Pengalaman Pendampingan Kerja PLD Kecamatan Limpung Kabupaten Batang Jawa Tengah


Oleh: Achmad Nasori

Aku teringat kala itu kira-kira sekitar bulan Juli tahun 2017, ketika malam tiba, aku sedang santai sambil menonton TV Tiba-tiba ada teman memberi tahu kepada saya bahwa ada lowongan kerja Pendamping Lokal Desa (PLD) yaitu Mbak Annisa Rosiana, beliau adalah teman saya dalam organisasi IPNU IPPNU kala itu, beliau juga sudah bekerja sebagai PLD terlebih dahulu. Pada waktu itu saya sedang berbenah dan mempersiapkan kegiatan sekolah esok harinya, karena pada saat itu saya bekerja sebagai guru TK honorer karena kegiatan pembelajaran anak TK harus dipersiapkan sehari sebelum kegiatan. Selesai menyelesaikan kegiatan itu, kemudian saya langsung buka di internet terkait info lowongan kerja PLD melalui web dan info loker yang telah diberikan oleh Mbak Annisa. Disitu saya cek kelengkapan administrasi yang dibutuhkan untuk pendaftaran. Ketika berbicara tentang pendamping lokal desa, ada sebuah memori dalam pikiran saya, yang berfikir pada kenangan ketika pertama kali mengikuti seleksi sebagai pedamping lokal desa. Sebagai anak yang berdomisili di pinggiran wilayah pantura yang jauh dari kata pedesaan karena desa kelahiran saya merupakan desa yang masyarakatnya sudah lumayan lebih bersifat modern dan sudah banyak pabrik, saya harus berangkat ke Semarang tepatnya di kampus Universitas Diponegoro (UNDIP), untuk melaksanakan seleksi tersebut.

Mengikuti seleksi pendamping desa merupakan babak baru dalam kehidupan karir pekerjaan saya. Dengan berbekal ijazah yang seadanya dan sedikit pengalaman dulu beraktifitas di lingkungan desa saya memberanikan diri untuk mengikuti tes tersebut, jumlah pendaftar membludak dari semua jenjang sehingga dalam pikiran saya ketika itu dengan keterbatasan yang ada, saya harus siap bersaing dan mempersiapkan mental sebaik mungkin untuk berkompetisi, hingga akhirnya saya pun dinyatakan lulus sebagai pendamping lokal desa. Singkat cerita saya mendaftar, ikut seleksi administrasi dan alhamdulillah diterima kerja sebagai PLD di salah satu kecamatan di Kabupaten Batang Provinsi Jawa Tengah yang meliputi 4 desa, yakni Desa Tembok, Desa Babadan, Desa Plumbon dan Desa Dlisen.

Awal bekerja saya masih bingung namun saya berusaha untuk untuk selalu belajar serta mempelajari karakteristik rekan kerja dan seluruh elemen yang terlibat dalam pekerjaan saya. Untungnya saya diberikan teamwork yang baik hati serta selalu membimbing saya yang masih baru dalam segala hal supervisor atau PD saya selalu memberikan pengarahan serta selalu membimbing saya terkait tugas pokok dan fungsi PLD dalam ranah pekerjaan fasilitasi dan pendampingan di desa. Sebenarnya pekerjaan pendampingan desa tidaklah mudah, banyak hal-hal baru bagi saya yang penuh tantangan. Dan sejatinya menjadi Pendamping Lokal Desa, bagi saya itu menjadi sebuah kebanggaan dan bukan soal mencari nafkah semata, melainkan juga mungkin sebuah suratan takdir yang harus dilaksanakan dan dipertanggungjawabkan. Dilaksanakan dalam artian melaksanakan tupoksi sebagai pendamping dalam koridor aturan atau sop tentang pendampingan desa, dengan penuh rasa tanggungjawab, kesadaran, dan Inovatif, sebagai timbal balik atas amanah yang telah diberikan oleh negara pada kita. Dan hal tersebut bukanlah sesuatu yang sederhana apalagi mudah, kurang lebih selama lima tahun kebelakang, saya menjalani aktifitas sebagai pendamping berbagai dinamika telah saya hadapi baik suka maupun duka, tantangan dan hambatan seringkali menggugat nurani untuk senantiasa mempersiapkan mentalitas yang kuat dan tanggungjawab sebagai pendamping.

Menjadi Pendamping dengan segala bentuk kelebihan dan kekurangan diluar SOP pendampingan juga harus mampu memposisikan diri sebagai tempat bertanya, menampung permasalahan atau kendala-kendala yang dihadapi para aparatur pemerintah desa, kelompok masyarakat dan memberikan alternatif pemecahan masalah dengan tetap keputusan ada ditangan kelompok masyarakat sendiri. Hal itulah yang menuntut pendamping untuk senantiasa mengasah Kemampuan berkomunikasi, atau menyampaikan pokok-pokok pikiran, kebijakan dari  Kemendesa PDTT bahkan pemerintah pusat hingga pemerintah kabupaten, hal ini ditekankan guna menjaga hubungan yang sejajar antara pendamping dengan   desa   yang didampinginya. Kemampuan beradaptasi dan belajar secara terus menerus bukanlah suatu pekerjaan yang mudah bagi pendamping untuk dapat belajar terus menerus meng upgrade diri, butuh niat, kemauan, kesadaran dan kemamuan untuk melaksanakannya. Dalih keterbatasan dana, transportasi dan sumber belajar akan menjadi alasan yang sah padahal kemampuan seorang pendamping tidak akan cukup bila hanya mendasarkan pada pelatihan pratugas dan pelatihan penyegaran saja. Bila menyadari bahwa yang didampingi pun mengalami perubahan dan perkembangan, jelas banyak kekurangan kemampuan pendamping bila tidak dikembangkan tidak akan mampu mengikuti perkembangan malah akan tergerus yang akan membuat pendamping minder. Seperti yang pernah disampaikan oleh Pak Radius Wahyu Broto selaku TAPM Kab. Batang pada saat itu serta Bapak Suradi Selaku Korkab TPP Kab. Batang pada saat ini dalam sebuah diskusi Rakor TPP Kabupaten Batang, bahwa pendamping desa harus senantiasa mengembangkan dan meningkatkan kapasitas mandiri, selalu berdedikasi tinggi, kesadaran, dan kekompakan teamwork dalam mengawal dan mendampingi desa. Hal tersebut dapat dilaksanakan dengan cara menggelar pelatihan-pelatihan mandiri, melaksanakan kajian-kajian, membangun tradisi kritis dan evaluasi, membangun dan memperkuat jaringan kemitraan, serta terjun langsung belajar memahami dinamika yang berkembang di masyarakat, terangnya.

Kecamatan Limpung, mungkin tidak seperti tempat bekerja yang dibayangkan, menjadi pendamping ternyata punya cerita dan pengalaman yang berkesan ketika memulai tugas menjadi pedamping kala dana desa dikucurkan pada desa-desa di kabupaten Batang. “Mungkin ada beberapa desa yang tak berkenan menerima kehadiran pendamping desa. mereka beranggapan seakan-akan membatasi ruang geraknya, padahal sebenarnya tidak,” ujar Aim (Achmad Nasori) sapaan atau panggilannya di tempat ia bekerja, menceritakan kisahnya ketika memulai pekerjaan sebagai pendamping desa saat Tim Jelajah Desa berkunjung ke desa dampingan pada saat awal bulan Novembder 2017 lalu. Aim (Achmad Nasori) merupakan pendamping lokal desa di Kecamatan Limpung, Kabupaten Batang, sejak November 2017. Sebelumnya, lelaki itu pernah bekerja menjadi guru taman kanak-kanak di daerahnya. “Saya tertarik menjadi pendamping lokal desa agar bisa berkomunikasi dengan masyarakat dalam membantu program pemberdayaan pemerintah serta program-program yang telah dicanangkan oleh Kementerian Desa PDTT,” ujarnya. Meski agak mendapati semacam penolakan seperti itu, tidak menyurutkan tekad Aim (Achmad Nasori) untuk mengabdi dan memberdayakan program dana desa Kemendes PDTT. “Wajar, tahap awal disambut begitu, itu tantangan, sebagai pendamping lokal desa, cara penyambutan seperti itu harus dijadikan motivasi baginya. Percayalah lambat tapi pasti, masyarakat pun menerima kehadiran kita sebagai pendamping lokal desa,”ujarnya. Pemuda yang penuh semangat ini menyadari bahwa peran pendamping lokal desa sangat krusial sekali dalam keberhasilan program pemerintahan. Jika program itu gagal, pendamping desa tentunya akan menjadi sorotan bagi pihak-pihak lain.

“Meyakini mereka dengan sering berkunjung dan memberikan pemahaman kepada mereka bahwa pendamping desa itu mendampingi mereka supaya tidak salah langkah,”Kata Aim (Achmad Nasori). Aim (Achmad Nasori), menyampaikan, setiap pendamping lokal desa ada tiga hingga lima orang di tiap-tiap kecamatan. Dengan masing-masing memberdayakan dan mendampingi dari 2 sampai  4 Desa, termasuk saya yang mendampingi 4 Desa “Kata Aim (Achmad Nasori). “Saya mendampingi empat desa di Kecamatan Limpung, yakni Desa Tembok, Desa Babadan, Desa Plumbon dan Desa Dlisen,”Kata Aim (Achmad Nasori). Di antara desa yang tidak berkenan itu, tuturnya, masih ada juga masyarakat desa yang bersedia  menerima kehadiran pendamping desa. “Bagi masyarakat yang koperatif dan aktif, yang ingin desanya selangkah lebih maju dari yang lain, mereka sangat terbuka dan sekali. Bahkan bersedia mendengarkan dan mengerjakan arahan yang diberikan,”ujarnya. Program-program pendampingan yang sudah dilakukannya sudah nyata hasilnya dan dapat dirasa manfaatnya oleh masyarakat. Upaya masyarakat untuk mandiri sudah sangat terlihat adanya karena sudah ingin maju. “Sebab itu, saya selalu menyakini masyarakat harus terus menerus berusaha, jangan cepat puas, tanamkan semangat yang kuat,” ucapnya. Lain cerita Aim (Achmad Nasori), lain pula kisah Mbak Vita Wijatanti kepada salah satu rekan kerja PLD yang nyaris terperosok karena medan jalan ke desa dampingan agak menanjak dan pada saat itu setelah hujan turun. 

Desa dampingan saya ini punya potensi, terutama sekali potensi usaha emping melinjo, dan juga di sektor pertanian. Dengan memaksimalkan potensi ini, dapat memberikan income kepada Desa. “Pendamping Lokal Desa terus melakukan upaya-upaya profesionalisme. Selaku tenaga pendamping mereka terus bekerja membantu, mengawal, menginformasikan apa-apa yang menjadi pijakan bagi para perangkat desa menyusun APBDes. Pendamping Lokal Desa merupakan kepanjangan tangan Kementrian Desa PDTT, peran pendamping desa harus dioptimalkan agar tercipta sinergi informasi dan komunikasi untuk  mendampingi Kepala Desa serta perangkat desa. Jadi, para Kepala Desa dan Perangkat Desa tidak boleh juga merasa enggan tidak boleh merasa kurang nyaman kalau ada pertanyaan yang diajukan oleh pendampin lokal desa. Semua itu dilakukan dalam rangka pengawalan agar kita semua berjalan on the track. Banyak faktor yang mempengaruhi kemajuan desa. Pemerintah desa yang mahir melakukan pengaturan. Masyarakat yang dinamis dan kritis. Sumber daya alam, infrastruktur ekonomi, dan infrastruktur kesehatan yang memadai. Dan, satu faktor lain yang sering kali terlewat dari perhatian pendamping lokal desa yang mumpuni. Merekalah yang bertugas mengawal dan mendampingi desa, mulai dari perencanaan sampai tingkat eksekusi/pelaporan program di desa. Peran penting pendamping lokal desa ini sangat dirasakan terutama saat desa mengelola kucuran dana yang begitu besar dari Dana Desa dan sumber lain. Struktur pendampingan ini pun berjenjang, mulai dari tingkat Provinsi (Tenaga Ahli Provinsis), Kabupaten (Tenaga Ahli Kabupaten), Kecamatan (Pendamping Desa) sampai Tingkat Desa (Pendamping Lokal Desa). Permendes Nomor 3 Tahun 2015, pasal 12, pendamping desa mendapatkan enam tugas besar. Mulai dari pendampingan dalam perencanaan sampai pemantauan, sampai pendampingan dalam pembangunan kawasan perdesaan. Pada prinsipnya, para pendamping inilah yang bertanggungjawab mengawal desa mulai dari perencanaan sampai pelaksanaan program-program desa, baik dari sisi infrastruktur, dan terutama pada sisi pemberdayaan masyarakat.

Proses pendampingan sampai desa mampu menjadi mandiri nantinya, tentu butuh waktu yang tidak singkat. Pada mulanya, para pendamping mesti mendampingi soal-soal teknis administratif di desa. Misalnya soal pengisian berbagai sistem online di desa. “Harus ada evolusi pendampingan. Tidak boleh kita membuat desa tergantung ke kita,” ungkap Aim. Banyak sekali aplikasi yang harus diisi di tingkat desa. Sementara saat ini, kebanyakan desa secara kapasitas sumber daya manusia masih kurang”, tuturnya. Peran pendamping sangat sentral dalam adaptasi sistem daring ini. Dari mulai sosialisasi, dampingan teknis, sampai konsultasi saat ada masalah dalam aplikasi. Ditambah, para pendamping local desa merupakan kanal penghubung antara pemerintah pusat dan pemerintah lokal desa terkait bermacam data dari desa. Mereka menjadi pengepul informasi awal dari desa. Persoalannya, sebagian besar desa masih belum sadar akan pentingnya data ini sehingga sering terjadi keterlambatan data. “Misalnya data tentang keluarga miskin. Kita harus aktif mendorong dan meminta desa untuk melengkapi data, meski membutuhkan waktu untuk kelengkapan dan validasi data. Salah satu persoalan utama pendampingan, menurut saya, adalah begitu banyaknya regulasi yang mengatur desa. Mulai dari regulasi tingkat pusat, sampai tingkat kabupaten bahkan Pemerintah Kecamatan pun serta berbagai kementerian dengan berbagai peraturan yang mesti dijalankan di tingkat desa. Belum lagi terkait perubahan regulasi yang cukup dinamis, apalagi dalam konteks masa pandemi lalu. “Banyaknya peraturan untuk desa, kadang membuat kami kasihan kepada temen-temen di Pemerintahan Desa. Seperti overdosis aturan. Kemendagri punya aturan. Begitu pula Kemendes, Kementerian Keuangan, dan sebagainya. Mumet jadinya. Disinilah peran krusial pendamping lokal desa. Mereka membantu pihak desa untuk memahami, menafsirkan bersama, sekaligus mendampingi pelaksanaan regulasi di desa. Para tenaga ahli desa di Kabupaten Batang cukup dinamis dalam menyikapi ini. Mereka menginisiasi forum diskusi dan rembug bareng mengenai segala jenis aturan terkait desa. Mereka menamainya forum diskusi yang dimulai sejak 2016 awal ini hingga saat ini, di forum diskusi tersebut, semua stakeholder berkumpul. Mulai dari dinas, pemerintah kecamatan, pemerintah desa, sampai pendamping duduk bersama untuk membahas bermacam regulasi. “Saat ada regulasi yang baru, kita bedah bareng. Agar isi kepala kita sama. Karena pemaknaan serta penafsiran dari sebuah peraturan kan bermacam-macam. Aim (Achmad Nasori) sepakat bagaimanapun dinamika yang ia alami dalam pendampingan, saat pemberdayaan berhasil, berbagai tantangan itu menjadi tidak berarti. Misalnya ketika sebuah desa berhasil menemukan potensi, lalu mengolahnya menjadi program yang bermanfaat bagi masyarakat desa.

Aim bercerita mengenai Desa Tembok dan Plumbon, Kecamatan Limpung, Kabupaten Batang. Potensi usaha Emping Melinjo di desa ini awalnya terabaikan. Melinjo hanya dijual berupa biji pada tengkulak atau pada pasar. Bersama dengan pendamping di berbagai level dan pemerintah desa, Aim mengusulkan untuk mengolah melinjo sampai menjadi produk kemasan yang menarik. Agar petani melinjo tertarik, awalnya Aim mendorong pemerintah desa untuk mengolah sendiri sampai jadi berbagai varian emping melinjo. Pemerintah desa mengundang para petani untuk menikmati olahan emping melinjo ini dalam sebuah pertemuan desa. Di akhir sesi, baru pemerintah desa menjelaskan bahwa Emping melinjo yang disuguhkan kepada mereka adalah emping olahan dari desa Mereka sendiri. Sadar akan potensi desa ini, akhirnya berdirilah BUMDes dengan unit usaha pengolahan dan penjualan produk emping melinjo Limpung. Sadar dengan kekuatan media sosial, tenaga ahli desa di Kabupaten Batang Jawa Tengah juga membuat kanal media sosial. Tujuannya agar informasi lebih mudah diakses, selain untuk transparansi dan akuntabilitas kegiatan. Melalui akun Twitter, Youtube dan Facebook mereka aktif menyebarkan informasi tentang berbagai kegiatan dan pembaruan informasi mengenai desa. Peran serta perempuan dalam pembangunan serta pemberdayaan masyarakat didesa juga sangatlah penting disitu ada Kader Posyandu, Kader Kesehatan serta PKK dan Kelompok Wanita lainnya. Perempuan memiliki peran yang sangat penting dalam pembangunan desa. Keterlibatan dan partisipasi perempuan menjadi syarat mutlak dalam upaya mewujudkan pembangunan yang berkeadilan. Peran perempuan sangat penting dalam pembangunan desa dan bukan hanya sekedar pelengkap saja. Perempuan desa, lanjutnya, merupakan kontributor penting dalam produksi pertanian, ketahanan pangan dan nutrisi, pengelolaan lahan, sumber daya alam dan ketahanan iklim. perempuan merupakan kunci keberhasilan pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs) Desa yang memiliki 18 tujuan dan sasaran. Kedelapan belas tujuan dan sasaran pembangunan melalui SDGs Desa itu antara lain adalah desa tanpa kemiskinan; desa tanpa kelaparan; desa sehat dan sejahtera; pendidikan desa berkualitas; desa berkesetaraan gender; desa layak air bersih dan sanitasi, desa berenergi bersih dan terbarukan. Peran penting perempuan desa untuk mencapai SDGs Desa kini semakin diakui dunia. UN Women (2021) memberi kesempatan yang sama kepada perempuan dan laki-laki, dapat meningkatkan produksi pertanian 1-3%. Keterlibatan perempuan dalam ranah ekonomi juga dapat mengatasi kekurangan gizi sebesar 10-15%. Peloporan perempuan desa akan menentukan pencapaian SDGs desa. Kepahlawanan perempuan desa adalah solusi bagi ancaman pangan bukan hanya bagi desa, tapi juga untuk kedaulatan pangan nasional serta untuk ketahanan pangan global. Meski demikian, Peran serta partisipasi perempuan dalam pembangunan desa, peloporan perempuan untuk ketahanan pangan, keterlibatan perempuan desa dalam pencapaian tujuan-tujuan SDGs Desa tetap harus berada diruang budaya desa, menghormati hasil cipta warga desa yang telah diwariskan turun temurun. Persoalan yang dihadapi perempuan desa di bidang sosial ekonomi, pendidikan, kesehatan hingga kesempatan kerja sebagian besar bermula dari ketidakadilan, diskriminatif dan marjinalisasi. Namun kini, keterlibatan perempuan desa sudah meningkat.

Dalam upaya pencegahan stunting peran dari perempuan sangatlah penting, ibu-ibu kader kesehatan sangatlah penting dalam upaya pencegahan stunting yang saat ini dicangkan oleh pemerintah pusat hingga kabupaten, peran perempuan mensosialisasikan dan memberikan  edukasi terhadap orang tua ataupun ibu-ibu yang memiliki anak balita dan Ibu yang sedang hamil. Disitu kolaborasi antara Pendamping Lokal Desa dengan Tokoh Perempuan Desa sangat  berperan dalam upaya Pencegahan stunting. Melalui program ODF juga yang menjadi program dari Pemerintah Kabupaten Batang menjadi salah satu upaya pencegahan stunting dengan melakukan pola hidup sehat. Adapun peran dan tugas PLD dalam upaya pencegahan stunting ini adalah melakukan serangkaian kegiatan terhadap keluarga yang memiliki ibu hamilpasca salin, anak dibawah 5 tahun dan calon pengantin atau calon PUS untuk deteksi dini faktor stunting dan melakukan upaya meminimalisir atau pencegahan pengaruh faktor risiko stunting bersama dengan kader kesehatan dan kader posyandu di desa dampingan. Karena  upaya penurunan dan pencegahan stunting merupakan program dari Kemendesa PDTT. Sedangkan dalam kegiatan pembangunan desa yang berupa kegiatan fisik peran saya Sebagai PLD yakni memfasilitasi desa untuk mampu melaksanakan kegiatan pembangunan desa sesuai  dengan keadaan kondisi pembangunan secara obyektif desa, dengan jenis kegiatan prioritas meliputi: pengelolaan pelayanan sosial dasar, pengembangan ekonomi desa, Pemberdayaan Masyarakat Desa, Pendayagunaan Sumber Daya Alam dan Teknologi Tepat Guna (TTG),  Pembangunan Sarana dan Prasarana Desa, dan Pemberdayaam Masyarakat Desa. Dalam hal ini  saya juga pernah mengalami cerita tersendiri dalam hal fasilitasi kegiatan pembangunan desa dan kegiatan saluran irigasi untuk lahan pertanian, misal ketika saya memfasilitasi kegiatan pembangunan saluran irigasi dan jalan pertanian mendengar dari kabar TPK dan pihak Pemdes,  kegiatam akan dimulai pada hari itu saya pun bergegas pergi ke desa dampingan saya tersebut,  karena lokasi lumayan jauh dari desa yaitu ditengah persawahan, untuk sampai di lokasi  tersebut juga jalan kaki kurang lebih 6,5 KM dan melewati pematang sawah, suatu ketika saya  juga pernah terperosok dan jatuh di sawah, sampai-sampai sepatu serta pakaian saya kotor terkena lumpur, sambil polosnya Bapak TPK Berkata “Duh Nang kok bisa jatuh, pasti tidak pernah lewat sawah ya,.” namun demikian justru menambah semangat bagi saya untuk sampai pada titik lokasi tersebut, Setelah sampai disana ternyata para pekerja dan ada salah satu tokoh  agama yang akan segera melakukan slametan guna untuk mengawali kegiatan pembangunan saluran irigasi dan jalan pertanian tersebut agar pelaksanaan berjalan lancar dan nantinya diberikan keberkahan serta riski yang berlimpah dan berkah barokah, namun saya dapati ternyata papan proyek belum terpasang pada lokasi kegiatan.

Namun setelah saya konfirmasi dengan pihak TPK dan pemerintah keesokan harinya langsung dipasangkan karena papan proyek guna transparansi pada masyarakat umum agar tahu sumber dana dan alokasi anggarannya, saluran irigasi dan jalan pertanian tersebut sangat dirasa manfaatnya bagi para petani guna menunjang kegiatan pertanian dan dengan terbangunnya saluran irigasi tersebut dapat memperlancar air yang melalui lading dan sawah bagi para petani, pelaksanaan pembangunan saluran irigasi tersebut merupakan proyek ketahanan pangan dilakukan secara bertahap dari anggaran tahap I dan tahap II tahun anggaran 2022 dan proyek dikerjakan 25 orang di lokasinya yang mana seluruh pekerja dari desa setempat. Kepala Desa Tembok pada kaktu iu, menyampaikan, Program Ketahanan Pangan dan Padat Karya merupakan program pemerintah. Isinya kegiatan pemberdayaan masyarakat desa, pemanfaatan sumber daya, tenaga kerja dan teknologi lokal. Tujuannya, tidak lain menambah pendapatan, mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Ia berharap, padat karya membuka banyak lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat. "Sehingga, terjadi pemerataan ekonomi ke pedesaan, sekaligus untuk mengatasi kesenjangan," kata Bapak Kades. Ia menekankan, tujuan utama dari program ketahanan pangan dan padat karya memang untuk membuka lapangan kerja bagi masyarakat. Khususnya, pengangguran dan setengah pengangguran yang jam kerjanya kurang dari 40 jam per pekan. Pada kesempatan itu, Kepala Desa, manyampaikan apresiasi kepada masyarakat yang sudah berpartisipasi. Ia menilai, program ini akan bermanfaat bagi masyarakat. Sebab, kata bapak kades, pembangunan insfrastruktur memberikan kemudahan akses bagi masyarakat untuk menjalankan aktivitas fisik produktif. Karenanya, 10 dari 11 proyek menitik beratkan pengerasan akses jalan. "Sedangkan, satu proyek lain  diperuntukkan untuk membangun talud saluran irigasi di Dusun Cendono Lor, Desa Tembok, Kecamatan Limpung. Ketahanan Pangan dan Padat karya memang dilaksanakan dalam rangka menanggulangi permasalahan sosial. Terutama, di wilayah-wilayah yang sarana dan prasarannya ekonominya dirasakan masing sangat kurang. Bapak kades berpendapat, dengan kemudahan akses  jalan dapat memudahkan petani dalam mendistribusikan hasil penen. Selain itu, proyek-proyek pembangunan itu melibatkan sumber daya lokal. Sehingga, dapat menjadi kekuatan modal sosial masyarakat terhadap pemeliharaan hasil proyek.

Posting Komentar

0 Komentar