Pancaran matahari mulai menyinari bumi sukowati suatu
wilayah di timur sungai Bengawan Solo atau yang dikenal dengan Kabupaten
Sragen, Murdiyanto sudah bersiap-siap untuk memulai hari yang padat tugas.
Wajahnya yang sederhana selalu memancarkan semangat yang tak pernah pudar,
meskipun hari demi hari ia berjibaku dengan berbagai tantangan di kecamatan
yang dipercayakan kepadanya. Murdiyanto adalah seorang pendamping desa yang
tulus ikhlas dan selalu bersedia memberikan segala yang ia miliki untuk pemberdayaan
masyarakat desa.
Murdiyanto mengenakan kemeja putih lusuh dan celana
panjang, seolah-olah membawa pesan bahwa pekerjaan yang ia lakukan lebih dari
sekadar pekerjaan. Di pundaknya selalu tampak tas berisi berkas-berkas, laptop
dan perangkat yang mendukung tugasnya sebagai koordinator pendamping tingkat
kecamatan. Ia tahu, tanggung jawabnya bukan hanya untuk satu desa, tetapi untuk
beberapa desa yang tersebar di wilayah kecamatan ini.
Hari ini, Murdiyanto memiliki agenda yang cukup padat.
Ia akan menghadiri rapat pembangunan desa di Desa Tirta Mulya, mendampingi
pelaksanaan forum rumah desa sehat di Desa Sumber Makmur, dan kemudian
memberikan pelatihan pengelolaan BUMDesa di Desa Cinta Kasih. Ia harus berbagi
pengetahuan disetiap kegiatannya. Semuanya adalah bagian dari pekerjaannya yang
ia lakukan dengan sepenuh hati.
Ketika ia tiba di Desa Tirta Mulya, ia disambut oleh
sejumlah warga desa yang telah berkumpul di balai desa. Mereka menunggu dengan
antusias untuk mendengarkan arahan dari Murdiyanto. Murdiyanto tidak hanya
memberikan instruksi, ia juga mendengarkan dengan seksama setiap keluhan dan
masalah yang dihadapi oleh beberapa kelompok masyarakat desa ini.
"Saudara-saudara," ucap Murdiyanto dengan
suara lembut, "Kita harus bekerja sama untuk meningkatkan kualitas hidup
di desa ini. Kita akan mencapai semua ini dengan bekerja keras
bersama-sama."
Di antara para hadirin, ada seorang ibu muda yang duduk
di barisan belakang. Ia memperhatikan Murdiyanto dengan penuh harap. Ibu muda
itu, Siti, baru saja melahirkan bayi perempuan cantik, namun bayinya terlalu
kecil dan lemah. Siti sangat khawatir tentang kesehatan bayinya, dan ia tidak
tahu kepada siapa ia bisa berbicara.
Setelah rapat selesai, Siti mendekati Murdiyanto dengan
ragu-ragu. "Pak Murdiyanto," katanya dengan suara gemetar,
"Bolehkah saya bicara sebentar?". Murdiyanto yang selalu peduli
dengan setiap orang di desa ini tersenyum lembut. "Tentu, Bu Siti,"
kata Murdiyanto ramah. "Apa yang bisa saya bantu?". Siti kemudian
menceritakan semua kekhawatirannya tentang kesehatan bayinya yang lemah.
Murdiyanto mendengarkan dengan penuh perhatian dan kemudian mengambil ponselnya.
"Saya akan menghubungi kader kesehatan desa dan kita akan segera mengambil
tindakan," janjinya.
Desa Tirta Mulya merupakan desa yang peduli kaum
difabel, minoritas dan ramah anak. Sudah menjadi rutinitas jika setiap
Musyawarah perwakilan kaum rentan ini dilibatkan dan diberi kebebasan untuk
berbicara termasuk perwakilan ibu hamil dan menyusui.
Setelah selesai agenda pertama Murdiyanto menuju ke
Desa Sumber Makmur untuk meninjau pelaksanaan forum rumah desa sehat. Program
ini adalah salah satu keberhasilan besar yang dicapai oleh Murdiyanto dan
timnya. Mereka telah berhasil mengurangi angka stunting di desa-desa ini
melalui upaya promosi gizi, pendampingan ibu hamil, dan penyediaan fasilitas
kesehatan yang lebih baik.
Forum rumah desa sehat merupakan sekretariat bersama
bagi para pegiat pemberdayaan masyarakat dan pelaku pembangunan Desa di bidang
kesehatan, yang berfungsi sebagai ruang literasi kesehatan, pusat penyebaran
informasi kesehatan dan forum advokasi kebijakan di bidang kesehatan. Fokus
Desa Sumber Makmur melalui RDS ini adalah pencegahan dan penurunan kasus
stunting dikarenakan Desa ini menjadi lokus stunting di Kabupaten. Di forum
ini, Murdiyanto bertemu dengan seorang ibu muda lainnya, Rini, yang telah melibatkan
diri dalam program ini. Rini adalah seorang ibu tunggal yang bekerja keras
untuk menghidupi dua anaknya. Ia telah berperan aktif dalam mensosialisasikan
adanya forum rumah desa sehat di antara warga desa lainnya.
Rini juga menjadi kader pembangunan manusia (KPM) di
desa tersebut. Ia selalu sigap dalam memberikan pelayanan kepada para kader
kesehatan lainnya terutama demi lancarnya kegiatan posyandu di Sumber Makmur.
Rini berkata kepada Murdiyanto, "Pak Murdiyanto, forum ini sungguh
membantu kami. Saya melihat perubahan besar dalam kesehatan anak-anak kami,
terutama yang beresiko stunting. Terima kasih atas dukungannya.".
Murdiyanto tersenyum dan menggenggam tangan Rini. "Saya senang
mendengarnya, Bu Rini. Kita akan terus bekerja keras untuk meningkatkan
kualitas hidup di desa ini."
Hari berlanjut dengan pelatihan pengelola BUMDes di
Desa Cinta Kasih. Warga desa Cinta Kasih berkumpul di balai desa, wajah mereka
penuh antusias untuk mendengarkan apa yang akan disampaikan oleh Murdiyanto.
Murdiyanto mulai menjelaskan konsep BUMDes dengan sederhana, mengatakan bahwa
itu adalah sebuah entitas usaha yang dimiliki oleh warga desa dan dioperasikan
untuk kepentingan bersama. Ia menjelaskan bagaimana BUMDes dapat membantu
meningkatkan ekonomi desa, menciptakan lapangan kerja lokal, dan meningkatkan
kualitas hidup warga. Dia juga berbicara tentang berbagai jenis usaha yang bisa
dijalankan oleh BUMDes, seperti pertanian, perikanan, dan kerajinan lokal.
Selama presentasinya, Murdiyanto juga mengajak beberapa warga yang sudah sukses
mengelola BUMDes di desa lain untuk berbicara tentang pengalaman mereka. Mereka
menceritakan bagaimana BUMDes telah membantu mereka memperbaiki taraf hidup dan
memberikan manfaat bagi seluruh komunitas.
Pada akhir pertemuan, warga desa Cinta Kasih semakin
yakin bahwa mendirikan BUMDes adalah langkah yang tepat untuk meningkatkan
kesejahteraan mereka dan desa mereka. Mereka mulai membentuk kelompok kerja
untuk merencanakan pembentukan BUMDes dan menetapkan tugas-tugas masing-masing.
Murdiyanto merasa senang melihat semangat dan antusiasme warga desa untuk
memajukan desa mereka melalui BUMDes. Ia berjanji akan memberikan dukungan
penuh dalam proses pembentukan dan pengelolaan BUMDes mereka. Dari hari itu, Desa
Cinta Kasih menjadi semakin kuat dan bersatu dalam usaha untuk mencapai
kemakmuran bersama. Semangat dan cinta kasih di antara warga desa mereka terus
berkembang, menggerakkan mereka untuk mencapai impian bersama yang lebih besar.
Saat hari menjelang senja, Murdiyanto kembali ke
rumahnya yang sederhana. Tulang punggung keluarga itu mengetahui bahwa gaji
yang ia terima sebagai pendamping desa tidak cukup untuk memenuhi semua
kebutuhan keluarganya. Mereka tinggal di rumah kontrakan yang sederhana, dan
biaya sekolah dua anaknya juga menjadi tanggung jawab. Namun, Murdiyanto tidak
pernah mengeluh. Ia tahu bahwa pekerjaannya adalah panggilan hatinya, dan ia
merasa bahagia bisa memberikan dampak positif bagi masyarakat desanya.
Di malam hari, setelah makan malam bersama keluarganya,
Murdiyanto pergi ke mushola untuk mengajar ngaji kepada anak-anak di sekitar
rumahnya. Ia tidak meminta bayaran untuk pengajaran ini, karena ia percaya
bahwa pendidikan agama adalah hak setiap anak. Suatu malam, ketika Murdiyanto
sedang memberikan pelajaran mengaji, salah satu santri bernama Ahmad terlihat
sangat gelisah. Wajahnya pucat, dan dia terlihat kesakitan. "Ada yang
salah, Ahmad?" tanya Murdiyanto khawatir. Ahmad menundukkan kepala, lalu
dengan suara pelan menjawab, "Pak Murdiyanto, perut saya sakit, dan saya
belum makan sejak tadi pagi." Murdiyanto segera merasa prihatin. Dia
mengerti bahwa Ahmad berasal dari keluarga yang kurang mampu. Ibunya, seorang
janda yang bekerja sebagai tukang cuci rumahan, sering kali berjuang keras
untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari. "Jangan khawatir,
Ahmad," kata Murdiyanto dengan lembut. "Saya akan membantu kamu. Mari
kita selesaikan pelajaran ngaji hari ini, dan kemudian saya akan membawakan
kamu makanan." Ahmad tersenyum lega, dan mereka melanjutkan pelajaran
mengaji. Setelah selesai, Murdiyanto membawa Ahmad ke warung terdekat dan
memesan makanan untuk mereka berdua. Sambil makan, Ahmad menceritakan bahwa
ibunya telah kehabisan beras dan merasa malu untuk meminjam lagi dari tetangga.
Mereka telah mengalami kesulitan keuangan sejak ayah Ahmad meninggal.
Mendengar cerita Ahmad, Murdiyanto merasa prihatin dan
ingin membantu lebih lanjut. Dia berbicara dengan kepala desa dan beberapa
tokoh masyarakat lainnya. Mereka setuju untuk memberikan bantuan kepada
keluarga Ahmad dalam bentuk beras dan barang-barang lain yang mereka butuhkan.
Dalam waktu singkat, bantuan tersebut disalurkan kepada keluarga Ahmad, dan
ibunya sangat terharu oleh kebaikan dan solidaritas warga desa. Mereka merasa
bahwa desa mereka adalah sebuah keluarga besar yang selalu siap membantu satu
sama lain dalam masa-masa sulit. Kehidupan Murdiyanto terus berlanjut seperti
ini, penuh dengan dedikasi dan kasih sayang kepada masyarakatnya. Ia mungkin
tidak memiliki banyak harta, tetapi ia memiliki hati yang tulus untuk membantu
sesama. Baginya, kebahagiaan terbesar adalah ketika ia melihat perubahan
positif di desanya, ketika ia melihat anak-anak tumbuh sehat dan cerdas, dan
ketika ia merasakan kasih sayang dari orang-orang yang ia bantu.
Murdiyanto adalah contoh nyata dari seorang pahlawan
tanpa tanda jasa, seseorang yang mengabdi kepada masyarakatnya tanpa pamrih. Ia
adalah harapan di tengah kegigihan, inspirasi bagi semua orang untuk selalu
berbuat baik dan tidak pernah berhenti berjuang untuk kebaikan bersama. Dan di
bawah langit Sragen yang tenang, cerita tentang Murdiyanto seorang pendamping
desa terus mengalir, menginspirasi hati setiap orang yang mendengarnya.
0 Komentar