
tertinggal dan terbelakang bahkan sampai ada orang yang tidak tahu nama desa
ini.
Hal ini
selalu menghantui fikiranku. Setiap sepulang pendampingan dari desa ini aku
selalu terngiang-ngiang ucapan orang yang selalu merendahkan desa ini. Tak
hanya itu terkadang aku bertanya-tanya pada diriku sendiri apa yang harus aku
lakukan agar desa ini tak dipandang sebelah mata. Kalau soal fasilitasi aku
selalu memprioritaskan desa ini karena aku tahu mereka sangat membutuhkan
bantuanku. Tapi masalah itu tadi membuat aku ingin menantang diriku sendiri
untuk memberikan fasilitasi yang bermanfaat tidak hanya untuk pemerintah desa
tetapi juga untuk Masyarakat luas.
Desa ini
sebenarnya dianugerahi banyak potensi sumber daya alam yang luar biasa. Sungai
dengan aliran deras, hutan desa yang masih asri, ikan yang sangat berlimpah
mulai dari ikan lais, ikan kopar, ikan baung, ikan tapah dan lain-lain. Banyak
warga yang memanfaatkan ikan menjadi ikan gorih atau ikan asin yang akan dijual
ke pengepul yang datang ke desa.
Suatu
hari setelah musyawarah desa seperti biasa aku diajak ke rumah Pak Udin untuk
ngopi Bersama. Biasanya kami ngopi di ruang tamu selayaknya tamu yang dijamu.
Namun ngopi kali terasa berbeda karena kami duduk dibelakang rumahnya. Aku
mulai membuka pembicaraan dengan menanyakan apa rencana desa ke depan. Paling
cuma membangun drainase di jalan poros saja. Sambil ngobrol entah kenapa aku
jadi tertarik dengan cekungan agak panjang dibelakang rumahnya. Spontan aku
bertanya tempat yang membuatku penasaran tadi. Dia menjelaskan itu bekas aliran
sungai kecil yang penuh air hanya pada saat musim hujan saja selebihnya kering.
Sejenak Pak Udin sosok yang humoris jadi terdiam seolah dia mendapatkan ide
cemerlang dan fikirannya sedang mencerna.
Saking
penasarannya aku membuka peraturan yang ada dan diskusi dengan teman
seprofesiku akhirnya aku menemukan jawaban bahwa Dana Desa bisa digunakan untuk
membiayai Pembangunan embung desa. Tidak membuang waktu lagi segera Pak Udin
kuhubungi dan kusampaikan bahwa Dana Desa bisa untuk membangun embung. Hati
kami sudah senang karena kami mempunyai mimpi yang sama yaitu memiliki embung
desa. Ternyata kegigihanku belum seberapa dibanding Pak Udin. Pernah suatu saat
Pak Udin bercerita bahwa dia sudah menyampaikan ide untuk membuat embung kepada
Bu Kades. Dan ajaibnya entah bagaimana Pak Udin membujuknya tapi Bu Kades
akhirnya setuju membangun embung di desa. Bahkan saking terkesannya Bu Kades
dengan ide brilian itu dia bercerita dengan camat bahwa akan membangun embung
dari Dana Desa.
Diwaktu
yang lain cerita Pak Udin solah terbenarkan dengan mata kepala ku sendiri yang
menyaksikan bahwa Pak Camat bilang mau bangun embung buat siapa Bu Kades jangan
aneh-aneh aja mending bangun jalan atau bangunan lain saja. Mendengar
percakapan ini akupun tersenyum dan dalam hatiku sepertinya ide yang pernah
kucetuskan benar-benar bermanfaat dan dieksekusi oleh Pak Udin dan Pemerintah
Desa.
Beberapa
kali musyawarah desa dilakukan pembangunan embung ini selalu menjadi topik
hangat yang tidak pernah ketinggal untuk dibicarakan di dalam forum. Hal ini
tentu menimbulkan pro dan kontra di Masyarakat. Ada menganggap bahwa ini ide
tidak masuk akal namun ada juga yang mendukung dengan berbagai opini. Namun
berkat keteguhan Bu Kades akhirnya kegiatan ini disetujui dan segera akan
dilaksanakan pembangunannya.
Mengingat
dana yang diperlukan cukup besar dan Dana Desa yang terbatas maka pembangunan
embung dilaksanakan secara bertahap. Membutuhkan waktu 4 tahun hingga embung
ini memiliki bentuk yang bagus dan layak untuk para pelancong mampir dan
menikmati keindahannya. Pada tahap awalnya pembangunan difokuskan untuk
membentuk badan embung dengan cara menimbun dengan tanah urug karena sisi-sisi
cekungannya cukup dalam. Setelah menimbun dilanjutkan dengan Pembangunan titian
yang terbuat dari kayu ulin dan ada pendopo ditengahnya serta pelebaran jalan
masuk desa sehingga lacar aksesnya.
Berkah
dari Pembangunan ini ternyata melampaui ekspektasi aku dan Pak Udin. Pada
awalnya kami hanya ingin ada embung di desa ini agar ada tempat untuk warga
desa rekreasi saja. Tapi ternyata Tuhan berkendak lain. Sejak adanya bantuan
dari Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi untuk desa
wisata berupa homestay desa ini menjadi ramai diperbincangkan di sosial media
sehingga menjadi viral. Tidak hanya itu Pemerintah Daerah pun akhirnya
memberikan bantuan berupa gazebo dan peresmian operasionalnya dihadiri oleh
Bupati. Semakin hari pengunjung semakin ramai. Banyak dinas dan instansi lain
mengadakan pertemuan seperti rapat ini danau ini. Puncaknya adalah Ketika desa
ini mendapatkan penghargaan Anugerah Desa Wisata Indonesia. Alangkah luar biasa
manfaat yang diberikan danau ini tidak hanya untuk kemajuan desa tetapi juga
untuk masyarakat yang setiap ada even Masyarakat dilibatkan untuk memasak
hidangan bagi para tamu dengan menu khas sayur kepala baung yang nikmat rasanya
membuat pengunjung ingin balik lagi dan lagi.
Pandangan
desa tepian yang tertinggal dan terbelakang benar-baner sirna dengan prestasi
yang diraih oleh desa ini sehingga membuat orang yang awalnya mencibir akhirnya
berdecak kagum dan berucap bangga dengan desa ini. Suatu kebanggaan buatku yang
hanya bisa memberikan sumbangsih berupa fikiran dan tenaga. Dan harapanku
semoga desa ini semakin maju dan berprestasi. Membungkan omongan dan pandangan
miring tentang desa ini dan menunjukkan pada Indonesia bahwa desa ini mampu
bersaing tidak hanya lokal tetapi dikancah nasional.
Penulis: Zaenal Arifin
0 Komentar