Kegigihan Seorang Pendamping Desa Sukowati



Oleh: Joko Wahono

Pancaran matahari mulai menyinari bumi sukowati suatu wilayah di timur sungai Bengawan Solo atau yang dikenal dengan Kabupaten Sragen, Murdiyanto sudah bersiap-siap untuk memulai hari yang padat tugas. Wajahnya yang sederhana selalu memancarkan semangat yang tak pernah pudar, meskipun hari demi hari ia berjibaku dengan berbagai tantangan di kecamatan yang dipercayakan kepadanya. Murdiyanto adalah seorang pendamping desa yang tulus ikhlas dan selalu bersedia memberikan segala yang ia miliki untuk pemberdayaan masyarakat desa.

Murdiyanto mengenakan kemeja putih lusuh dan celana panjang, seolah-olah membawa pesan bahwa pekerjaan yang ia lakukan lebih dari sekadar pekerjaan. Di pundaknya selalu tampak tas berisi berkas-berkas, laptop dan perangkat yang mendukung tugasnya sebagai koordinator pendamping tingkat kecamatan. Ia tahu, tanggung jawabnya bukan hanya untuk satu desa, tetapi untuk beberapa desa yang tersebar di wilayah kecamatan ini.

Hari ini, Murdiyanto memiliki agenda yang cukup padat. Ia akan menghadiri rapat pembangunan desa di Desa Tirta Mulya, mendampingi pelaksanaan forum rumah desa sehat di Desa Sumber Makmur, dan kemudian memberikan pelatihan pengelolaan BUMDesa di Desa Cinta Kasih. Ia harus berbagi pengetahuan disetiap kegiatannya. Semuanya adalah bagian dari pekerjaannya yang ia lakukan dengan sepenuh hati.

Ketika ia tiba di Desa Tirta Mulya, ia disambut oleh sejumlah warga desa yang telah berkumpul di balai desa. Mereka menunggu dengan antusias untuk mendengarkan arahan dari Murdiyanto. Murdiyanto tidak hanya memberikan instruksi, ia juga mendengarkan dengan seksama setiap keluhan dan masalah yang dihadapi oleh beberapa kelompok masyarakat desa ini.

"Saudara-saudara," ucap Murdiyanto dengan suara lembut, "Kita harus bekerja sama untuk meningkatkan kualitas hidup di desa ini. Kita akan mencapai semua ini dengan bekerja keras bersama-sama."

Di antara para hadirin, ada seorang ibu muda yang duduk di barisan belakang. Ia memperhatikan Murdiyanto dengan penuh harap. Ibu muda itu, Siti, baru saja melahirkan bayi perempuan cantik, namun bayinya terlalu kecil dan lemah. Siti sangat khawatir tentang kesehatan bayinya, dan ia tidak tahu kepada siapa ia bisa berbicara.

Setelah rapat selesai, Siti mendekati Murdiyanto dengan ragu-ragu. "Pak Murdiyanto," katanya dengan suara gemetar, "Bolehkah saya bicara sebentar?". Murdiyanto yang selalu peduli dengan setiap orang di desa ini tersenyum lembut. "Tentu, Bu Siti," kata Murdiyanto ramah. "Apa yang bisa saya bantu?". Siti kemudian menceritakan semua kekhawatirannya tentang kesehatan bayinya yang lemah. Murdiyanto mendengarkan dengan penuh perhatian dan kemudian mengambil ponselnya. "Saya akan menghubungi kader kesehatan desa dan kita akan segera mengambil tindakan," janjinya.

Desa Tirta Mulya merupakan desa yang peduli kaum difabel, minoritas dan ramah anak. Sudah menjadi rutinitas jika setiap Musyawarah perwakilan kaum rentan ini dilibatkan dan diberi kebebasan untuk berbicara termasuk perwakilan ibu hamil dan menyusui.

Setelah selesai agenda pertama Murdiyanto menuju ke Desa Sumber Makmur untuk meninjau pelaksanaan forum rumah desa sehat. Program ini adalah salah satu keberhasilan besar yang dicapai oleh Murdiyanto dan timnya. Mereka telah berhasil mengurangi angka stunting di desa-desa ini melalui upaya promosi gizi, pendampingan ibu hamil, dan penyediaan fasilitas kesehatan yang lebih baik.

Forum rumah desa sehat merupakan sekretariat bersama bagi para pegiat pemberdayaan masyarakat dan pelaku pembangunan Desa di bidang kesehatan, yang berfungsi sebagai ruang literasi kesehatan, pusat penyebaran informasi kesehatan dan forum advokasi kebijakan di bidang kesehatan. Fokus Desa Sumber Makmur melalui RDS ini adalah pencegahan dan penurunan kasus stunting dikarenakan Desa ini menjadi lokus stunting di Kabupaten. Di forum ini, Murdiyanto bertemu dengan seorang ibu muda lainnya, Rini, yang telah melibatkan diri dalam program ini. Rini adalah seorang ibu tunggal yang bekerja keras untuk menghidupi dua anaknya. Ia telah berperan aktif dalam mensosialisasikan adanya forum rumah desa sehat di antara warga desa lainnya.

Rini juga menjadi kader pembangunan manusia (KPM) di desa tersebut. Ia selalu sigap dalam memberikan pelayanan kepada para kader kesehatan lainnya terutama demi lancarnya kegiatan posyandu di Sumber Makmur. Rini berkata kepada Murdiyanto, "Pak Murdiyanto, forum ini sungguh membantu kami. Saya melihat perubahan besar dalam kesehatan anak-anak kami, terutama yang beresiko stunting. Terima kasih atas dukungannya.". Murdiyanto tersenyum dan menggenggam tangan Rini. "Saya senang mendengarnya, Bu Rini. Kita akan terus bekerja keras untuk meningkatkan kualitas hidup di desa ini."

Hari berlanjut dengan pelatihan pengelola BUMDes di Desa Cinta Kasih. Warga desa Cinta Kasih berkumpul di balai desa, wajah mereka penuh antusias untuk mendengarkan apa yang akan disampaikan oleh Murdiyanto. Murdiyanto mulai menjelaskan konsep BUMDes dengan sederhana, mengatakan bahwa itu adalah sebuah entitas usaha yang dimiliki oleh warga desa dan dioperasikan untuk kepentingan bersama. Ia menjelaskan bagaimana BUMDes dapat membantu meningkatkan ekonomi desa, menciptakan lapangan kerja lokal, dan meningkatkan kualitas hidup warga. Dia juga berbicara tentang berbagai jenis usaha yang bisa dijalankan oleh BUMDes, seperti pertanian, perikanan, dan kerajinan lokal. Selama presentasinya, Murdiyanto juga mengajak beberapa warga yang sudah sukses mengelola BUMDes di desa lain untuk berbicara tentang pengalaman mereka. Mereka menceritakan bagaimana BUMDes telah membantu mereka memperbaiki taraf hidup dan memberikan manfaat bagi seluruh komunitas.

Pada akhir pertemuan, warga desa Cinta Kasih semakin yakin bahwa mendirikan BUMDes adalah langkah yang tepat untuk meningkatkan kesejahteraan mereka dan desa mereka. Mereka mulai membentuk kelompok kerja untuk merencanakan pembentukan BUMDes dan menetapkan tugas-tugas masing-masing. Murdiyanto merasa senang melihat semangat dan antusiasme warga desa untuk memajukan desa mereka melalui BUMDes. Ia berjanji akan memberikan dukungan penuh dalam proses pembentukan dan pengelolaan BUMDes mereka. Dari hari itu, Desa Cinta Kasih menjadi semakin kuat dan bersatu dalam usaha untuk mencapai kemakmuran bersama. Semangat dan cinta kasih di antara warga desa mereka terus berkembang, menggerakkan mereka untuk mencapai impian bersama yang lebih besar.

Saat hari menjelang senja, Murdiyanto kembali ke rumahnya yang sederhana. Tulang punggung keluarga itu mengetahui bahwa gaji yang ia terima sebagai pendamping desa tidak cukup untuk memenuhi semua kebutuhan keluarganya. Mereka tinggal di rumah kontrakan yang sederhana, dan biaya sekolah dua anaknya juga menjadi tanggung jawab. Namun, Murdiyanto tidak pernah mengeluh. Ia tahu bahwa pekerjaannya adalah panggilan hatinya, dan ia merasa bahagia bisa memberikan dampak positif bagi masyarakat desanya.

Di malam hari, setelah makan malam bersama keluarganya, Murdiyanto pergi ke mushola untuk mengajar ngaji kepada anak-anak di sekitar rumahnya. Ia tidak meminta bayaran untuk pengajaran ini, karena ia percaya bahwa pendidikan agama adalah hak setiap anak. Suatu malam, ketika Murdiyanto sedang memberikan pelajaran mengaji, salah satu santri bernama Ahmad terlihat sangat gelisah. Wajahnya pucat, dan dia terlihat kesakitan. "Ada yang salah, Ahmad?" tanya Murdiyanto khawatir. Ahmad menundukkan kepala, lalu dengan suara pelan menjawab, "Pak Murdiyanto, perut saya sakit, dan saya belum makan sejak tadi pagi." Murdiyanto segera merasa prihatin. Dia mengerti bahwa Ahmad berasal dari keluarga yang kurang mampu. Ibunya, seorang janda yang bekerja sebagai tukang cuci rumahan, sering kali berjuang keras untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari. "Jangan khawatir, Ahmad," kata Murdiyanto dengan lembut. "Saya akan membantu kamu. Mari kita selesaikan pelajaran ngaji hari ini, dan kemudian saya akan membawakan kamu makanan." Ahmad tersenyum lega, dan mereka melanjutkan pelajaran mengaji. Setelah selesai, Murdiyanto membawa Ahmad ke warung terdekat dan memesan makanan untuk mereka berdua. Sambil makan, Ahmad menceritakan bahwa ibunya telah kehabisan beras dan merasa malu untuk meminjam lagi dari tetangga. Mereka telah mengalami kesulitan keuangan sejak ayah Ahmad meninggal.

Mendengar cerita Ahmad, Murdiyanto merasa prihatin dan ingin membantu lebih lanjut. Dia berbicara dengan kepala desa dan beberapa tokoh masyarakat lainnya. Mereka setuju untuk memberikan bantuan kepada keluarga Ahmad dalam bentuk beras dan barang-barang lain yang mereka butuhkan. Dalam waktu singkat, bantuan tersebut disalurkan kepada keluarga Ahmad, dan ibunya sangat terharu oleh kebaikan dan solidaritas warga desa. Mereka merasa bahwa desa mereka adalah sebuah keluarga besar yang selalu siap membantu satu sama lain dalam masa-masa sulit. Kehidupan Murdiyanto terus berlanjut seperti ini, penuh dengan dedikasi dan kasih sayang kepada masyarakatnya. Ia mungkin tidak memiliki banyak harta, tetapi ia memiliki hati yang tulus untuk membantu sesama. Baginya, kebahagiaan terbesar adalah ketika ia melihat perubahan positif di desanya, ketika ia melihat anak-anak tumbuh sehat dan cerdas, dan ketika ia merasakan kasih sayang dari orang-orang yang ia bantu.

Murdiyanto adalah contoh nyata dari seorang pahlawan tanpa tanda jasa, seseorang yang mengabdi kepada masyarakatnya tanpa pamrih. Ia adalah harapan di tengah kegigihan, inspirasi bagi semua orang untuk selalu berbuat baik dan tidak pernah berhenti berjuang untuk kebaikan bersama. Dan di bawah langit Sragen yang tenang, cerita tentang Murdiyanto seorang pendamping desa terus mengalir, menginspirasi hati setiap orang yang mendengarnya.


Posting Komentar

0 Komentar