Pemberdayaan
dimaknai sebagai suatu usaha yang dilakukan oleh individu maupun kelompok guna
meningkatkan keterampilan, pengetahuan, kemampuan maupun potensi-potensi lain
yang dapat menciptakan kemandirian, baik di bidang ekonomi, sosial, budaya, pendidikan
serta hal-hal lain yang tujuan akhirnya adalah adanya problem solving
(pemecahan masalah) yang dihadapi pada masing-masing daerah.
Kata pemberdayaan
memiliki tempat tersendiri di hati saya. Satu kata dengan jutaan makna yang
hidup di sanubari dan hingga kini telah menciptakan memori yang luar biasa
berharga. Izinkan saya sedikit bernostalgia dengan membuka lembar memori lama
di tahun 2011 lalu. Ketika, saya masih menjadi single parent untuk putra
semata wayang saya. Pada saat itu, saya menerima informasi bahwa ada pembukaan
untuk mengikuti pemilihan Unit Pengelola Kegiatan atau biasa disebut dengan UPK
di Program PNPM-MPd (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri
Perdesaan) Kecamatan Muara Komam, Kabupaten Paser, Provinsi Kalimantan Timur.
Tanpa
berpikir lama, saya segera mendaftar meski hanya bermodalkan ijazah SLTA (Paket
C) dan dibarengi dengan tekad yang kuat dan dukungan dari ibu saya. Satu-persatu
saya lalui proses seleksi mulai dari ujian tertulis, ujian praktik komputer
hingga ujian wawancara melaui forum MAD (Musyawarah Antar Desa) di kecamatan.
Singkat cerita, dari empat kandidat yang mendaftar, saya yang dinyatakan lolos
menjadi Unit Pengelola Kegiatan (UPK) dengan hasil voting terbanyak pada
saat musyawarah berlangsung.
Menjadi
UPK di Program PNPM-MPd (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri
Perdesaan) Kecamatan Muara Komam adalah hal yang sangat saya syukuri. Hal tersebut
dikarenakan saya sebagai putri daerah dapat berbuat lebih banyak dan
mendedikasikan diri untuk daerah tercinta khususnya di Kecamatan Muara Komam.
Muara Komam sendiri merupakan salah satu dari sembilan kecamatan yang ada di
Kabupaten Paser dengan luas 1753,4 kilometer persegi dan terdiri dari dua belas
desa serta satu kelurahan.
Seiring
berjalannya waktu, alhamdulillah pada tahun 2013 saya menikah dengan seorang
laki-laki yang saya pilih untuk menjadi pendamping hidup saya dan menjadi ayah
dari anak-anak saya. Waktu terus berlanjut hingga pada tahun 2015 akhirnya
Program PNPM-MPd berakhir, namun UPK pada saat itu masih aktif bergerak
utamanya dalam pengelolaan Dana Bergulir eks PNPM dan saya masih dipercaya
sebagai Ketua UPK di Kecamatan Muara Komam. Pada tahun 2016 kembali ada program
pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (P3MD) di Kecamatan Muara Komam
yang mencari tenaga Pendamping Lokal Desa (PLD) dan Pendamping Desa
Pemberdayaan (PDP). Berbekal pengalaman selama menjadi Ketua UPK, saya mencoba
untuk mendaftar dan mengikuti tes atau seleksi Pendamping Lokal Desa tingkat Provinsi,
tepatnya di Kota Samarinda. Dan kemudian, bersamaan dengan itu pula saya mengundurkan
diri menjadi UPK di Kecamatan Muara Komam.
Syukur
alhamdulillah sejak tahun 2017 saya dikontrak oleh Satker P3MD Provinsi
Kalimantan Timur menjadi PLD di Kecamatan Muara Komam dengan lokasi tugas di
Desa Batu Botuk, Desa Uko, Desa Muara Kuaro dan Desa Binangon. Waktu demi waktu
terus berjalan dan proses pendampingan di desa-desa terus saya lakukan sebagai
bentuk tanggung jawab atas pekerjaan. Saya juga mulai memahami tupoksi dan
tugas saya sebagai Pendamping Lokal Desa dan hal ini sedikit banyaknya membuat
saya mulai paham apa saja yang dikerjakan oleh Kepala Desa dan Perangkat Desa
dalam urusan pemerintahan mulai dari perencanaan, pelaksanaan hingga pelaporan.
Kecamatan
Muara Komam yang terdiri dari 12 desa sebagian besar diantaranya selalu terlambat
untuk mendapatkan siltap, operasional dan dana pembangunan yang besumber dari
APBDesa masing-masing. Teryata masalah dan kendala itu terjadi karena
terlambatnya perencanaan yang dibuat oleh desa itu sendiri. Kemudian, pelan-pelan
dengan berjalannya waktu saya sebagai Pendamping Desa mencoba merubah kebiasaan
itu, diantaranya yakni mulai dengan tahapan perencanaan yaitu penyusunan
RPJMDesa, RKPDesa dan APBDesa. Dokumen RPJMDesa dibuat enam tahun sekali atau
satu periode masa jabatan Kepala Desa, selanjunya RKPDesa dibuat untuk
Perencanaan Pembangunan 1 tahun kedepan dan direalisasikan melalui dokumen
APBDesa.
Satu
tahun berjalan saya menjadi Pendamping Desa, saya melanjutkan Pendidikan S1 di
Universitas Achmad Yani Banjarmasin Provinsi Kalimantan Selatan Kelas Non
Reguler Progam Studi Ilmu Administrasi Negara. Tentu keputusan ini saya ambil
dengan pertimbangan yang matang dan atas izin suami, keluarga dan rekan-rekan
kantor. Mengingat pada saat itu juga saya dikaruniai bayi laki-laki dan saya
mencoba membagi waktu dengan melanjutkan studi di akhir pekan dengan perjalanan
dari Kecamatan Muara Komam ke Universitas Achmad Yani Banjarmasin yang memakan
waktu kurang lebih delapan jam perjalanan darat. Namun hal tersebut tidak menyurutkan
semangat saya. Saya melanjutkan studi dengan tujuan salah satunya yakni agar
dapat mengikuti promosi jabatan sebagai Pendamping Desa Pemberdayaan. Singkat
cerita sampailah saya di akhir mata studi dan menyusun skripsi dengan tema Dana
Desa. Hal tersebut dikarenakan saya merasa mampu dan menguasai terkait tema
tersebut.
Namun
cerita baru kemudian dimulai. Saat sibuk dengan tugas akhir, pekerjaan dan
menjadi ibu bagi anak saya yang masih kecil, pada akhir Desember tahun 2017
saya mengalami musibah kecelakaan kendaraan roda dua (sepeda motor) dengan
kondisi yang sangat fatal yaitu saya mengalami patah kaki bagian paha di atas
lulut sebelah kiri dan juga patah lengan sebelah kanan. Semua keluarga panik
termasuk rekan kerja dan seluruh yang menyaksikan kejadian yang naas pada saat
itu. Alhamdulillah saya masih diberikan keselamatan meski saat ini keadaan saya
tidak bisa normal seperti dulu lagi.
Dengan
kondisi saya saat itu saya tidak pernah merasa putus asa, justru saya menjadi
semakin semangat mendampingi desa dan menyelesaikan studi saya yang tinggal
sedikit lagi. Satu sisi di pekerjaan saya merasa banyak yang membutuhkan saya,
dan terlepas dari keterbatasan saya saat itu yang harus menggunakan tongkat
sebagai alat bantu jalan, saya tetap berusaha untuk tetap bertanggung jawab
penuh atas tupoksi dan pekerjaan saya. Tidak jarang saat kondisi saya tidak
bisa berjalan, mereka datang menemui saya di rumah untuk membantu memfasilitasi
pemerintahan desa dalam menyusun dokumen perencanaan di desa.
Seiring
berjalannya waktu saya dinyatakan lulus dan telah wisuda. Saya masih ingat dengan
jelas momen ketika saya wisuda ditemani oleh tongkat ketika maju ke depan untuk
mengambil ijazah dan disaksikan oleh keluarga dan seluruh tamu undangan, saya
diberi banyak sekali dukungan dan semangat dari orang-orang yang baik dan
hebat. Oleh karena itu, setelah lulus saya berusaha untuk kembali bekerja lebih
semangat lagi dengan misi menjadikan desa-desa di Kecamatan Muara Komam tidak
tertinggal dan selalu tepat waktu dalam perencanaan, pelaksanaan dan pertanggungjawabannya.
Berkat dukungan dari Pemerintah Kecamatan dalam hal ini selaku Pembina Desa
yaitu Camat dan Kasi PMD yang membidangi desa serta pejabat lainnya yang
terlibat, Kecamatan Muara Komam mendapatkan apresiasi untuk Pelaksanaan Kiprah
Desa yang dilaksanakan di Kecamatan Muara Komam untuk tingkat Provinsi
Kalimantan Timur. Yang dimana hal tersebut turut menjadi hadiah juga bagi saya
karena bisa menjadi Pendamping Desa Pemberdayaan melalui jalur Promosi di tahun
2020.
Tahun
demi tahun dengan adanya kehadiran Pendamping Desa. Desa dan kecamatan sangat
terbantu sehingga desa-desa di Kecamatan Muara Komam menjadi lebih baik,
terutama dari tahapan perencanaan, penyusunan RPJMDesa tepat waktu yakni tiga
bulan sejak dilantiknya Kepala Desa sudah ditetapkan. Penyusunan RKPDesa yang
dimulai sejak bulan Juli sampai dengan September sudah rutin dilaksanakan dan
ditetapkan, sampai pada penyusunan APBDesa tahun berikunya dan ini sudah harus
disusun dan ditetepakan paling lambat akhir Desember tahun berjalan. Buah dari
hasil kerja keras tersebut, Kecamatan Muara Komam kembali mendapatkan
Penghargaan Kategori Camat terbaik dan berprestasi se Kalimantan Timur pada
tahun 2020.
Salah
satu desa di Kalimantan Timur khususnya Kabupaten Paser yang memiliki
Masyarakat Hukum Adat (MHA) yaitu Desa Swan Slutung di Kecamatan Muara Komam
yang di SK-kan langsung oleh Presiden Republik Indonesia tahun 2020 yang diakui
keberadaannya oleh negara adalah Kampung Mului. Hal tersebut merupakan mudaya
dan kearifan lokal yang harus dijaga, dipertahankan dan dilestarikan. Adanya
MHA Mului merupakan magnet bagi desa untuk mendapatkan perhatian langsung dari
Pemerintah dari segi pembangunan ekonomi, pendidikan dan kesehatan yang merupakan kebutuhan dasar masyarakat.
Tugas
menjadi seorang Pendamping Desa justru semakin menantang, karena banyak hal
yang dapat dilakukan dan berdampak bagi masyarakat. Kita ambil contoh misalnya
yang menjadi perhatian untuk saat ini adalah stunting, di mana-mana kata
stunting sangatlah sering didengar dan untuk disampaikan. Sesuai amanat
Peraturan Presiden 72 tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting,
saya sebagai Pendamping Desa bekerja keras untuk memberikan wawasan dan
pemahaman bagi masyarakat dan pelaku lainnya yang ada di desa baik yang
terlibat langsung maupun tidak langsung untuk bersama-sama mesukseskan program
tersebut. Satu demi satu pendekatan dengan desa saya lakukan di Kecamatan Muara
Komam, dan akhirnya desa sudah melaksanakan tahapan awal yaitu rembuk stunting
dengan tujuan memastikan desa mengembangkan program stunting dan
kegiatan yang dikembangkan menjawab permasalahan stunting di desa.
Disinilah
pemberdayaan itu sangat dirasakan kehadiranya, melalui proses pendampingan yang
tidak mengenal batas dan waktu. Pemberdayaan menjadi penting dalam
memfasilitasi pembangunan dan pemerintahan di desa. Oleh karena itu saya selaku
Pendamping Desa memiliki kesan dan pengalaman yang tidak dapat dilupakan.
Itulah mengapa makna “berdaya” bagi saya sangat mahal harganya.
Sejak
terbitnya Undang-Undang Desa yang mengamanatkan adanya Pendamping Desa,
menariknya sebagian desa ada yang menolak dengan adanya kehadiran Pendamping
Desa tersebut, namun hal itu tidak berlaku untuk Kecamatan Muara Komam. Kehadiran
kami sebagai Pendamping Desa sangat dihargai walaupun tidak jarang kami disapa
dengan nada tinggi, atau raut wajah pemerintah desa yang sedikit kaku pada saat
kami berkunjung melakukangan pendampingan. Hal itu sudah biasa kami rasakan,
ibarat perumpamaan sudah menjadi makanan sehari-hari dan menjadi warna cerita
untuk kami. Bagi desa dan mayarakat yang menyambut baik, yang ingin desanya maju,
mereka terbuka sekali. Bahkan bersedia mendengarkan dan mengerjakan arahan yang
diberikan Pendamping Desa.
Program-program
pendampingan yang sudah dilakukan sudah nyata hasilnya oleh pemerintah desa dan
masyarakat, upaya desa untuk mandiri sudah sangat terlihat adanya karena sebuah
tekad ingin maju. Oleh sebab itu saya selalu meyakini dan percaya bahwa kita
harus terus menerus berusaha, jangan cepat puas, tanamkan semangat yang kuat,
berdedikasi dan melakukan aksi nyata untuk pemberdayaan masyarakat.
Hingga
kini, saya terus melakukan upaya-upaya dan bekerja secara professional untuk
terus membantu, mengawal, menginformasikan apa-apa saja yang menjadi pijakan
bagi para perangkat desa dalam menyusun RPJMDesa, RKPDesa sampai pada APBDesa.
Pendamping Desa merupakan perpanjangan tangan kementerian Desa PDTT. Hal ini
tentu membuat peran Pendamping Desa harus dioptimalkan agar tercipta sinergi
informasi dan komunikasi yang lebih memadai. sejatinya, perangkat desa juga
tidak boleh merasa enggan atau merasa kurang nyaman jika ada pertanyaan yang
diajukan oleh Pendamping Desa. Semua itu dilakukan dalam rangka pengawalan agar
semua berjalan on the track.
Demikianlah
secarik cerita yang dapat saya tuliskan. Akhir kata saya ingin sampaikan bahwa “sanubari
pemberdayaan” ini sudah mengakar di hati sehingga membuat saya selalu semangat
menjalani hari, bekerja dengan hati dan tentu saja sesuai dengan hobi saya.
Karena jika bukan kita yang berdaya siapa lagi? karena jika bukan kita yang
memulai siapa lagi? dan jika bukan sekarang, maka kapan lagi?.
Penulis: Sugiarti, S.Sos. (Pendamping Desa Kecamatan Muara Komam)
0 Komentar