Matahari
menyambut pagi di sebuah pedesaan yang sangat sederhana dan juga asri. Udara
hangat yang diiringi semilir angin sejuk menggerakkan ilalang yang terhampar di
sisi jalan pedesaan. Burung-burung berkicauan di atas hamparan sawah yang hijau
dan ayam jantan berkokok menandakan bahwa dimulainya aktivitas warga pada pagi
hari di pedesaan. “Klik..klik…” suara ponsel Saprul menerima whatsapp.
Dalam
waktu yang bersamaan pula handphone teman teman Faris dan Yendri
berbunyi pula. Saya dan teman-temannya yang saat itu hendak berangkat bekerja
sebagai pendamping desa di salah satu kecamatan yang ada di provinsi Lampung.
Saya dan teman-temannya terhenti sejenak untuk membaca pesan singkat tersebut,
yang dikirimkan oleh salah satu kepala desa.
Setelah
membaca pesan singkat tersebut, yang menginformasikan atau memberitahu untuk
saya dan teman-teman saya sebagai pendamping desa untuk segera hadir di Desa Labuhan
Ratu Kampung membahas terkait salah satu kegiatan yang ada di desa yaitu Indeks
Desa Membangun (IDM). Saya dan teman-teman melanjutkan perjalanan menuju ke
tempat mereka bekerja, di salah satu desa yang ada di Kecamatan Sungkai Selatan
Lampung Utara.
“Apakah
kalian sudah menerima pesan dari bapak kepala desa Labuhan Ratu Kampung tadi?
“Iya nih, saya juga dikirim pesan yang sama” ucap Faris. “Jadi gimana nih,
sedangkan rencana kita hari ini mau berkunjung ke Desa Gunung Labuhan terkait musyawarah
perencanaan pembangunan” ucap Yendri. Sambil akhirnya, kami memutuskan untuk
singgah di sebuah warung untuk sarapan dan mencari solusi untuk kegiatan hari
ini yang harus mereka lakukan.
Setelah
kurang lebih 30 menit kami sarapan dan ngobrol terkait rencana kegiatan hari
ini. Akhirnya, mereka memutuskan untuk mengunjungi Desa Labuhan Ratu Kampung
terlebih dahulu. sebelum mereka menghadiri acara musyawarah perencanaan
pembangunan di Desa Gunung Labuhan. Sesampainya di Balai Desa, saya dan
teman-teman mulai mendengarkan cerita dan keluh kesah dari bapak Kepala Desa
dengan penuh hikmat.
“Kenapa
status desa saya ini menjadi maju, siapa sebenarnya yang menginput data terkait
IDM, kenapa harus dirubah menjadi maju” ucap Pak Kades. Ketika mendengar
pernyataan itu, Saya mengangkat tangan dan menyanggah ucapan dari Pak Kades. “Mohon
maaf sebelumnya, pak kades mendapatkan informasi darimana kalau status desa
bapak sudah maju?. Setau kami selaku pendamping desa tidak ada kaitan nya pak
antara hasil dari indeks desa membangun dan status desa dengan pagu anggaran
dana desa sesuai panduan dan sosialisasi sebelum kami melaksanakan penginputan
data indeks desa membangun tersebut. Sedangkan, kami pun selaku pendamping desa
sudah sesuai menginput data tersebut dengan sebelumnya kami sudah melakukan
koordinasi bersama aparatur yang ada di desa bapak. Dan juga kami sebagai
pendamping desa sudah pernah meminta tanda tangan pak kades terkait berita
acara penetapan status indeks desa membangun tersebut ?!” ucap saya.
“Saya
merasa tidak pernah menandatangani berita acara tersebut. Mungkin waktu kalian
meminta tanda tangan tersebut saya sedang cuti. Mungkin saja bukan saya yang
bertanda tangan di berita acara tersebut. Maka, Saya berencana untuk
mengumpulkan pendamping desa, dan juga aparatur desa” tegas Pak Kades.
“Iya
pak, waktu itu saat kami meminta tanda tangan berita acara penetapan status
desa yang bertanda tangan adalah Ibu Sekdes” ujar Faris. “Iya karena waktu itu
bapak sedang cuti dikarenakan Desa Labuhan Ratu Kampung sedang melaksanakan
pemilihan kepala desa” saut Yendri juga. “Jika itu alasan Bapak, saya sangat
setuju. Tapi saya sedikit keberatan dengan adanya pernyataaan bapak yang seolah-olah
menyalahkan kami pendamping desa yang telah menginput data tersebut” sanggah
Saprul.
“Jadi
begini Pak Saprul, dan untuk pendamping semuanya, jika status desa saya dirubah
menjadi maju, saya khawatir ke depan nya Pagu Anggaran Dana Desa untuk Desa Labuhan
Ratu Kampung menjadi turun dan lebih kecil dari tahun tahun sebelumnya” ucap
Pak Kades dengan nada tinggi.
Saya dan
teman teman pendamping desa lain nya tidak setuju dengan pernyataan dari kades
tersebut. Tapi, mereka hanya terdiam mendengarkan pembicaraan kades tersebut
yang sudah tidak masuk akal dan diluar nalar dengan nada emosi. Akhirnya,
mereka segera berpamitan dan bergegas meninggalkan balai desa tersebut. Setelah
sesampainya di rumah, Saya membahas pembicaraan tadi bersama teman teman
pendamping lain nya melalui ponsel.
“Apakah
kalian setuju dengan hasil diskusi tadi?” tanya saya kepada teman-teman.
“Sudahlah terima saja keputusannya, toh itu data sudah selesai dan sudah diverifikasi
oleh Kabupaten dan bahkan sudah sampai di Provinsi” jawab Yendri. “Tapi, Pak
Kades seperti menyudutkan kita” sanggah saya. “Sudahlah, kamu jangan berburuk
sangka terhadap Pak Kades. Ada baiknya kalau kita besok bicara lagi dengan Pak Kades
dan memberikan pengertian yang jelas kepada Pak Kades, agar dia benar-benar
mengerti apa itu indeks desa membangun dan tidak ada kaitan nya dengan pagu anggaran
dana desa” ucap Faris.
“Iya
setuju kalau begitu, biar kita sama sama tidak ada kesalahpahaman” ujar saya
lagi. Saya dan teman-teman hanya diam. Isi kepala mereka masih banyak
pertanyaan-pertanyaan yang meempertanyakan pernyataan-pernyataan kepala desa
itu yang bicara asal tanpa tahu kejelasan dan informasi yang sebenarnya. Lantas
saya pergi ke kamar dan menghentikan pembicaraan mereka lewat telepon.
Dua hari
kemudian, Saya dan teman-teman mendatangi Kepala Desa Labuhan Ratu Kampung
lagi. Saya mulai menyusun rencana untuk mencari kebenaran agar tidak terjadi
kesalahpahaman. Sesampainya mereka di Desa Labuhan Ratu Kampung, Mereka disuruh
menunggu sebentar oleh aparatur desa di ruangan Pak Kades. “Tunggu sebentar ya
pak” ujar salah satu aparatur desa kepada Saprul dan teman-teman nya. Setelah
menunggu kurang lebih 30 menit, tiba-tiba Pak Kades masuk ke dalam ruangan.
Sambil dengan nada tinggi dan terdengar emosi, “gimana” ucap Pak Kades. “Begini
pak, kami disini mau meluruskan persoalan terkait indeks desa membangun yg kata
bapak hasil nya status desa bapak maju, padahal sebenarnya bukan maju pak.
Tapi, berkembang” ucap saya sambil menunjukkan selembar kertas, kertas tersebut
adalah berita acara penetapan status Desa.
Kepala
desa tersebut dengan mengangkat kepala sembari mendengarkan penjelasan yang
sebenarnya terjadi terkait indeks desa membangun dan tidak ada kaitan nya
dengan pagu anggaran dana desa, kepala desa itu merasa malu dan bersalah karena
sudah marah dan bicara seolah menyalahkan tanpa ada pengetahuan yang jelas. Lalu,
Pak Kades meminta maaf kepada saya dan teman teman TPP. “Kalau begitu saya
meminta maaf kepada kalian semua Saprul dan teman teman pendamping desa lain
nya, karena saya sudah menyudutkan kalian tanpa adanya pengetahuan yang jelas”
ucap Pak Kades.
Saya dan
teman-teman nya merasa lega. Begitu pun dengan Bapak Hudari selaku Kades Desa Labuhan
Ratu Kampung. Kemudian Saprul dan teman-temannya beranjak meninggalkan Desa Labuhan
Ratu Kampung untuk melanjutkan kegiatan selanjutnya di desa yang lain. Pak
Kades, Saprul dan teman-temannya sudah bisa tersenyum lega untuk segera pulang.
Hari
demi hari berlalu, saya dan teman-teman sudah berkomunikasi lagi dengan baik
kepada Kepala Desa Labuhan Ratu Kampung tersebut. Karena sudah tidak ada lagi
kesalahpahaman tentang informasi yang simpang siur dan belum tentu sumber
kejelasannya.
Pekerjaan
yang begitu sulit untuk memegang sebuah tali kekuasaan, banyak dukungan dan
penolakan yang bermunculan. Setiap hal yang dilakukan sang penguasa akan
menyertai sebuah kesepakatan bersama. Hal tersebut dilakukan semata-mata hanya
ingin memajukan sebuah peradaban demi masa depan yang gemilang. Maka, jadilah
pemegang kekuasaan yang mampu berpegang teguh kepada ilmu, adab dan bertanggung
jawab atas apa yang dikatakan. Buktikan kepada rakyat bahwa setiap kegiatan
yang dilakukan adalah nyata dan untuk kebahagiaan bersama. Karena sejatinya,
setiap kekuasaan yang telah disepakati akan berdampak bagi kehidupan rakyat di
kemudian hari.
Penulis: Saprul Kardanal
0 Komentar